Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Rabies di Sulawesi Utara

Rabies: Kurangnya Kesadaran Masyarakat Menyebabkan Angka Kematian Tinggi di Indonesia

Populasi anjing yang melebihi jumlah vaksin dan kesadaran masyarakat yang rendah membuat rabies terus menghantui daerah ini

Penulis: Finneke Wolajan | Editor: Finneke Wolajan
Tribunmanado.co.id/Finneke Wolajan
Anjing-anjing yang dijual di Pasar Tomohon. Foto diambil 9 Oktober 2021 

Namun selama 30 tahun menjual anjing di pasar Langowan, Steven mengaku tak pernah kena rabies. Tak pernah divaksin dan hanya sebatas mendapat suntikan tetanus. “Kalau kena gigit hanya ambil alpukat, lalu ditaruh di luka gigitan anjing,” ujarnya. Mereka meyakini alpukat bisa menyembuhkan luka gigitan anjing dengan cepat. 

Bagi masyarakat Minahasa, Sulawesi Utara, mengonsumsi hewan domestik telah dilakukan secara turun-temurun. Pasar tradisional yang menjual anjing dan kucing tersebar di daerah Tomohon, Minahasa, Manado, Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, Minahasa Utara dan Bitung.  

Namun di antara pasar-pasar ini, yang paling banyak menjual anjing ada di Tomohon, Minahasa dan Manado. Ada yang menjual dalam keadaan mati, ada pula yang menjual hewan-hewan ini dalam keadaan hidup. Anjing hidup  dikumpul di dalam kerangkeng besi dan siap dijagal jika terjual.  

Finneke Wolajan - Anjing yang dijual di Pasar Kawangkoan. Foto diambil 31 Desember 2021
Finneke Wolajan - Anjing yang dijual di Pasar Kawangkoan. Foto diambil 31 Desember 2021 (Tribunmanado.co.id/Finneke Wolajan)

Senior Technical Advisor Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases (ECTAD) Indonesia, Dokter Hewan Ahmad Gozali mengatakan salah satu risiko tetinggi penyebaran rabies dalam perdagangan anjing untuk konsumsi ada pada proses transportasinya. 

Christian Walzer is Executive Director, Health, in the Global Conservation Program of the WCS (Wildlife Conservation Society), dikutip dari Live Science menyebut zoonosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit yang menyebar dari hewan ke manusia. 

Zoonosis dapat ditularkan melalui kontak fisik langsung, melalui udara atau air, atau melalui inang perantara seperti serangga. Seringkali patogen zoonosis ini tidak mempengaruhi hewan di mana mereka tinggal, tetapi mereka dapat menimbulkan risiko yang sangat besar bagi manusia yang tidak memiliki kekebalan alami terhadap mereka.

Seorang penjual menjaga anjing-anjing dagangannya di Pasar Tomohon. Foto diambil 9 Oktober 2021
Seorang penjual menjaga anjing-anjing dagangannya di Pasar Tomohon. Foto diambil 9 Oktober 2021 (Tribunmanado.co.id/Finneke Wolajan)

Perpindahan anjing dari suatu tempat ke tempat lain berpotensi menyebarkan virus rabies. “Alat komunikasi anjing itu mulut, kalau tak nyaman pasti gigit. Baik gigit anjing lain maupun operator. Lanjut pada proses memotong, kita tak tahu seberapa besar operator melindungi diri selama proses itu.Jika ada luka terbuka dan terpapar air liur anjing yang terinfeksi, sudah pasti tubuh operator tersebut terinfeksi virus rabies. Jika air liur itu masuk ke tubuh, tubuh kita pasti terinfeksi virus rabies,” Ahmad Gozali kepada tribunmanado.co.id, Rabu (22/10/2021). 

Waspada Perubahan Perilaku Anjing 
 
Rabies termasuk salah satu penyakit yang berbahaya hingga mematikan. Begitu manusia kena gigitan anjing, harus curiga ada rabies sebagai bentuk kewaspadaan dini. Jika setelah gigitan itu terjadi perubahan perilaku pada anjing, warga harus semakin curiga ada nya virus rabies

Ahmad Gozali menjelaskan virus rabies pada anjing mudah dikenali. “Anjing yang biasa galak, lalu jadi tak galak, atau sebaliknya. Atau yang biasanya lari-lari, kini tinggal ngumpet. Biasanya panggil-panggil datang, lalu tak lagi. Harus makin curiga. Kalau ada gigitan dan ada perubahan perilaku, harus ambil tindakan dengan suntik vaksin anti rabies,” ujar Ahmad Gozali. 

Gigitan anjing yang dekat dengan otak dan dalam jumlah banyak makin mempercepat virus rabies masuk ke otak. Vaksin rabies melindungi otak dari virus rabies. Sebab jika belum divaksin dan virus telah sampai di otak,  lalu  muncul gejala klinis pada manusia, Ahmad Gozali memastikan fatality rate warga tersebut 100 persen. 

“Misalnya kena gigit di mulut, itu dekat dengan otak. Gigitan di kaki tentu akan lebih lama. Selama fase perjalanan virus rabies ke otak, lalu divaksinasi, orang tersebut masih bisa sembuh," katanya.  

Ahmaz Gozali mengatakan masyarakat yang memelihara anjing juga harus memvaksin anjing mereka dua kali setahun. Ini agar virus rabies tak bersarang di tubuh anjing tersebut.  Anjing diberi vaksin rabies pertama di usia 3 bulan. Vaksinasi kedua bisa diberikan satu tahun setelah vaksin pertama. Kemudian, anjing akan divaksinasi setiap tahun atau setiap tiga tahun.

“Virus rabies tak tampak oleh mata, beda dengan hama lainnya. Artinya virus ini bisa berada di mana saja. Tak kita sadari, anjing ini ada bibit penyakit rabies. Nah cara paling aman adalah memvaksin anjing peliharaan,” ujar Ahmad Gozali. 

Daerah Kematian Rabies Tertinggi di Indonesia 
 
Sulawesi Utara merupakan daerah dengan kasus kematian karena rabies tertinggi di Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menyebut angka kematian akibat Rabies masih cukup tinggi yakni 100-156 kematian per tahun. Hal ini menggambarkan bahwa rabies masih jadi ancaman bagi kesehatan masyarakat, khususnya di Sulawesi Utara. (Lihat infografis)

Grafis kasus kematian rabies di Sulawesi Utara
Grafis kasus kematian rabies di Sulawesi Utara (Tribunmanado.co.id/Finneke Wolajan)

Kementerian Kesehatan mengungkap bahwa dalam lima tahun terakhir (2015-2019) terdapat 404.306 kasus gigitan hewan yang menularkan rabies, dengan 544 kematian. Lima provinsi dengan jumlah kematian tertinggi adalah Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur. 

Halaman
1234
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved