Sampah di Manado
'Pak Wali Kota Andrei Angouw, Selamatkan Kota Manado dari Lautan Sampah'
Kota Manado mendapat predikat sebagai kota terkotor se-Indonesia sesuai penilaian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2019
Penulis: Finneke Wolajan | Editor: Finneke Wolajan
Kota Manado mendapat predikat sebagai kota terkotor se-Indonesia sesuai penilaian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2019.
Pengelolaan sampah menjadi salah satu isu menyeret Manado sebagai Kota terkotor.
Data terakhir menyebut setiap rumah tangga rata-rata memproduksi 0,4 kilogram sampah. Dikalikan hampir 500 ribu kepala keluarga, total produksi sampah setiap hari mencapai 650 ton.
Angka ini belum termasuk sampah yang masih di buang secara sembarangan di daerah aliran sungai dan lokasi lainnya selain tempat pembuangan sampah.
Kota Manado sebenarnya sudah memiliki peraturan daerah soal sampah, yakni Perda No.7 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Persampahan dan Reribusi Pelayanan Kebersihan. Namun rupanya perda ini belum mampu mengatasi masalah sampah di Kota Manado.
Ferol Warouw Minta Seriusi Sampah Plastik di Sulut
Pengelolaan sampah plastik menjadi persoalan bukan hanya di Indonsia melainkan menjadi pembahasan serius di dunia internasional. Persoalan ini juga mulai diseriusi negara dunia ketiga seperti Indonesia.
Untuk itu Talkshow Tribun Baku Dapa, kemarin, menghadirkan Dr Ferol Warouw ST, SH, M.Eng, Dosen Amdal Prodi Arsitektur Unima dan Tim Ahli Bapem Perda DPRD Sulut dalam membahas ''Pengendalian Sampah Plastik Lintas Sektoral'' dengan dipandu Jurnalis Tribun Manado, Aswin Lumintang.
Dr Ferol Warouw mengatakan, persoalan sampah plastik saat ini diseriusi seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara nomor dua penghasil sampah plastik. ''Kalau Indonesia termasuk Sulut tidak serius menangani sampah plastik, nanti bisa-bisa kita menjadi negara penghasil sampah plastik terbanyak dunia, '' ujarnya.

Namun, yang terpenting masyarakat harus tahu adalah sampah plastik merupakan sampah yang sulit diurai, sehingga membuangnya dengan sembarangan akan berakibat fatal bagi mahluk hidup terutama bagi manusia.
Ferol menjelaskan, khusus di Sulawesi Utara penanganan terhadap sampah plastik antara provinsi dan kabupaten kota harus sama. ''Jangan di Kota Bitung misalnya sudah melarang minuman dalam plastik, tetapi di daerah lain Kota Manado misalnya masih membolehkan. Ini yang harus sinergi antara kabupaten dan kota di Sulut, '' ujarnya.
Baginya, kesamaan aturan ini penting, sehingga masyarakat tidak bingung. ''Kalau semua daerah di Sulut sudah sepakat melarang minuman dalam plastik, dan memberlakukan ketat bagi masyarakat yang membuang sampah dengan sembarangan, maka ini akan menjadi budaya yang baik, '' ujar Ferol meyakinkan.
Dia meyakini hanya dengan sinergitas antara satu daerah dengan lainnya, maka penanganan sampah akan terkelola dengan baik. Di Indonesia daerah Sulut merupakan satu dari enam daerah yang oleh pemerintah pusat diharuskan membangun tempat pengelolaan sampah.
Namun, hingga saat ini pembangunan tempat pengelolaan sampah belum ada progres. ''Kalau di Indonesia baru di Kota Surabaya yang pembangunan pengelolaan sampahnya sudah berfungsi dengan baik, '' ujarnya.
Meski begitu, dia meyakini jika semua pihak memiliki keinginan yang sama untuk menata pengelolaan sampah, maka ke depan Sulut akan memiliki tempat pengelolaan sampah.