Tribun Manado Wiki
Sejarah Terbentuknya Komunitas Jawa Tondano di Minahasa dan Warisan Tradisi Kyai Modjo Turun Temurun
Komunitas Kampung Jawa Tondano (Jaton), yang berada di Kabupaten Minahasa, Sulut menyimpan kisah sejarah yang panjang dan heroik.
Penulis: Mejer Lumantow | Editor: Chintya Rantung
Oleh karena keunikannya itu, sejak lama Kampung Jawa Tondano dijadikan wisata Religi dan Desa Budaya oleh masyarakat serta oleh Pemerintah Minahasa dan sejak tahun 2014 Kelurahan Kampung Jawa Tondano telah dijadikan kawasan strategis Propinsi Sulawesi Utara.
Maka sejak perkawinan itu terbentuklah komunitas Jaton yang semuanya memeluk Agama Islam mendiami Desa Kampung Jawa Tondano dengan keunikannya tersendiri ditengah masyarakat Minahasa sebagai penduduk asli yang masih menganut budaya yang disebut Belanda Alifuru.
"Yang kemudian dikelilingi mayoritas penduduk asli yang memeluk Agama Kristen setelah kedatangan Misionaris Johann Friedrich Riedel di Tondano tahun 1831," jelasnya
Dikatakannya, Makam Zendeling atau Pekabar Injil Riedel ini terletak di Kelurahan Ranowangko Kecamatan Tondano Timur sebagai tetangga Kampung Jawa Tondano dan bersama makam Kyai Modjo juga telah dimasukkan menjadi salah satu kawasan budaya bagian dari Kampung Jawa Tondano sebagai kawasan Strategis Propinsi Sulawesi Utara.
Kata Prof Pulukadang, Peresmian terbentuknya Desa Kampung Jawa, yakni sejak tahun perkawinan para pengikut Kyai Modjo dengan anak para Walak Minahasa itu pula, tepatnya dibulan Haji Hijriah bertepatan dengan tahun 1831 Miladia didirikan dan diresmikan Kampung Jawa Tondano.
Jika mengacu pada kedatangan Kyai Modjo dan rombongannya hari minggu bulan Ruwah tanggal 25 Tahun Jim Hijrah 1246 bertepatan dengan 19 Februari 1830 maka bulan Hijriah tahun 1831 bila ditambah 11 hari maka bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1831.
"Tahun inilah secara resmi Kampung jawa dijadikan Desa oleh pemerintah Belanda," kata Prof Pulukadang yang juga Mantan Dosen di FISIP Unsrat ini.
Dijelaskannya, Sejak terbentuknya Komunitas Jaton sebagai hasil Asimilasi dan Akulturasi budaya Jawa dan Minahasa serta budaya Melayu, telah membentuk dan melahirkan Budaya Komunitas Pakasaan Jaton yang unik sebagai sarana pendidikan kharakter bagi generasi keturunannya.
Selain itu, Ada banyak yang hal yang diwariskan Kyai Modjo kepada keturunan Jaton ini.
Kyai Modjo dan pengikutnya mewariskan Pendidikan Mental yang unik kepada keturunananya yang popular disebut Jawa Tondano disingkat Jaton yang terbentuk sejak awal bergaul dan hidup ditengah masyarakat Alfurs dan Kristen yaitu :
Pertama, Mewarisi Kharakter Islami yang Fanatik tetapi tidak Fanatisme, melalui pendidikan Agama dan Adat Budayanya sebagai paduan budaya Jawa, budaya Minahasa, dan budaya Melayu. Tetapi dalam hal adanya acara terutama di Masjid wajib berpakaian Islami berupa terutama Kopiah atau Sorban serta Kain Sarung .
"Komunitas Jaton ini mewarisi terutama Mazhab Syafii oleh karena itu Sholat Subuhnya gunakan doa Qunut bahkan pada masa adanya ancaman pandemi Covid 19 tidak saja Sholat Subuh membaca Doa Qunut tetapi setiap rakaat terakhir pada settiap Sholat lima wakru dan Sholat Jumat," ungkap Ketua Dewan Penasehat Badan Takmir Masjid Agung Kyai Modjo ini.
Kedua, Mewarisi kharakter Heroisme sebagai warian leluhur yang berani menentang kezoliman penguasa serta rela berkorban jiwa, raga, harta dan keluarga.
Ketiga, Mewarisi kharakter Rukun (Guyob) dan Damai baik antar internal komunitas Jaton maupun antar komunitas eksternal. Walaupun demikian khusus komunitas internal Jaton ada kecedrungan berkembang sikap individualisme yang dalam bahasa Jaton disebut Meendoan Te Teu De’we’ sehingga berkembang istilah istilah terutama Rei Kawe Wera (tidak mau dengar pendapat orang), Kopero (selalu melecehkan) dan Kosulu (merajuk).
"Walaupun ketiga istilah itu sebenarnya berkonotasi kritik yang diperlukan sebagai bentuk untuk meluruskan. Yang penting ungkapan-ungkapan itu rasional objektif dan tidak anarchis," kata Prof Pulukadang.