Hari Kartini 2022
Memahami Pemikiran Beragama Seorang Kartini
Atas akses pergaulannya, dia mencurahkan segala keresahannya dengan berkorespondensi dengan sahabat pena, yakni orang-orang Belanda.
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Lewat surat-suratnya, Raden Ayu Kartini nampak memiliki pemikiran yang melampaui zamannya.
Ia banyak membaca, belajar dan berfikir.
Semua kegelisahan hatinya dituliskannya lewat surat-surat.
Di masa mudanya, Kartini telah menyadari kemajemukan beragama kaum Bumiputera di Hindia-Belanda.
Kartini merupakan kaum terpelajar yang dilahirkan dari pendidikan sekolah Eropa.
Atas akses pergaulannya, dia mencurahkan segala keresahannya dengan berkorespondensi dengan sahabat pena, yakni orang-orang Belanda.

Dalam surat-suratnya yang dikirim ke Belanda, ia menceritakan banyak hal tentang gagasan pemikirannya.
Salah satu yang tak lepas dari keresahannya ialah kehidupan beragama kaum Bumiputera di Hindia-Belanda.
"Keprihatinan Kartini akan manusia yang saling membenci, saling menghina karena pemahaman agama yang dangkal menjadi realitas di negeri ini," tulis Lilis Muchoiyyaroh.
Lilis menulisnya dalam jurnal Indonesian Historical Studies yang berjudul Rekonstruksi Pemikiran Kartini tentang Keagamaan untuk Memperkuat Integrasi Nasional. Jurnalnya dipubllikasi pada tahun 2019.
Kartini hidup di tengah sistem feodalisme dan adat istiadat Islam kejawen yang memicu terjadinya perpecahan karena faktor agama.
Sering kali situasi ini menjadi bahan perbincangan yang mengalir deras dalam surat-surat yang dikirimkan kepada sahabat-sahabat penanya.
Pemahaman Kartini tentang agama adalah bentuk pengalaman dan pergumulan batin akan apa yang sedang terjadi pada masanya.
Berulang kali, Kartini menjumpai fenomena penistaan agama oleh salah seorang pemeluk agama yang menyinggung pemeluk agama lain.
Fenomena yang kerap terjadi, dimana kekerasan oleh kelompok yang satu terhadap yang lain, pembenaran akan agama sendiri menjadi pemandangan sehari-hari sebagai penodaan dan penyimpangan terhadap kesucian ajaran agama itu sendiri.
