Berita Bitung
Fakta Menarik Dari Sidang Praperadilan Dugaan Korupsi di Bitung, Irawan Sodorkan Alat Rekaman
Ada sejumlah fakta menarik dalam materi gugatan, dari pemohon gugatan praperadilan terhadap kepala Kejaksaan Negeri Bitung
Penulis: Christian_Wayongkere | Editor: David_Kusuma
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Ada sejumlah fakta menarik dalam materi gugatan, dari pemohon gugatan praperadilan terhadap kepala Kejaksaan Negeri Bitung terkait dengan penahanan yang dilakukan Kejari Bitung.
Terhadap tersangka tindak pidana Korupsi, pria AGT kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kota Bitung.
Secara bergantian fakta-fakta disampaikan oleh empat orang pengacara tersangka dalam sidang perdana, secara bergantian di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Bitung, Rabu (24/3/2021).
Baca juga: Masih Ingat Bayi Vania? Dibuang di Toilet Masjid, Kini Tumbuh Cantik dan Cerdas Berkat Venna Melinda
Baca juga: Ini Potret Kemesraan Pasutri Hizkia Sinadia-Alfina Regina Citra Semasa Hidup, Korban Kecelakaan Maut
Baca juga: Ini Potret Kemesraan Pasutri Hizkia Sinadia-Alfina Regina Citra Semasa Hidup, Korban Kecelakaan Maut
Irawan SH MH satu diantara pengacara menjelakan, terkait dengan jawaban termohon atas gugatan pemohon,
Irawan melihat ada 42 halaman dalam gugatan sudah mendalilkan apa yang dilakukan kejaksaan negeri Bitung
sudah mengangkangi undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintah.
Irawan melihat inti dari jawaban termohon atas gugatan pemohon intinya mereka tidak mesti patuh,
karena dalam perkara tindak pidana korupsi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kota Bitung.

Selain itu jawaban jaksa, ada 20 item kegiatan pengadaan barang dan jasa di Dinas itu yang belum dilakukan pemeriksaan oleh inspektorat.
"Pertanyaan, kalau memang belum ada hasil pemeriksaan sesuai jawban termohon artinya mereka sudah overlaping atau mendahului inpektorat. Harusnya kalau belum ada hasil pemeriksaan inspektorat,
tunggu dulu hasilnya. Karena perintah undang-undang nomor 30 tahun 2014 membedakan antara pertanggung jawaban pribadi dan administrasi," kata Irawan.
Baca juga: Masih Ingat Hakim Suparman Nyompa? Bikin Rizieq Shihab Duduk Jadi Terdakwa, Punya Pesantren Gratis
Baca juga: Matangkan KLHS RPJMD 2021-2026, Pemkot Tomohon Gelar Konsultasi Publik
Baca juga: Sekprov Edwin Silangen Dorong Bapenda Segera Terapkan Digitalisasi Transaksi Pajak dan Retribusi
Irawan kembali menekankan, harusnya mengedepankan APIP (aparat pengawas internal pemerintah) dalam hal ini inspektorat.
Ketika Apip melihat ada kerugian negara, diberikan tuntutan ganti rugi (TGR).
Setelah dari itu,TGR itu harus kembalikan dalam waktu 60 hari jika tidak muncul temuan oleh Inspektorat yang kemudian dituangkan dalam bentuk laporan yang diteruskan kepada aparat penegak hukum (APH).
Baca juga: Zlatan Ibrahimovic & Cristiano Ronaldo Impikan Ukir Sejarah di Piala Dunia 2022
Baca juga: Podeng, Tranding di Minsel Gara-gara Video Viral Anggota Polisi Kepergok Sekamar dengan Isteri Orang
Baca juga: Golkar Sulut Masih Akan Andalkan Tetty Paruntu, PDIP Banyak Stok, Nasdem Itu-itu Juga
Hal ini sama sekali tidak terjadi, Inspektorat tidak bekerja tidak ada rekomendasi apa-apa malah kejaksaan sudah masuk melakukan penelusuran.
Irawan kemudian mengibaratkan, proses hukum yang dialami kliennya seperti 'baku dusu seekor ikan, mar ikan itu ikan garam'.
