Digital Activity
Cerita ODHA di Manado yang Alami Diskriminasi Masyarakat
Kegiatan dipandu oleh Jurnalis Tribun Manado David Kusuma ini sisiakan di Facebook Tribun Manado dan Youtube Tribun Manado Official.
Penulis: Fistel Mukuan | Editor: Aldi Ponge
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Tribun Manado menghadirkan narasumber Joni Wuisang Pengelola program dan logistik KPA Manado dan Yersi Manampiring penderita HIV dalam acara Tribun Baklak, Senin (6/12/2021).
Kegiatan dipandu oleh Jurnalis Tribun Manado David Kusuma ini sisiakan di Facebook Tribun Manado dan Youtube Tribun Manado Official.
Peringatan hari AIDS sedunia setiap 1 Desember sejak tahun 1981.
Joni sebagai pembicara pertama sampaikan untuk Sulut dan Manado memang sudah ada beberapa kegiatan yang dilakukan mereka.
"Tema tahun ini cegah HIV, akhiri AIDS dan akses untuk semua.
Tahun 2030 akan ada tiga terobosan yaitu.
1 Tidak ada lagi orang terinfeksi HIV AIDS.
2. Tidak ada lagi orang meninggal karena AIDS.
3. Tidak ada lagi orang dengan HIV," katanya.
Lanjutnya, di Sulut penderita HIV mengalami peningkatan dari tahun ketahun, tahun 2020 ada 4061 orang dan 1539 di Manado.
"Pendataan diambil dari layanan-layanan yang ada tes HIV secara gratis.
Semua Puskesmas dan semua Rumah Sakit rujukan dan rumah sakit TNI Polri menyediakan pemeriksaan HIV secara gratis," tambahnya lagi.
Menurutnya, HIV ini bisa menular kalau darah dipindahkan ke orang lain, cairan kelamin dan air susu ibu penderita.
Memang baginya, di awal orang trauma dengan HIV AIDS tapi, tidak menjadi syarat untuk masuk dalam lembaga pendidikan harus tes itu.
"Kami jelaskan negara tidak memberikan ruang untuk seseorang bisa bekerja maupun di institusi," pungkasnya.
Yersi salah satu penderita HIV menceritakan kisahnya saat berjuang.
"Pertama saat baru tahu status memang sedikit shok, karena tertular darimana ini? Padahal tidak gonta ganti pasangan. Saat tahu anak masuk rumah sakit Prof Kandou dan ketika diperiksa ternyata positif," ucapnya.
Dikatakannya, saat anaknya ada pengobatan Tubercolosis jadi pengobatan di Puskesmas dan disitu tertular positif HIV.
"Mulai dari situ cerita mulai berantai dari perawat lain ke lainnya sampai masyarakat. Mulai saat itu saya mendapatkan stigma dan diskriminasi. Putus asa karena jadi bahan cemooh dan hinaan, ada yang bilang itu penyakit kutukan dari Tuhan," katanya.
Disampaikannya, saat di pasar kalau mau beli tomat dan ikan pedagang kasih secara gratis, tapi diisi di plastik dan langsung buang nanti dipungut.
"Inisiatif saya harus bertahan hidup, satu masyarakat tidak terkecuali mendiskriminasi kami. Kemudian menjalani pengobatan sampai sekarang lancar tidak pernah putus. Saat saya daun dan putus asa saya ke RS prof kandou, di sana saya ketemu salah satu kelompok dan ternyata ada banyak yang seperti saya," ungkapnya lagi.
Dengan begitu pikirnya, masakan mereka bisa kami tidak bisa, mulai dari situ saya pikir positif harus sehat.
"Mulai itu saya tidak lagi merasa tersisih dan tetap berusaha untuk hidup," tutupnya.(fis)