Hari Kartini 2022
Memahami Pemikiran Beragama Seorang Kartini
Atas akses pergaulannya, dia mencurahkan segala keresahannya dengan berkorespondensi dengan sahabat pena, yakni orang-orang Belanda.
Dalam suratnya, Kartini memandang bahwa serangan terhadap agama tertentu tidak perlu terjadi.
"Apabila ada kritik, maka kritik itu harus secara langsung ditujukan kepada si pelaku dan terlepas dengan agama yang dianutnya," tulis Lilis.
Van Deventer-Maas Stichting Pada akhir tahun 1930-an, tujuh Sekolah Kartini mengikutkan sekitar 1.500 anak setiap tahun (umumnya berlatar belakang sosial sederhana) untuk pendidikan yang baik.
Namun, kegiatan mereka terhenti karena pendudukan Jerman atas Belanda pada 1940 dan pendudukan Jepang atas Hindia Belanda pada 1942.
Kartini hidup di tengah kemajemukan dan kontestasi beragama, yang membuatnya merasa miris dan prihatin sebagai masyarakat beragama di kalangan Bumiputera. Kartini sendiri dikenal dari kalangan priayi.
"Islam bagi golongan priayi hanya digunakan untuk melengkapi narasi mistik. Mistik priayi memang sulit dikompromikan dengan ajaran tasawuf murni," imbuhnya.
Dalam hal ini, mereka terkesan menyamakan kedudukan Tuhan dengan manusia, yang tersirat pada ungkapan manunggaling kawula-Gusti.
Tentu, dari pemahaman beragamanya, pemikirannya melintang jauh menelusuri keberagaman beragama.
Pemikirannya terus berkembang manakala kerap bertukar pikiran dengan sahabat pena Eropanya. Salah satu sahabat penanya dari Belanda bernama Nellie van Kol.
Dari sana ia mulai mengagumi zending —istilah yang digunakan Kartini untuk menyebut misi Kristen, yang menurutnya ajaran agama humanis.

Meski seiring berjalannya waktu, Kartini turut mengecam gerakan misionaris oleh pemerintah kolonial Belanda di Jawa.
Baginya, pemerintah kolonial pun tidak sebaiknya mengganggu anak-anak muslim yang ingin belajar Islam.
Sebaliknya, Kartini mendukung anak-anak muslim untuk mempelajari Islam dengan baik, seperti pengajaran di pesantren dan tempat kajian Islam lainnya.
Kartini yang merupakan perempuan priayi Jawa tentu lebih mudah mengakses ilmu Eropa jika dibandingkan dengan ilmu agama, dalam hal ini Islam.
Jika ingin belajar ilmu agama, maka Kartini harus berjalan jauh keluar kadipaten.