"Tidak jelas ini, apa yang diburu di kejar. Sehingga dalam guguatan praperadilan orang yang makan buah Nangka klien kami kena getahnya," tegasnya.
Baca juga: Sosok Putri Purnaningrum, Anak Raja Solo yang Dinikahi Pria Rakyat Biasa
Baca juga: Zlatan Ibrahimovic & Cristiano Ronaldo Impikan Ukir Sejarah di Piala Dunia 2022
Pihaknya menilai, dalam proses penahanan terhadap kliennya harus selesaikan dulu proses di inspektorat, kalau ada temuan mana TGR nya. Ini dilangkahi oleh pihak termohon dalam hal ini pihak kejaksaan negeri Bitung.
Lanjutnya, sejak awal persidangan pihaknya menaruh kecurigaan yang mulai terbukti dalam sidang awal.
Pertama kata Irawan, permohonan sidang praperadilan lakukan pada tanggal 9 Maret 2021. Kemudian Rabu 24 Maret 2021 berlangsung sidang perdana, ini memakan waktu dua minggu.

"Lalu diawal sidang, yang dilarang pasal 127 RV apabila kami merubah pokok gugatan. Kami tidak merubah, tapi menambahkan apa yang belum di tambahkan dalam tuntutan kami yang ada dalam dalil posita kami ada. Kecuali tidak ada di posit dan tiba-tiba di petitum ada, itu salah," kata Irawan.
Dalam pasal 127 RV, pemohon dibenarkan untuk melakukan perubahan atau penambahan selama tidak merubah pokok gugatan atau substansi dan belum dijawab termohon.
Lanjutnya, di awal persidangan pihaknya sudah sampaikan akan tambahkan dan tidak ubah substansi gugatan.
Baca juga: Masyarakat Masih Bisa Nikmati Stimulus Listrik hingga Juni 2021
Baca juga: Sosok Putri Purnaningrum, Anak Raja Solo yang Dinikahi Pria Rakyat Biasa
Dan hakim bilang tidak boleh. Ini sebenarnya tidak boleh dilakukan atau diucapkan dihadapan termohon, melainkan bisa disampaikan dalam keputusan.
"Kami lalu menyodorkan alat rekaman, lalu bertanya lagi terkait itu namun hakim tidak bicara. Kalau hakim berdasarkan keyakinan yang reprentif kami tidak ulangi masalah itu.
Saya katakan tindakan hakim sudah lampaui kewenangannya, menduga apakah hakim memang tidak mampuni dalam hal ini karena praperadilan tipikor tidak semua orang bisa pahami," jelasnya.
Irawan jelaskan dalam sidang praperadilan, mekanismenya sama seperti hukum acara perdata.
Hakim bersifat pasif, tinggal duduk. Para pihak yang bersengketa, dalam menguji administrasi tidak boleh melebihi kewenangannya.
"Di praperadilan hakim hanya menguji alat bukti, berbeda dengan kasus pidana hakim bersifat aktif. Sementara dalam sidang praperadilan ini hakim mendengarkan arus lalu lintas antara pemohon dan permohon lalu kumpul berkas tertulis," terangnya.
Baca juga: Pemkab Bolsel Tertarik Program ASN Peduli BPJamsostek
Sementara itu Humas Pengadilan Bitung Rio Mamonto dalam keterangannya terkait yang disampaikan pengacara Irawan, tentang teknis waktu pelaksanaan sidang praperadilan.
Rio bilang, Hakim tegas menentukan jadwal persidangan tujuh hari untuk menyelesaikan perkara praperadilan sebagaimana di tentukan oleh undang-undang.
"Waktunya tujuh hari untuk perkara praperadilan. Secara teknis persidangan harus disegerakan, kalau lewat maka kami hakim yang menyidangkan perkara tersebut akan di periksa," kata Rio.
Dalam waktu tujuh hari Hakim harus tuntukan sidang, meminimalisir waktu agar tujuh hari itu selesai agar tidak bertentangan undang-undang.(crz)
Baca juga: Angkasa Pura I dan Pemkab Bolsel Perpanjang Kerja Sama Promosi Pariwisata
YOUTUBE TRIBUN MANADO: