Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kecelakaan Pesawat Sriwijaya Air

Penyebab Jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 Mulai Terungkap Mesin Hidup Saat Hantam Laut, Elevator Copot?

Meski demikian, sejumlah pendapat dan dugaan mengenai kronologi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 disampaikan oleh sejumlah pihak.

Editor: Indry Panigoro
YouTube Kompas TV
Kolase foto tim SAR penyelam menemukan uang tunai dan pakaian yang diduga milik korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182, Selasa (12/1/2021) 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Teka-teki penyebab jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 terus  menjadi tanda tanya publik.

Di tengah duka dunia penerbangan, tentunya warga Indonesia penasaran dengan apa yang terjadi hingga apa yang menyebakan pesawat tersebut jatuh ke laut.

Diketahui, Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh di laut pada Sabtu (9/1/2021) lalu.

Pesawat tersebut diduga tidak mengalami ledakan saat berada di udara.

Sementara pengamat penerbangan menyebut kemungkinan elevator copot.

Baca juga: Pasangan Kekasih Ini Diduga Pakai KTP Orang Lain Naik Pasangan Sriwijaya Air, Ini Pemintaan Keluarga

Hingga saat ini, bagaimana sebenarnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh ke laut masih menjadi misteri.

Kepastian akan kronologi jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 beserta penyebabnya diperkirakan akan terungkap saat Komisi Nasional Keselamatan Transportasi ( KNKT ) telah menyelesaikan investigasi melalui kotak hitam atau black box Sriwjaya Air SJ 182.

Meski demikian, sejumlah pendapat dan dugaan mengenai kronologi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 disampaikan oleh sejumlah pihak.

Diduga mesin pesawat dalam kondisi hidup dan pesawat tidak meledak sebelum akhirnya terjun ke laut. 

Berikut rangkumannya sebagaimana dihimpun Tribunnews.com, Selasa (12/1/2021). 

1. Diduga Tidak Meledak, Mesin Masih Hidup 

Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono menduga mesin pesawat Sriwijaya Air SJ 182 masih hidup sebelum akhirnya pesawat terjun ke laut.

Dugaan itu dikemukakan berdasar fakta pesawat tercatat berada pada ketinggian 250 kaki sebelum hilang kontak.

Hal itu terekam dalam data radar (ADS-B) dari Perum Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav Indonesia).

"Terekamnya data sampai dengan 250 kaki, mengindikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data," kata Soerjanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (11/1/2021) sebagaimana diberitakan Kompas.com.

Anggota Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memeriksa bagian pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta - Pontianak yang jatuh di perairan Pulau Seribu di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (10/1/2021). Temuan bagian pesawat selanjutnya akan diperiksa oleh KNKT sedangkan potongan tubuh korban diserahkan kepada DVI Polri untuk identifikasi lebih lanjut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Anggota Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memeriksa bagian pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta - Pontianak yang jatuh di perairan Pulau Seribu di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (10/1/2021). Temuan bagian pesawat selanjutnya akan diperiksa oleh KNKT sedangkan potongan tubuh korban diserahkan kepada DVI Polri untuk identifikasi lebih lanjut. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Berdasar data itu, lanjut Soerjanto, Sriwijaya Air take off pada pukul 14.36 WIB.

Pesawat kemudian terbang ke arah barat laut dan mencapai ketinggian 10.900 kaki pada pukul 14.40 WIB.

Namun, pesawat menurun dan data terakhir menunjukkan pesawat berada di ketinggian 250 kaki hingga akhirnya tak terpantau radar.

Soerjanto juga menduga pesawat tidak meledak sebelum terjun ke laut.

Hal ini didasarkan pada adanya sebaran puing-puing pesawat dengan besaran lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter yang didapat dari KRI Rigel.

"Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," jelasnya.

Dugaan ini diperkuat dengan temuan Basarnas berupa mesin turbine disc dengan fan blade yang mengalami kerusakan.

"Kerusakan pada fan blade menunjukkan bahwa kondisi mesin masih bekerja saat mengalami benturan. Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih berfungsi sampai dengan pesawat pada ketinggian 250 kaki," ungkap dia.

2. Pengamat Penerbangan Sebut Kemungkinan Elevator Copot

Dikutip dari TribunTimur, pengamat penerbangan Andi Isdar Yusuf menduga jatuhnya pesawat Sriwijaya Air disebabkan oleh elevator yang copot.

Lepasnya elevator itu mengakibatkan pesawat terjun bebas ke laut.

Menurut Andi, elevator adalah kompartemen penting dalam penerbangan.

Ketika elevator lepas, pilot tak bisa berbuat banyak.

“Dugaan saya, elevator Pesawat Sriwijaya Air SJ82 copot. Ini kompartemen penting dalam pesawat."

"Kalau ini copot, pilot tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Andi Isdar Yusuf via telepon, Senin (11/1/2021) pagi.

Pencatatan dilakukan di Posko SAR Terpadu Jakarta International Container Terminal (JICT) 2 Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Pencatatan dilakukan di Posko SAR Terpadu Jakarta International Container Terminal (JICT) 2 Tanjung Priok, Jakarta Utara. (Tribunnews.com/Fahdi Fahlevi)

Andi mengatakan, begitu elevator copot, pesawat terjun ke laut.

