Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Para Kartini MasInJer (Masyarakat Indonesia di Jerman) untuk Dunia Literasi

Oleh Meike Juliana Matthes, Pegiat MasInJer Menulis dan Pengurus Perkumpulan Perempuan Multikultur Kernen im Remstal, Jerman

Editor: Finneke Wolajan
HO
Meike Juliana Matthes 

Penulis : Meike Juliana Matthes

Pegiat MasInJer Menulis dan Pengurus Perkumpulan Perempuan Multikultur Kernen im Remstal, Jerman

Raden Ajeng Kartini namanya. Seorang perempuan suku Jawa yang lewat literasi memancarkan rasa optimis dan energi yang bergelora dan dengan rasa yang sama, para Kartini di Jerman pun ingin membagi pengalaman mereka lewat literasi.

Atas jasa-jasa Raden Ajeng Kartini, sepertinya  saya terlihat dengan bangga menyebut perempuan Indonesia sebagai “Kartini-Kartini” tanpa melihat dari suku mana dia berasal, dari etnis apa dan dimana dia bermukim.

Aristides Katoppo, editor buku Satu Abad Kartini (1979) menulis “Ia menyongsong masa depan, (sementara) yang lain masih terkungkung dan tersandera keadaan.”

R.A Kartini.
R.A Kartini. (TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA)

Apakah hal itu berlaku juga untuk Kartini-Kartini jaman sekarang lebih khususnya di Eropa, di Jerman? Atau apakah itu sudah tidak berlaku lagi?

Bagaimana cara Kartini-Kartini di Jerman dalam berbaur dengan dunia pekerjaannya di negeri yang sejak lama tidak melihat batasan gender?

Hari Kartini diperingati setiap tanggal 21 April oleh bangsa Indonesia.

Mari kita mulai dengan mengingat kembali siapa Raden Ajeng Kartini itu.

Perempuan kelahiran Jepara, Jawa Tengah pada 21 April 1879 ini, tidak akan pernah terhapus dari sejarah Indonesia. Eksistensinya selalu digaungkan setiap tahun.

Dia dinobatkan sebagai seorang pahlawan perempuan pada  tahun 1964 oleh Presiden Sukarno karena rekam jejak dalam sejarah membuktikan, semasa hidupnya Kartini selalu berjuang dan mengubah hidup perempuan Indonesia.

Terlahir dari seorang ayah Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara yang berpikiran maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun.

Sesudah itu Kartini menjalani adat pingit  atau berkurung di rumah yang memberi dia batas-batas sosial.

Tapi pada usianya menginjak 13 tahun itu tak membuat Kartini berhenti belajar. Belajar dapat di mana saja dan kapanpun selagi kita memiliki kemauan dan kesempatan.

Kartini remaja mencintai literasi. Pengertian literasi adalah kemampuan atau keterampilan seseorang dalam membaca, menulis sehingga mampu menyelesaikan masalah.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Membaca Pidato Presiden Prabowo

 

Ketika Penegak Jadi Pemeras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved