Sejarah
20 Desember 1945 Otto Iskandardinata Berpulang, Sosok Pahlawan yang Dijuluki Si Jalak Harupat
Jalak Harupat adalah julukan untuk seorang Pahlawan Nasional Indonesia bernama Raden Otto Iskandardinata.
Meski waktunya banyak tersita karena pekerjaannya sebagai seorang pendidik, ia masih sempat melungkan waktunya untuk berorganisasi.
Di Pekalongan, Otto Iskandardinata bergabung dengan Budi Utomo dan kemudian diangkat menjadi wakil Budi Utomo dalam Dewan Kota Pekalongan.
Dalam dewan itu ia seringkali mengkritik pengusaha-pengusaha perkebunan Belanda yang bertindak kasar dan sewenang-wenang terhadap petani.
Otto Iskandardinata tetap bertahan dengan pendapatnya dan terbukti dialah yang benar.
Karena perselisihannya dengan Residen Pekalongan, Otto Iskandardinata kemudian dipindahkan ke tempat lain.
Namun, pemerintah kolonial Belanda merasa khawatir akan pengaruhnya sehingga Otto Iskandardinata dipindahkan ke Jakarta dan mengajar di Perguruan Muhammadiyah.
Sebelum pindah, Otto Iskandardinata sempat memprakarsai berdirinya “Sekolah Kartini” bagi anak-anak remaja puteri di kota itu.
Kepindahannya ke Jakarta justru mendorongnya untuk lebih aktif berorganisasi.
Selain mengajar, Otto Iksandardinata juga menjadi anggota Paguyuban Pasundan yang bertujuan untuk melestarikan ikatan primordial atau kedaerahan tetapi sebagai sarana memperjuangkan kepentingan rakyat.
Otto Iskandardinata mula-mula menjabat sebagai anggota Pengurus Besar, kemudian menjadi ketua.
Berkat kepemimpinannya, berbagai kemajuan dicapai oleh Paguyuban Pasundan, sehingga berhasil mendirikan sekolah, bank, dan berbagai yayasan sosial yang bermanfaat untuk rakyat banyak.
Pada 1930 Otto Iskandardinata diangkat menjadi anggota Volksraad untuk yang kedua kalinya, namun kali ini Otto Iskandardinata mewakili Paguyuban Pasundan.
Pidato-pidatonya dalam Volksraad tak henti-hentinya mengecam Pemerintah Belanda.
Karena itu, ia sering disuruh berhenti waktu sedang berpidato.
Di dewan itu, keanggotaannya dalam Volksraad dicabut pada 1935, namun ia masih tetap aktif di Paguyuban Pasundan.
Atas usaha Otto Iskandardinata, Paguyuban Pasundan bergabung dengan Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Kemudian sesuai dengan kecenderungan organisasi dan partai politik pada waktu itu, pada 1939 Paguyuban Pasundan bergabung ke Gabungan Politik Indonesia (Gapi).
Pada masa pendudukan Jepang, semua partai dan organisasi massa dibubarkan dan dilarang berdiri.
Keaktifannya berorganisasi pun terhenti.
Karena alasan itu, Otto Iskandardinata memindahkan kegiatan ke bidang lain, yakni bidang kewartawanan dengan menerbitkan surat kabar Warta Harian Cahaya.
Nyatanya, meski telah memiliki profesi baru sebagai seorang jurnalis tak lantas membebaskannya dari kegiatan berorganisasi.
Ia kemudian diangkat menjadi anggota PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), Jawa Hokokai (Badan Kebaktian Rakyat Jawa), kemudian menjadi anggota Cuo Sangi In (Dewan Perwakilan Rakyat buatan Jepang).
Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, Otto Iskandardinata duduk dalam Badan Penyelidik Usaha-usha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Dalam kapasitasnya sebagai anggota panitia itu, ia turut serta menyusun Undang-Undang Dasar 1945.
Pascakemerdekaan RI, Otto Iskandarsinata diangkat menjadi Menteri Negara.
Di samping itu, Otto Iskandardinata juga menjadi pemimpin Badan Pembantu Prajurit, ia juga turut andil dalam membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian berkembang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Misteri Kematian
Masalah pembentukan BKR cukup riskan dan sensitive lantaran melibatkan sejumlah pihak dari latar belakang militer berbeda, di antaranya mantan anggota Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho bentukan Jepang, serta bekas prajurit KNIL bentukan Belanda.
Tidak semua pihak setuju dengan upaya penyatuan para mantan tentara itu ke dalam BKR.
Mereka yang tidak sepakat kemudian membentuk laskar-laskar sendiri dan cenderung tidak menyukai gaya diplomasi untuk peralihan pemerintahan sepenuhnya dari Jepang seperti yang diusulkan Otto Iskandardinata.
Mereka pun memilih bertindak lebih frontal.
Kendati belum sepenuhnya terbukti, tapi ditengarai dari situlah asal-muasal maut yang menjemput Otto.
Beberapa kepingan referensi menyebut bahwa Otto diculik oleh salah satu laskar yang bermarkas di Tangerang, pada 19 Desember 1945, dan dibawa ke suatu tempat di pesisir Pantai Mauk.
Versi lain tentang pembunuhan Otto Iskandardinata diungkap Iip D. Yahya dalam Oto Iskandar di Nata: The Untold Stories (2017).
Iip menelusuri catatan sidang pengadilan Mujitaba dkk, tersangka pembunuhan Otto, pada 1957.
Anggota Laskar Hitam yang menculik Otto, menurut Iip, termakan desas-desus yang disebarkan agen-agen NICA bahwa Otto adalah mata-mata Belanda.
Tujuan NICA menyebarkan isu ini tentu saja untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap menghalangi upaya rekolonisasi Belanda.
Kemungkinan lain adalah Otto dituduh menguasai uang senilai satu juta gulden yang didapat dari seorang perwira Jepang bernama Ichiki Tatsuo.
Uang tersebut berasal dari dana rampasan perang ketika Jepang berhasil mengusir Belanda dari Indonesia.
Ketika para eksekutor hendak menghabisi Otto Iskandardinata, mereka berteriak, “Mata-mata musuh yang menjual kota Bandung satu miliun! Agen NICA!”
"Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, di antara para perwira Jepang yang memiliki akses pada uang rampasan, ada yang memilih untuk memberikannya kepada tokoh-tokoh Indonesia yang mereka percayai, untuk digunakan sebagai bekal perjuangan. Uang itu berasal dari rampasan perang ketika Jepang mengalahkan Belanda sejak 8 Maret 1942, maka uangnya berupa gulden Belanda," ujar Iip.
Satu hal yang paling menarik dari kemungkinan tersebut adalah informasi Otto menguasai uang satu juta gulden pasti sangat terbatas pada kalangan elit semata.
Hampir tidak mungkin anggota-anggota laskar dari pinggiran Tangerang mengetahui informasi macam ini.
Menurut Iip, boleh jadi ada tokoh lain yang memerintahkan Laskar Hitam menghabisi Otto.
Hingga saat ini, jenazah Otto Iskandardinata masih belum ditemukan.
(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)
Baca juga: Mulai Rp 70 Juta, Berikut Daftar Harga Mobil Bekas Daihatsu Terios
Baca juga: Doa Sayyidina Ali, Panjatkan di Saat Sakit & Dalam Kesulitan
Baca juga: Mimpi dari Allah Menurut Pandangan Al-Quran dan Hadits Serta Pendapat Para Ulama
SUMBER: https://www.tribunnewswiki.com/2019/08/04/pahlawan-nasional-raden-otto-iskandardinata