Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Masih Ingat Ace Anak Jenderal TNI Tewas di Kolam UI? 6 Tahun Berlalu, Pembunuhan Ini Masih Misteri

Kematian Akseyna Ahad Dori alias Ace, mahasiswa Universitas Indonesia masih menyisakan duka bagi keluarga Marsekal Pertama TNI Mardoto

Editor: Finneke Wolajan
Istimewa
Akseyna Ahad Dori alias Ace mahasiwa yang dibunuh di kolam Universitas Indonesia tahun 2015 lalu. Kasus ini belum terungkap 

Dalam surat itu, selain meminta pembentukan tim investigasi, keluarga Akseyna turut meminta pendampingan hukum dari pihak kampus.

Namun, harapan itu bertepuk sebelah tangan.

"Bantuan hukum malah diberikan kepada pihak-pihak yang lain, yang terkait kasus ini juga," sebut Mardoto.

Ia pun pernah menaruh curiga terhadap seorang dosen yang dinilainya cukup intens mengomentari kematian Akseyna pada masa-masa awal kasus ini merebak.

Mardoto juga melaporkan kecurigaan itu kepada kampus dalam surat yang sama.

"Ya, ada dosen yang aneh, di medsos nulis banyak tentang Ace, yang cenderung mendiskreditkan Ace," ujarnya.

"Sudah saya laporkan. Enggak tahu tindak lanjutnya," kata Mardoto.

Akseyna adalah mahasiswa UI dan ia meninggal di kampus UI pula, kampus tempatnya menimba ilmu dan mengejar cita-cita.

UI jelas ada di tengah-tengah kasus ini.

Namun, sejak awal, UI tak terlihat serius mengusut kematian mahasiswanya dan pembunuhan yang terjadi di tempatnya.

Dari jejak pemberitaan mengenai kematian Akseyna, UI juga sepi-sepi saja sejak awal.

Komentar mengenai kelanjutan kasus Akseyna terakhir keluar dari pihak UI pada Februari tahun lalu.

Pernyataan itu berasal dari Rektor UI Ari Kuncoro saat dirinya ditemui dalam sebuah wawancara doorstop.

Wartawan meminta komentarnya soal polisi yang dikabarkan kembali melakukan olah TKP.

"Saya juga baru tahu kalau berita kasus meninggalnya Akseyna dibuka kembali oleh pihak kepolisian dari media. Paling tidak, kita bisa mengetahui (perkembangannya) karena pada waktu itu ada yang tidak bisa dijawab," kata Ari, 5 Februari 2020.

Ari yang saat itu baru duduk di kursi rektor selama dua bulan mengakui dirinya tak pernah membahas kasus Akseyna dengan pendahulunya, Muhammad Anis--Rektor UI saat pembunuhan Ace terjadi.

"Kami tak pernah membahas kasus Akseyna dengan Pak Anis. Kami hanya membahas masalah akademis saja," ucapnya.

"Diusutlah. Kalau ada titik terang, silakan diselidiki terus," pungkas Ari.

Apa yang diucapkan Ari boleh jadi mewakili jalan pikiran kampus tersebut dalam menyikapi kasus ini.

Kematian Akseyna seperti tak pernah jadi kepentingan bersama.

Kampus tersebut secara normatif menyerahkan seluruh pekerjaan ke kepolisian dan tidak pernah mengungkitnya bila tak ditanya.

Padahal, lagi-lagi, ini soal pembunuhan mahasiswanya di kampusnya sendiri. Wajar bila Mardoto dan keluarga menyorotinya.

Bahkan, ketika ditanya soal penyebab mandeknya kasus ini, ia tak segan menunjuk UI.

"(Penyebab mandeknya kasus ini adalah) institusi UI yang sejak awal tidak ada di pihak Ace. Selebihnya, ada upaya dari institusi/orang tertentu, supaya kasus Ace tidak terungkap. Dari awal, UI cenderung tidak berada di pihak Ace, mahasiswanya," kata Mardoto.

"UI sulit diharapkan."

Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia, menyebutkan akan memberikan pernyataan tertulis terhadap Kompas.com mengenai hal ini.

"Memang kan kasus ini enam tahun ya, waktu yang panjang, dan kebetulan waktu itu belum saya. Saya harus telusuri lagi," kata Amelita, Kamis.

Namun, hingga berita ini disusun, pernyataan tertulis itu belum diterima Kompas.com.

Polisi terus berjanji

Suasana rumah kos Wisma Widya di Kukusan, Beji, Depok yang ditempati <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/akseyna-ahad-dori' title='Akseyna Ahad Dori'>Akseyna Ahad Dori</a>, mahasiswa UI yang <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/tewas' title='tewas'>tewas</a> mengambang di Danau Kenanga UI. Di kamar kos ini petugas kepolisian melakukan pra rekonstruksi untuk mengungkap misteri <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/tewas' title='tewas'>tewas</a>nya Akseyna.
Warta Kota/Suasana rumah kos Wisma Widya di Kukusan, Beji, Depok yang ditempati Akseyna Ahad Dori, mahasiswa UI yang tewas mengambang di Danau Kenanga UI. Di kamar kos ini petugas kepolisian melakukan pra rekonstruksi untuk mengungkap misteri tewasnya Akseyna.

Enam tahun berlalu, enam kali pula jabatan Kapolres di Depok berganti.

Baik Kombes Ahmad Subarkah, Kombes Dwiyono, Kombes Harry Kurniawan, Kombes Herry Heryawan, Kombes Didik Sugiarto, hingga terakhir Kombes Azis Andriansyah, gagal menguak teka-teki pembunuhan Akseyna.

Keenamnya sudah dimutasi, bahkan beberapa di antaranya memperoleh promosi.

Pergantian kapolres selalu menerbitkan harapan baru bagi penyelesaian kasus ini.

Namun, pada akhirnya, tak ada harapan yang terlunasi selain penantian yang kian panjang.

Teranyar, Kapolres Metro Depok Kombes Imran Edwin Siregar yang menjabat mulai Januari lalu turut mencuatkan janji serupa.

"Itu (misteri kematian Akseyna) jadi utang, PR buat Polres Depok. Insya Allah, nanti kami lihat dulu. Saya baru satu hari (menjabat), nanti saya pelajari, nanti Insya Allah," kata Imran, Jumat (8/1/2021).

"Segala persoalan yang belum terselesaikan saya akan pelajari dulu, tapi insya Allah itu (misteri kematian Akseyna) pasti, harus," ujarnya.

Imran tidak merespons Kompas.com, baik melalui telepon maupun WhatsApp, sejak kemarin, untuk diwawancarai soal kabar terbaru pengusutan kasus ini yang sudah dilakukan jajarannya.

Mardoto juga tak pernah tahu kabar terbaru dari polisi. Polisi terakhir menyapanya 1,5 tahun silam. Itu pun bukan melaporkan perkembangan kasus.

"Pernyataan bahwa kasus ini terus dilakukan penyelidikan sampai terungkap pelakunya," kata Mardoto soal kabar terakhir itu.

"Tidak pernah update selama 1,5 tahun, tidak tahu perkembangan penyelidikan yang dilakukan polisi. Yang jelas, polisi janji menuntaskan, termasuk Kapolres Depok yang sekarang, menyatakan begitu di media," ungkapnya.

"Semoga yang dijanjikan itu, tahun ini terbukti. Kami sudah kenyang diberi janji, tapi enggak putus harapan."

Pada 2016 silam, Kasatreskrim Polres Metro Depok saat itu, Kompol Teguh Nugroho, menyampaikan bahwa tinggal satu alat bukti untuk bisa menangkap tersangka pembunuh Akseyna.

Teguh yakin, pembunuhnya orang terdekat Akseyna. Keyakinan itu juga dipegang Mardoto sampai sekarang.

"Masih menduga yang sama. Siapanya, enggak mungkin saya ungkapkan. Bagian dari pengumpulan informasi," kata Mardoto.

Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menganggap penyelesaian kasus Akseyna tidak gampang.

"Ini memang penyakit di kepolisian, menghadapi cold cases (kasus-kasus mangkrak), namun dengan gaya biasa," kata Adrianus kepada Kompas.com, Kamis.

"Kalau kita bicara pengalaman negara di luar negeri, Eropa terutama, maka kasus-kasus yang tidak bisa diungkap dimasukkan ke dalam cold cases yang kemudian cara penanganannya beda dengan kasus-kasus yang datang ke kepolisian dan asumsinya dapat dipecahkan dengan mudah," ia menjelaskan.

Adrianus beranggapan, struktur kinerja Polri tidak memungkinkan untuk mengusut kasus-kasus mangkrak semacam ini.

Polisi cenderung akan mengutamakan kasus-kasus hangat yang lebih terjamin pengungkapannya.

Meski demikian, Mardoto yakin, polisi masih memiliki kemampuan untuk mencari pembunuh Akseyna yang boleh jadi masih berkeliaran sampai sekarang.

"Polisi kan enggak kurang akal, dan dengan scientific investigation method, polisi punya kemampuan untuk itu, meski TKP rusak," kata Mardoto.

"Hanya, mau melakukan atau tidak?" ujarnya.

Pandangan Pakar Kriminolog

Pakar kriminologi Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menilai, mendeknya kasus pembunuhan Akseyna Ahad Dori alias Ace, mahasiswa UI, yang kini sudah genap enam tahun, menunjukkan titik lemah kepolisian.

Akseyna ditemukan tak bernyawa di Danau Kenanga UI tepat 6 tahun silam, 26 Maret 2021. Polisi sempat menduga dia meninggal bunuh diri, sebelum belakangan meralatnya sebagai pembunuhan.

"Ini memang penyakit di kepolisian: menghadapi cold cases (kasus mandek) dengan gaya biasa," ujar Adrianus kepada Kompas.com, Kamis (25/3/2021) malam.

"Kalau kita bicara pengalaman-pengalaman negara luar negeri, Eropa terutama, maka kasus-kasus yang tidak bisa diungkap dimasukkan ke dalam kelompok cold cases, yang cara penanganannya juga beda dengan kasus-kasus yang datang ke kepolisian dan asumsinya dapat dipecahkan dengan mudah," ujar dia.

Eks komisioner Kompolnas itu melanjutkan, kasus-kasus mangkrak itu idealnya dikerjakan di direktorat khusus tanpa mengejar kecepatan dan tanpa batasan biaya.

Dengan begitu, harapannya, kasus yang mulanya beku (cold) dapat kembali menghangat (hot) sehingga lambat-laun dapat terkuak.

Masalahnya, kata Adrianus, "Polri memperlakukan semua kasus cold dan hot cases sama".

Akibatnya, kasus-kasus sulit seperti pembunuhan Akseyna, yang tempat kejadian perkaranya (TKP) saja rusak, akan terus ada di tumpukan bawah, tertimbun kasus-kasus yang lebih mudah dipecahkan.

"Dengan sistem kinerja yang berlaku di kepolisian, misalnya sebagai anggota Polri di bidang serse, tentu kan saya ingin mencari poin, maka yang kemudian saya urus adalah kasus-kasus yang bisa mendatangkan poin, yang mudah, jelas buktinya, jelas saksinya, yang jelas pasalnya, yang TKP-nya tidak rusak," ungkap Adrianus.

"Cold cases makin ada di tumpukan bawah dari kasus-kasus yang bisa diselesaikan, kasus-kasus yang bisa menjanjikan kinerja, dan ketika ditarik anggaran dapat dipertanggungjawabkan dengan mudah karena output-nya jelas," ujar dia.

Adrianus menyarankan, kasus pembunuhan Akseyna dilimpahkan ke Mabes Polri dan diserahkan kepada para ahli yang bercokol di sana.

 Bagaimanapun, Polres Metro Depok dianggap terlalu kecil untuk bisa mengurai kasus serumit itu.

Apalagi, setelah enam tahun tak kunjung terungkap, pengungkapan kasus juga makin susah sebab saksi-saksi sudah terpencar dan memori mereka boleh jadi telah luntur.

"Jangankan yang bersifat penanganan khusus, yang untuk biasa-biasa saja SDM-nya kurang," tutup Adrianus.(km)

Artikel ini telah tayang di tribunbatam.id dengan judul Crime Story: Sudah 6 Kapolres Berganti, Kasus Kematian Mahasiswa UI Akseyna Belum Terungkap

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved