Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Omnibus Law

Kasus Demo Buruh di Konawe, Pengamat Sebut Masih Ada Persoalan Belum Selesai dalam Omnibus Law

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Konawe Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Yudi Kristanto membenarkan kronologi kejadian demo ricuh hingga berakhir

Editor: Aldi Ponge
Facebook
Jannus T Holomoan Siahaan 

Penulis Jannus TH Siahaan, Pengamat Pertambangan dan Lingkungan

TRIBUNMANADO.CO.ID - Serikat dan Perlindungan Tenaga Kerja (SPTK) Kabupaten Konawe bergabung dengan Dewan Pengurus Wilayah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional Sulawesi Tenggara melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran pada Senin( 14/12/2020).

Mereka meminta kejelasan perusahaan milik PT Virtue Dragon Nickel Industry di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, terkait perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) karyawan VDNI yang jangka waktu pekerjaannya lebih dari 36 bulan, agar diangkat menjadi karyawan tetap di PT VDNI.

Mengutip CNN Indonesia, dalam aksi unjuk rasa itu massa yang merupakan pekerja smelter juga melakukan aksi pembakaran fasilitas milik perusahaan.

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Konawe Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Yudi Kristanto membenarkan kronologi kejadian demo ricuh hingga berakhir dengan pembakaran fasilitas pabrik pemurnian nikel di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe tersebut.

Pemerintah sangat perlu memberikan atensi pada peristiwa ini, karena ternyata masih ada persoalan krusial yang belum selesai di dalam Omnibus Law yang bisa berujung buruk pada prospek investasi pertambangan di Sulawesi khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

Untuk itu,  perlu tim khusus yang bertugas mengevaluasi persoalan relasi perusahaan tambang dengan para pekerja secara langsung ke lapangan.

Selain untuk merumuskan pendekatan baru yang lebih diterima oleh semua pihak, tim juga bisa sekaligus bertugas untuk segera membangun rekonsiliasi antara manajemen perusahaan,  investor,  pekerja,  dan masyarakat setempat.

Tentu jika ada pelanggaran hukum dan tindakan kriminal di balik peristiwa tersebut harus diusut tuntas.

Tapi perkaranya bukan semata itu,  lebih kepada konstruksi relasi antara para pihak yang belum saling menguntungkan. 

Tidak berarti jika Jakarta sudah "ok" maka urusan beres dan investor bisa seenaknya di daerah. 

Semua pihak harus diajak duduk bersama,  dijabarkan konsesi-konsesi yang pantas untuk semua pihak yang berkepentingan,  terutama teehadap pekerja. 

Jangan sampai setelah pengesahan UU Omnibus Law hubungan industrial dimaknai oleh para investor hanya sebatas hubungan dengan Jakarta. 

Peristiwa yang terjadi di PT VDNI ini bukan peristiwa pertama.

Sudah sangat sering terjadi peristiwa serupa di kawasan industri tambang di Sulawesi. Kesannya negara tidak hadir di unit bisnis tersebut sehingga kejadian berulang.

Jadi pemerintah memang sangat perlu duduk bersama dengan semua pihak

Apalagi,  nikel adalah salah satu komoditas andalan masa depan Indonesia yang memiliki nilai ekonomi dan nilai geopolitik. 

Pemerintah harus benar-benar jelas soal pertambangan nikel. 

Tidak hanya mengundang sebanyak-banyaknya investor, lalu membiarkan mereka berjibaku dengan segala urusan yang muncul di lapangan.  Posisi pemerintah harus jelas. 

Jika ingin memberi prioritas pada sektor pertambangan nikel ini,  maka urusan investasi di komoditas nikel harus "clear" dari hulu sampai hilir,  jika tidak,  hal yang sama akan terus terulang.

5-10 tahun terakhir elit memang terlihat semakin menyadari bahwa isu pertambangan bukan sebatas terkait resource nikel cukup tersedia atau tidak.

Tapi juga ada isu lain yakni isu lingkungan dan sosial. Hal positif dengan telah munculnya kesadaran pemerintah terkait isu sosial dan lingkungan namun tentang bagaimana pemerintah mengelola industri pertambangan sepertinya belum memiliki desain yang bener dan aplikatif di lapangan.

Yg dilakukan pemerintah selama ini hanya sebatas profiling tambang nikel dari sisi wilayah SDA-nya,  ada tidaknya lembaga pendidikan yang bisa menyuplai SDM di sektor pertambangan, dan perkiraan jumlah cadangan SDA.

Dalam pandangan saya, semua isu itu sudah diketahui sejak lama oleh investor.

Dan saat ini yang justru semakin menguat justru kepedulian pasar terhadap isu lingkungan dan sosial terkait produk industri ekstraktif. Negara justru masih belum sukses hadir terkait kedua isu tsb.

Negara terkesan justru lepas tangan, dibiarkan saja jika  ada konflik menyangkut isu lingkungan dan sosial  dibenturkan antara korporasi dengan masyarakat.

Padahal jika terjadi bakar-bakaran seperti kerusuhan di PT VDNI Konawe,  sumber soalnya adalah isu sosial yang notabene tak diurus negara.

Sejauh ini, negara tidak pernah serius dan kritis dalam berpikir untuk memitigasi persoalan di sektor pertambangan khususnya terkait isu lingkungan dan isu sosial. 

Belum lagi, fakta lainnya yaitu ketat saat memberikan izin namun justru longgar bahkan tidak mengawasi implementasi izin yang telah dikeluarkan.

Isu yang menjadi konsumsi publik, izin setelah didapat perusahaan menjadi  ruang negosiasi informal yang ilegal. (Rilis)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Relawan Palsu dan Politik Rente

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved