Rabies di Sulawesi Utara
Rabies: Kurangnya Kesadaran Masyarakat Menyebabkan Angka Kematian Tinggi di Indonesia
Populasi anjing yang melebihi jumlah vaksin dan kesadaran masyarakat yang rendah membuat rabies terus menghantui daerah ini
Penulis: Finneke Wolajan | Editor: Finneke Wolajan
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, Dokter Arthur Tooy, mengatakan tantangan terbesar menurutnya ada di cakupan vaksinasi hewan pembawa rabies (HPR) di Sulawesi Utara. “Kalau cakupan vaksinasi hewannya tinggi, setidaknya risiko kematian akibat gigitan lebih kecil,” ujarnya kepada tribunmanado.co.id, Selasa (12/10/2021).
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Laboratorium Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara, Dokter Hewan Hanna Tioho mengatakan kasus rabies pada hewan di Sulawesi Utara masih tinggi (Lihat info grafis).

Tahun 2021 ini, dari 500 angka kasus gigitan anjing yang diperiksa sampelnya, 80 persen hasil menunjukkan positif rabies. Setelah ditelusuri, anjing-anjing tersebut ternyata belum divaksin. Menurut Hanna Tioho, Ketersediaan vaksin untuk anjing masih jauh dari angka 70 persen dari total populasi anjing di Sulawesi Utara. Jumlah 70 persen adalah presentasi ideal angka vaksinasi pada anjing untuk target eliminasi rabies Indonesia tahun 2030.
Hanna Tioho mengatakan dari total 270 ribuan ekor populasi anjing berdasarkan data Dinas Pertanian Sulawesi Utara, hanya ada 10 ribu vaksin yang tersedia. “Ketersediaan 20 persen saja belum cukup. Memang anggaran banyak dialihkan untuk penanggulangan Covid-19,” ujarnya kepada tribunmanado.co.id, Selasa (12/10/2021).
Bukan hanya karena pandemi, ketersediaan jumlah vaksin yang jauh di bawah jumlah populasi anjing juga terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Hanna Tioho mengakui, anggaran pemerintah untuk pengadaan vaksin rabies memang belum mencukupi. Pada tahun 2021, anggaran pemerintah yang tersedia hanya Rp 375 juta. Sebab menurutnya, kesehatan hewan hanya dijadikan program pilihan, bukan program prioritas seperti kesehatan, pendidikan, sosial dan lainnya.
Menurut Hanna Tioho, kesadaran masyarakat untuk memberi vaksin pada anjing peliharaan juga masih rendah. Banyak yang bersikap enteng dengan meyakini anjing mereka akan baik-baik saja meski tak divaksin. “Kalau tak ada kasus rabies, mereka adem ayem. Nanti kalau sudah ada kasus, baru panik,”uja Hanna Tioho.
Hanna Tioho mengatakan, jika masyarakat ingin mendapat vaksin gratis pada anjing, segera hubungi bagian kesehatan hewan di kabupaten dan kota masing-masing. Sementara untuk vaksin berbayar, tersedia di klinik-klinik dokter hewan.
Sementara pemerintah provinsi dan di tiap daerah memiliki program vaksinasi gratis dan vaksinasi berbayar. Vaksin rabies pada anjing dari pemerintah itu gratis. Yang berbayar itu vaksin di klinik-klinik kesehatan hewan. Harga di kisaran Rp 150 - 250 ribu untuk vaksin rabies yang sudah sepaket dengan vaksin virus lainnya. Sementara untuk vaksin dosis tunggal khusus rabies ada di kisaran Rp 50 – 150 ribu.
“Padahal vaksin anti rabies ini mudah ditemui, di fasilitas kesehatan terbuka lebar. Ada di puskesmas, ada di dinas kesehatan. Kalau di kabupaten habis, bisa ke provinsi. Kalau sudah timbul gejala klinis pada manusia, uang sebanyak apapun takkan bisa menolong. Tinggal tunggu waktu (meninggal),” ujarnya.
Dampak One Health pada Penanggulangan Rabies
Pada tahun 2017, Kabupaten Minahasa ditunjuk menjadi daerah percontohan program penanggulangan zoonosis dengan pendekatan One Health yang berkonsentrasi pada rabies di Indonesia.

Christian Walzer is Executive Director, Health, in the Global Conservation Program of the WCS (Wildlife Conservation Society), dikutip dari Live Science menyebut zoonosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit yang menyebar dari hewan ke manusia.
Zoonosis dapat ditularkan melalui kontak fisik langsung, melalui udara atau air, atau melalui inang perantara seperti serangga. Seringkali patogen zoonosis ini tidak mempengaruhi hewan di mana mereka tinggal, tetapi mereka dapat menimbulkan risiko yang sangat besar bagi manusia yang tidak memiliki kekebalan alami terhadap mereka.
Kementerian Kesehatan RI mendefinisikan konsep One Health (satu kesehatan) sebagai suatu upaya kolaboratif dari berbagai sektor, utamanya kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global untuk mencapai kesehatan yang optimal. Dikutip dari Kemenkes.go.id, dengan pendekatan ini, pemerintah Indonesia menargetkan eliminasi rabies pada manusia dan hewan tercapai di tahun 2030.
Dokter Hewan Louise Kumaunang, Kepala Seksi Kesehatan Hewan, Bidang Peternakan dan Kesehatan, Dinas Pertanian Minahasa mengatakan, melalui model One Health, para petugas kesehatan masyarakat, kesehatan hewan, dan kesehatan satwa liar saling melaporkan kejadian yang terjadi di seluruh wilayah di Minahasa.