Ia menduga pesawat menghantam hingga ke dasar laut mengingat kedalaman laut yang dangkal sekira 23 meter. 

Alumnus Universitas Hasanudin ini melanjutkan, elevator yang ia maksud terletak di bagian belakang pesawat.

“Letaknya itu di belakang, saya horisontal di ekor pesawat,” kata dia. 

Elevator berbentuk sirip horizontal yang memiliki fungsi kontrol mengarahkan badan pesawat naik atau turun.

Selanjutnya mengangkat atau menurunkan ketinggian pesawat dengan mengubah sudut kontak sayap pesawat.

“Jadi elevator itu naik-turun. Dulu digerakkan pakai kabel, sekarang sudah nirkabel, otomatis," ujarnya.

"Saya menduga, elevatornya itu copot karena perawatan yang tidak maksimal.

"Itu kan semacam engsel yang bergerak naik-turun, bisa saja karatan, atau hal lain."

"Makanya faktor perawatan sangat penting,” jelas Andi Isdar Yusuf.

Bila elevator bergerak ke atas, kontak elevator dengan udara akan menekan turun bagian ekor pesawat, secara otomatis, hidung pesawat akan mengarah ke atas.

Ini akan menyebabkan sayap pesawat mengangkat ketinggian badan pesawat karena sudut kontak sayap pesawat dengan udara bertambah. Demikian pula sebaliknya.

“Coba bayangkan, di ketinggain ribuan meter, dengan kecepatan tinggi, elevator Sriwijaya Air SJ-182 yang begitu signifikan fungsinya copot atau tidak berfungsi,” kata Andi Isdar Yusuf.

Foto udara dari pesawat CN 295 milik TNI AU saat melakukan proses pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di sekitar perairan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, Minggu (10/1/2021). Dari udara terlihat tim SAR gabungan mencari serpihan dan korban pesawat Sriwijaya Air SJ 182 serta terlihat tumpahan minyak yang diduga bahan bakar Sriwijaya Air SJ 182. Tribunnews/Jeprima
Foto udara dari pesawat CN 295 milik TNI AU saat melakukan proses pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di sekitar perairan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, Minggu (10/1/2021). Dari udara terlihat tim SAR gabungan mencari serpihan dan korban pesawat Sriwijaya Air SJ 182 serta terlihat tumpahan minyak yang diduga bahan bakar Sriwijaya Air SJ 182.  (Tribunnews/Jeprima)

Beda jika salah satu mesin yang rusak atau tidak berfungsi.

Jika kondisi ini yang terjadi, kata Andi Isdar Yusuf, maka pilot masih punya waktu untuk melakukan kontak dengan pihak luar..

“Dan pasti, jika salah satu mesin yang rusak, pilot akan kembali. Yang seperti ini sering kami alami dulu dan pilot pasti kembali.

"Tapi kalau elevator yang rusak, copot, tidak ada pilihan, langsung terjun bebas itu pesawat,” jelas Andi Isdar Yusuf.

Lebih lanjut, Andi Isdar Yusuf mengatakan, sebenarnya elevator Pesawat Sriwijaya Air SJ82 sudah berfungsi dan kondisi pesawat sudah melewati masa krusial penerbangan.

Karena suDah mengangkasa. Sebab, masa krusial dan saat paling kritis dalam penerbangan adalah ketika pesawat akan naik. Dan ini hanya seper sekian detik.

“Begitu pesawat sudah... tek, naik, itu berarti elevator sudah berfungsi dan masa kritis berakhir."

"Tapi mungkin ini elevatornya copot saat sudah naik ribuan meter,” kata Andi Isdar Yusuf.

Meski demikian, Andi Isdar Yusuf menegaskan, penyebab Sriwijaya Air SJ 182 jatuh belum bisa dipastikan.

Semua pihak harus menunggu hasil kajian KNKT, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sebagai pihak berwenang.

“Setelah itu dicari kotak hitam. Nah, setelah semuanya itu, barulah dilakukan pengkajian penyebab jatuhnya."

"Dan hasil kajian NKT itulah yang akan mengungkap penyebab sriwijaya air jatuh."

"Jadi kita tunggu hasil kajian KNKT tentang penyebab Swirijaya Air Jatuh,” kata Andi Isdar Yusuf

(Tribunnews.com/Daryono) (Sumber: Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya, TribunTimur, AS Kambie)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dugaan Kronologi Sriwijaya Air SJ 182 Jatuh: Mesin Masih Hidup sebelum Hantam Laut, Elevator Copot.

Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul ELEVATOR Copot, Mesin Hidup Saat Hantam Laut, Kronologi Sriwijaya Air SJ 182 Jatuh Mulai Terungkap, https://bangka.tribunnews.com/2021/01/13/elevator-copot-mesin-hidup-saat-hantam-laut-kronologi-sriwijaya-air-sj-182-jatuh-mulai-terungkap?page=all

Kunjungi channle Youtube kami:

Sumber: Bangka Pos
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved