Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pembangunan Manusia Sulawesi Utara dari Kacamata Gender

Keadilan gender dapat terjadi jika tercipta kondisi porsi dan siklus sosial antara perempuan dan laki-laki yang setara, serasi, seimbang, dan harmonis

moderndiplomacy.eu
Ilustrasi kesetaraan gender 

Oleh:
Amarlia Putri Garini, SST
Staf Fungsi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Kabupaten Bolaang Mongondow

MEMPERINGATI Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret, isu kesetaraan dan keadilan gender antara perempuan dan laki-laki masih menjadi topik hangat untuk dibahas.

Dikutip dari situs Badan Pusat Statistik, istilah gender sendiri digunakan untuk menjelaskan perbedaan peran perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan.

Gender adalah pembedaan peran, kedudukan, tanggung jawab, dan pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat.

Sedangkan ketidakadilan gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial, sehingga baik perempuan maupun laki-laki menjadi korban pada sistem tersebut.

Keadilan gender akan dapat terjadi jika tercipta suatu kondisi dengan porsi dan siklus sosial antara perempuan dan laki-laki yang setara, serasi, seimbang, dan harmonis.

Dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), tujuan kelima adalah untuk mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.

Sejalan dengan TPB, salah satu agenda RPJMN 2020–2024 adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, diantaranya melalui peningkatan kualitas anak, perempuan, dan pemuda.

Pencapaian terhadap tujuan TPB dan agenda RPJMN tersebut dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Gender (IPG).

IPG merupakan indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia, yang sama seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tetapi dengan memperhatikan ketimpangan gender antara perempuan dan laki-laki.

IPM masih belum dapat menjelaskan disparitas pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan, sehingga UNDP merumuskan metode penghitungan Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang merupakan rasio antara IPM perempuan dan IPM laki-laki.

Sama halnya dengan penghitungan IPM, penghitungan IPG terdiri atas tiga dimensi, yaitu dimensi umur panjang dan hidup sehat, dimensi pengetahuan, dan dimensi standar hidup layak.

Dimensi umur panjang dan hidup sehat diwakili oleh Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH).

AHH didefinisikan sebagai rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir dan mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat.

AHH perempuan Sulawesi Utara sebesar 73,67 tahun pada tahun 2020. Sedangkan AHH laki- laki Sulawesi Utara sebesar 69,82 tahun pada tahun 2020.

Secara umum pada dimensi umur panjang dan hidup sehat, perempuan Sulawesi Utara memiliki AHH lebih tinggi dibandingkan laki-laki Sulawesi Utara.

Diduga beberapa penyebab AHH perempuan Sulawesi Utara lebih tinggi dari laki-laki Sulawesi Utara adalah karena faktor biologis serta perilaku hidup sehat.

Perempuan secara umum memilki perilaku hidup yang lebih sehat dibandingkan laki-laki.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah rokok yang dihisap oleh laki-laki Sulawesi Utara pada tahun 2019 selama satu minggu sebanyak 87 sampai 88 batang.

Sedangkan jumlah rokok yang dihisap oleh perempuan Sulawesi Utara pada tahun 2019 selama satu minggu sebanyak 76 sampai 77 batang.

Selain itu, Lemaire (2002) mengungkapkan bahwa secara biologis, perempuan memiliki gen dan hormon yang menguntungkan untuk hidup lebih lama dibandingkan laki-laki.

Dimensi pengetahuan diwakili oleh Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS).

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefiniskan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang.

HLS menjadi gambaran tentang keberhasilan pembangunan pada bidang pendidikan.

Sementara itu, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) didefiniskan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal dengan responden penduduk berusia 25 tahun ke atas.

HLS perempuan Sulawesi Utara mencapai 13,07 tahun pada tahun 2020. Sedangkan pada tahun yang sama, HLS laki-laki Sulawesi Utara sebesar 12,76 tahun.

Di sisi lain, RLS perempuan Sulawesi Utara sebesar 9,47 tahun pada tahun 2020. Sedangkan RLS laki-laki Sulawesi Utara mencapai 9,51 tahun pada tahun 2020.

Secara umum, HLS perempuan Sulawesi Utara lebih tinggi dibandingkan HLS laki-laki Sulawei Utara, tetapi RLS perempuan Sulawesi Utara lebih rendah dibandingkan RLS laki-laki Sulawesi Utara.

Artinya, perempuan Sulawesi Utara memiliki peluang untuk bersekolah lebih lama dibandingkan laki-laki Sulawesi Utara, tetapi jumlah tahun yang digunakan oleh perempuan Sulawesi Utara untuk menempuh pendidikan formal lebih rendah dibandingkan laki-laki Sulawesi Utara.

Pada tahun 2020, HLS perempuan Sulawesi Utara mencapai 13,07 tahun yang berarti secara rata-rata anak perempuan berusia 7 tahun yang masuk jenjang pendidikan formal memiliki peluang untuk bersekolah selama 13,07 tahun atau menamatkan pendidikan mereka hingga lulus Diploma I.

Pada tahun yang sama, RLS perempuan Sulawesi Utara sebesar 9,47 tahun yang berarti secara rata-rata, penduduk perempuan Sulawesi Utara yang berusia 25 tahun ke atas telah menempuh pendidikan selama 9,47 tahun atau hampir menyelesaikan pendidikan hingga kelas X (SMA kelas 1).

HLS merupakan capaian pendidikan jangka pendek sedangkan RLS menggambarkan capaian pendidikan jangka panjang, sehingga RLS perempuan Sulawesi Utara yang lebih rendah dibandingkan RLS laki-laki Sulawesi Utara perlu menjadi perhatian.

Dikutip dari situs Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, perbedaan capaian RLS antara laki-laki dan perempuan dipengaruhi banyak faktor yang saling terkait, salah satunya adalah budaya.

Budaya patriarki yang masih kuat di Indonesia menyebabkan anak perempuan lebih dikesampingkan untuk mendapatkan pendidikan dibandingkan anak laki-laki.

Terakhir, dimensi standar hidup layak diwakili oleh pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Pengeluaran per kapita yang disesuaikan digunakan sebagai pendekatan dalam menghitung pendapatan per kapita.

Pengeluaran per kapita yang disesuaikan pada perempuan Sulawesi Utara tahun 2020 sebesar Rp 9.980.000, yang berarti rata-rata pengeluaran perempuan Sulawesi Utara selama setahun sebanyak Rp 9.980.000.

Sedangkan pengeluaran per kapita yang disesuaikan pada laki-laki Sulawesi Utara tahun 2020 sebesar Rp 14.898.000, yang berarti rata-rata pengeluaran laki-laki Sulawesi Utara selama setahun sebanyak Rp 14.898.000.

Pengeluaran per kapita yang disesuaikan pada perempuan Sulawesi Utara lebih rendah dibandingkan pengeluaran per kapita yang disesuaikan pada laki-laki Sulawesi Utara.

Kondisi ini menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan ekonomi antara perempuan dan laki-laki di
Sulawesi Utara.

Kesenjangan ekonomi tersebut salah satunya diduga disebabkan oleh keterbatasan perempuan dalam memasuki pasar tenaga kerja pada lapangan usaha tertentu yang lebih membutuhkan tenaga kerja laki-laki, seperti pertambangan dan penggalian, angkutan dan pergudangan, dan sebagainya.

Sebagai perbandingan, pada tahun 2019 jumlah penduduk laki-laki Sulawesi Utara berumur 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu terakhir mencapai 747.062 jiwa.

Sedangkan jumlah penduduk perempuan Sulawesi Utara berumur 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu terakhir sebanyak 384.459 jiwa atau hanya sekitar 34 persen dari total penduduk Sulawesi Utara yang bekerja.

Dilihat dari tiga dimensi pembentuknya, IPG Sulawesi Utara pada tahun 2020 menempati posisi ke-3 di Indonesia dengan nilai sebesar 94,42.

Nilai IPG yang mendekati 100 menunjukkan semakin kecil ketimpangan yang terjadi antara perempuan dan laki-laki.

Tetapi nilai tersebut tidak dapat secara langsung dijadikan sebagai ukuran kesetaraan pembangunan gender, karena IPG yang bernilai tinggi bisa didapatkan dari IPM perempuan dan laki-laki yang keduanya tinggi
atau IPM perempuan dan laki-laki yang keduanya rendah.

Oleh karena itu, perlu untuk melihat capaian IPM laki-laki dan perempuan untuk memperjelasnya.

Pada tahun 2020, IPM perempuan Sulawesi Utara sebesar 72,08 sedangkan IPM laki-laki Sulawesi Utara sebesar 76,34.

Nilai tersebut menunjukkan bahwa pembangunan manusia di Sulawesi Utara baik perempuan maupun laki-laki telah mencapai kategori tinggi (70 ≤ IPM ≤ 80).

Meskipun demikian, capaian pembangunan perempuan Sulawesi Utara masih lebih rendah dibandingkan capaian pembangunan laki-laki Sulawesi Utara.

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan gender terutama dalam hal pembangunan manusia.

Dari dimensi umur panjang dan hidup sehat, dapat dilakukan upaya sosialisasi dan peningkatan pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, seperti penyuluhan mengenai bahaya merokok dan mengonsumsi alkohol baik bagi perempuan maupun lakilaki.

Pada dimensi pengetahuan, dapat dilakukan pemberian sosialisasi mengenai kesempatan belajar yang sama antara perempuan dan laki-laki bersamaan dengan pemerataan fasilitas pendidikan di seluruh wilayah Sulawesi Utara.

Sedangkan pada dimensi standar hidup layak dapat dilakukan berbagai pelatihan kerja serta memberikan kesempatan dan bantuan bagi perempuan Sulawesi Utara untuk berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja.

Dengan demikian, diharapkan pada masa yang akan datang Sulawesi Utara akan mampu mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan manusia. (*)

Baca juga: Indonesia Mendapat Dana Investasi Rp 140 Triliun Dari Persatuan Emirat Arab

Baca juga: Ini Potret Kemesraan Pasutri Hizkia Sinadia-Alfina Regina Citra Semasa Hidup, Korban Kecelakaan Maut

Baca juga: BLT Subsidi Gaji Karyawan Swasta 2021 Akan Dicairkan, Namun Ada Kriteria Penerimanya

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ketika Penegak Jadi Pemeras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved