Tajuk Tamu
Dialog Sains dan Agama dari Inspirasi Dixon dan Snow: “Teolog sebagai Penjaga Evolusi Manusia”
Dalam perdebatan yang begitu panjang antara agama dan sains, lahirlah “evolusi” yang tidak bisa dihindari manusia di era manapun.
Snow mencontohkan, pada masanya bahwa saintis yang memeluk agama, terlihat lebih ramah dan bahagia. Snow membuka diri untuk menjalin persahabatan dengan kalangan saintis yang beragama, dan saat itu ia kemudian memperhatikan bahwa manusia yang berpengetahuan tinggi dan memeluk agama dengan taat dan setia, menjalani hidup yang lebih perhatian, peduli pada dampak yang diakibatkan, bagaimana ia memperlakukan keluarganya, dan apa yang harus ia perbuat untuk mengatasi masalah hidup agar tak berdampak buruk bagi sekitar.
Semua hal itu diperhitungkan dengan sebaik mungkin dan ini menjadi hal yang menarik untuk diperhatikan oleh Snow.
Snow kemudian memperhatikan dengan saintis yang tidak menganut agama. Cara mereka berkata, hidup, dan memperlakukan orang lain sangat berbanding terbalik. Mereka lebih bersikap independent dan tidak memperdulikan orang lain.
Begitu juga sebaliknya para agamawan yang tidak berpengetahuan, akan lebih cepat menghakimi tanpa mempelajari latar belakang lebih dahulu.
Mari kita bayangkan ilmu teologi sebagai jembatan antara manusia dan pengetahuan. Jembatan yang terbuat dari batu yang kokoh, dengan pegangan yang terbuat dari besi, dibangun di atas sungai deras yang penuh dengan kerikil tajam.
Tujuan jembatan ini dibuat untuk dapat memberi koridor, dimana seharusnya manusia berjalan agar tidak jatuh. Tentu bisa saja menyeberangi sungai tanpa menggunakan jembatan tersebut, dengan resiko besar untuk hanyut lalu lenyap.
Saya akan mengambil contoh dari sudut pandang Kristiani, dengan tetap menjaga universalitas. Dalam Kitab Suci Nasrani, firman Tuhan adalah dasar dari segalanya. Menurut Alkitab, bentuk pengetahuan yang paling dapat diandalkanpun apabila bertentangan dengan dasar – dasar Alkitab, maka hal tersebut harus ditolak.
Aturan semacam inilah yang dibutuhkan oleh manusia. Memberikan rambu peringatan terhadap arah negatif secara nyata dan gamblang tanpa harus membuat area abu – abu demi memutihkan keinginan pribadi.
Hal ini tidak semata mengatakan pada dunia bahwa agama bermusuhan dengan pengetahuan, disini peran agama dalam teologi adalah “mengajarkan/memberitahu/mengarahkan” apa dampak jika manusia mengikuti kebaikan dan kejahatan.
Keinginan yang kuat dari para petinggi agama untuk membuat jembatan antara agama dan pengetahuan dapat dilihat hingga saat ini. Dengan dibuatnya perpustakaan dalam gedung gereja, dan dibangunnya sekolah oleh pihak gereja. Jadi, agama tidak menghakimi pengetahuan. Agama hadir melengkapi sisi pengetahuan tanpa merusak citra diri manusia.(*)
Baca juga: Gempa Tadi Subuh Pukul 04.14 WIB Senin 8 November 2021, Guncang Wilayah Ini, Berikut Info BMKG
Baca juga: Cerita Pedagang Ikan Asap di Pasar Segar Paal Dua Manado, Raih Untung Jutaan Rupiah Per Hari
Baca juga: Daftar Aset Milik Tommy Soeharto yang Disita dan Akan Dilelang, Nilainya Lebih dari Setengah Triliun