Sumpah Pemuda
Soegondo Djojopoespito, Pemimpin Kongres Lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Ini Sosoknya
Soegondo Djojopoespito pernah menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia, anggota PNI, PSI, dan BPKNIP.
Majalah ini sebenarnya dilarang masuk Indonesia.
Soegondo kemudian diberikan majalah tersebut oleh temannya.
Majalah ini membakar semangat Soegondo dan menyadarkannya tentang arti persatuan.
Karena semakin tertarik dengan pergerakan kebangsaan, Soegondo sering datang ke rumah Agus Salim untuk berdiskusi.
Dia meminjamkan majalah terlarang tersebut ke teman-temannya.
Mereka berdiskusi politik setiap seminggu sekali.
Soegondo dan empat temannya, yakni Suwiryo, Sigit, Gularso, dan Darwis, mendirikan sebuah perkumpulan mahasiswa bernama Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI).
Kelima orang tersebut bertugas menghubungi para mahasiswa baru dan perkumpulan pemuda untuk menanamkan persatuan Indonesia.
Bahkan mereka pernah membuat pamflet rahasia yang berisi ajakan menggulingkan pemerintah jajahan.
Pada 1927, Sigit meletakkan jabatannya sebagai Ketua PPPI karena ditunjuk sebagai Indonesische Clubgebouw (IC).
IC beralamat di Kramat 106 dan menjadi tempat diskusi para pemuda pergerakan.
Pada 1928, Soegondo telah menjadi simpatisan Partai Nasional Indonesia.
Soegondo dan Suwiryo sering menghadiri rapat-rapat PNI.
Pernah suatu ketika, mereka diikuti agen polisi rahasia.
Namun, Soegondo dan Suwiryo menjebak agen tersebut.
Mereka berdua sengaja melewati jembatan sempit dan diikuti sang agen.
Ketika sudah di tengah jembatan, mereka berdua berbalik arah dan bertemu dengan agen tersebut di tengah jembatan.
Soegondo pun berkata, "Marilah bang, kembali saja. Ini malam abang tidak usah cape-cape mengikuti kita. Duduk saja di tempat abang biasa nungguin kita. Sebab ini malam kita enggak pergi ke mana-mana."
Agen tersebut terkejut dan malu.
Ketika PNI pecah menjadi Partindo dan Pendidikan Nasional Indonesia, Soegondo masuk Pendidikan Nasional Indonesia.
Soegondo bertugas memberi kursus pada kader-kader Pendidikan nasional.
Ketika tokoh-tokoh Pendidikan Nasional Indonesia ditangkap, rumah Soegondo juga digeledah.
Dia diinterogasi di kantor polisi dan dijatuhi hukuman larangan mengajar.
Soegondo termasuk satu di antara pendiri Partai Sosialis Indonesia (PSI).
Dia menjadi anggota Politbiro dan Ketua PSI Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Kongres Pemuda II
Soegondo ditunjuk menggantikan Sigit sebagai ketua PPPI pada 1927.
Sementara itu, usaha untuk mempersatukan perkumpulan permuda yang telah dirintis Kongres Pemuda I terus dilanjutkan.
Pada rapat pertemuan 20 Februari 1927, PPPI ikut ambil bagian.
PPPI kemudian mengambil inisiatif untuk mengadakan pertemuan-pertemuan selanjutnya.
PPPI mendesak semua perkumpulan pemuda agar melebur ke dalam suatu perkumpulan pemuda yang berdasarkan kebangsaan.
Namun, bentuk peleburan fusi atau federasi masih menjadi perdebatan.
Maka, dalam suatu pertemuan wakil-wakil perkumpulan pemuda diputuskan membawa persoalan tersebut dalam suatu rapat umum atau kongres.
Untuk itu, dibentuk suatu paniti yang terdiri dari wakil-wakil perkumpulan pemuda.
Mereka membentuk suatu kepanitiaan pada Juni 1928, dengan rincian sebagai berikut:
Ketua Soegondo Djojopoespito, dari PPPI
Wakil Ketua: Djoko Marsaid, dari Jong Java
Sekretaris: Moh. Yamin dari Jong Sumatmnen Bond
Bendahara: Amir Syarifudin, dari Jong Bataks Bond
Pembantu: I Djohan Moh. Tjai, dari Jong Islamieten Bond
Pembantu II: Kotjosungkono, dari Pemuda Indonesia
Pembantu III; Sunduk, dari Jong Celebes
Pembantu IV: J. Leimena, dart Jong Ambon
Pembantu V: Rohyani, dari Pemuda Kaum Betawi
Mereka menyusun kongres yang dibagi jadi tiga rapat pada 27-28 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongelingen Bond, Oost Java Bioscoop Koningsplein Noord, dan Indonesisch Clubhuis Kramat 106.
Tidak hanya kalangan pemuda yang hadir, tetapi juga dari partai politik, Dewan Rakyat, pers, dan juga orang Belanda.
Rapat kemudian dibuka oleh Soegondo.
Menurut dia, Kongres Pemuda I (1926) digelar atas nama patitia yang tidak berhubungan sama sekali dengan pehimpunan pemuda, sedangkan Kongres Pemuda II terdiri dari wakil-wakil perkumpulan pemuda.
Selain itu, Kongres Pemuda I hanya bertujuan menyiarkan perasaan persatuan Indonesia, sedangkan Kongres Pemuda II bertujuan menguatkan perasaan tersebut.
Soegondo menutup pidatonya dengan seruan “Perangilah pengaruh cerai-berai dan majulah terus ke arah Indonesia bersatu yang kita cintai.”
Pada rapat yang ketiga, ketika istirahat, W.R. Supratman menghampiri Soegondo dan meminta izin memperdengarkan “Indonesia Raya.”
Namun, ketika membaca liriknya, Soegondo khawatir jika Belanda akan melarangnya.
Soegondo kemudian menemui W.R. Supratman dan memintanya agar jangan menyanyikan dangan liriknya.
W.R. Supratman setuju dan dia hanya akan membawakan lagu itu dengan biolanya.
Sidang ketiga ditutup dengan pembacaan resolusi oleh Soegondo.
Resolusi ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Soegondo berhasil menjalankan tugasnya sebagai ketua dengan baik.
Pada Masa Revolusi, Soegondo diangkat menjadi anggota Badan Pekerja Komiter Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) serta Menteri pembangunan Masyarakat pada Kabinet Halim.
Wafat
Soegondo Djojopoespito meninggal di Yogyakarta pada 22 April 1978.
Jenazahnya dimakamkan pada 22 April 1978 di makam Keluarga Taman Siswa "Wijaya Brata" di Desa Celeban Yogyakarta, di samping makam istrinya (meninggal 24 Agustus 1977).
Beberapa bulan kemudian, Soegondo diberikan anugerah Bintang Jasa Utama.
Anugerah tersebeut diterima putri tertuanya pada 17 Agustus 1978.
*Sumber: Sri Sutjiatiningsih, Soegondo Djojopoepito: Hasil Karya dan Pengabdiannya, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1999