Waisak di Sulut
Kisah Biksu Thailand di Manado, Belajar Bahasa Kawanua dan Makan Pedas, Doakan Kerukunan di Manado
Di Manado, hari raya Waisak biasa dirayakan umat Buddha di Vihara Dhammadipa yang berlokasi di jalan Sudirman.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
"Toleransi di sini luar biasa," katanya.
Dirinya belajar bahasa Manado dan Indonesia dari pergaulan sehari - hari. Itu, katanya, tak sulit.
"Induk semua bahasa adalah bahasa sansekerta. Jadi semua bahasa ada kemiripan," bebernya.
Kepada Tribun Manado ia buka bukaan terhadap keyakinannya. Ungkap dia, Buddha dan manusia bagaikan keluarga.
"Buddha adalah ayah dan kita anak anaknya," bebernya.
Buddha baginya adalah pencarian kebenaran. Dengan merendah ia bertutur.
"Jika ada kebenaran lain dari ini saya akan mengikutinya," tuturnya.
Kisah Chanpatan
Chanpatan, Bante asal Thailand sudah kali kelima datang di Manado untuk melayani umat Buddha di Vihara Dhammadipa yang beralamat Jalan Sudirman.
Mengalami lima Waisak di Manado, tak heran jika ia akrab dengan budaya, makanan serta mengerti sedikit Bahasa Manado.
"Chanpatan jo," katanya ketika Tribun bertanya namanya beberapa waktu lalu di Vihara Dhammadipa.
Sebelumnya, ia menyebut nama aslinya yakni Charon. Namun, buru - buru ia mengoreksi, dengan menyebut nama budhisnya itu, ditambah kata jo yang adalah bahasa melayu Manado.
Pagi itu, Chanpatan beserta seorang Bante asal Thailand lainnya tengah duduk di kursi dalam ruang utama Vihara.
Keduanya baru selesai sembahyang pagi, tengah menanti umat yang datang untuk membawa makanan.
Hening dalam aula itu. Di luar terdengar bunyi besi beradu, dari sejumlah pekerja yang tengah memasang tenda untuk perayaan Waisak di samping Vihara.