Tajuk Tamu
Penanggulangan Terorisme Melalui Media Sosial di Masa Pandemi Covid-19
Jika media tradisional seperti televisi, radio atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga yang banyak, maka lain halnya dengan media sosial.
Penulis: Isvara Savitri | Editor: Rizali Posumah
Penulis: Kompol Herry Kandati (Mahasiswa S3 Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian)
Pesatnya perkembangan media sosial juga dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri.
Jika media tradisional seperti televisi, radio atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga yang banyak, maka lain halnya dengan media sosial.
Para pengguna media sosial bisa mengakses menggunakan jaringan internet tanpa biaya yang besar dan dapat dilakukan sendiri dengan mudah.
Media sosial tidak dipungkiri menjadi bagian dari meluasnya informasi mengenai terorisme. Media daring merupakan bagian dari perkembangan global melalui teknologi.
Kelompok teroris bebas menyebarkan ajaran dan ideologinya karena berlindung di balik payung demokrasi. Kebanyakan dari mereka menyebarkan ajarannya memanfaatkan kemajuan teknologi, salah satunya media sosial.
Penggunaan teknologi dan media sosial pun membuat jejak para teroris dan penyebar ajarannya tak terlihat.
Ajaran ini pun bisa masuk disemua kalangan tak mengenal profesi dan latar belakang. Berlatar dari penggunaan media sosial yang beriringan dengan majunya teknologi.
Tiga negara Asia Tenggara yakni Indonesia, Filipina, dan Malaysia sepakat mempelajari sebuah rencana untuk membendung penyebaran terorisme melalui media sosial.
Pertemuan yang diselenggarakan oleh para Menteri Luar Negeri dari ketiga negara tersebut sebagai penegasan kembali atas komitmen bersama untuk menangani tantangan dan ancaman tradisional yang berpotensi mengganggu stabilitas dan kesejahteraan Negara Kawasan.
Pertemuan para Menteri menyetujui pandangan keberhasilan dalam menagani ancaman tradisional secara efektif hanya dapat di capai melalui pengembangan strategi yang tepat, dan kerja sama dalam keamanan dan intelejen dalam skala regional.
Untuk menghentikan pandangan bagi teroris dan mengatasi akar penyebab terorisme termasuk obat-obatan tindak kejahatan, kemiskinan dan ketidakadilan sosial Indonesia, Filipina dan Malaysia berencana membasmi teroris kelompok ISIS, bukan hanya melalui senjata tetapi juga pendidikan dan komunikasi.
Alasan mengapa media sosial menjadi alat untuk menanggulangi terorisme karena media sosial banyak yang digunakan tidak hanya untuk menggabungkan para teroris satu sama salain, kelompok ekstrimis, tetapi juga untuk merektrut mereka.
Sehingga pemerintah juga dituntut harus lebih kreatif dari para ekstrimis dan teroris.
Di masa kita menghadapi Covid-19 beberapa bulan terakhir, kaum teroris menggunakan media sosial untuk melakukan rangkaian propaganda dan ideologisasi teror.
Laporan internal Polri beberapa bukan terakhir juga menunjukkan terjadinya penangkapan dan penyelidikan terhadap setidak-tidaknya 50 an orang terduga pelaku terorisme dengan centre of gravitynya di Sidoarjo, Surabaya, Serang, Poso dan pandeglang.
Nampaknya jaringan terorisme ini ingin memanfaatkan masa pandemic ini sebagai momentum untuk melakukan “amaliah” dan persiapan serangan.
Praktek terorisme seperti ini, mengingatkan kita pada teroris individual Ephesus masa kuno yang membakar kuil untuk membuat namanya dikenang selamanya.
Sekte Yahudi era 1980an melakukan terorisme karena percaya bahwa tugas mereka untuk menciptakan sebuah bencana untuk memaksa tangan Tuhan.
Kita harus waspada di masa penerapan PSBB di mana program deradikalisasi dan operasi kontra terorisme mengalami banyak hambatan untuk dilaksanakan, maka taktik dan penargetan terorisme pun menggunakan momentum Covid-19 sebagai wahana persiapan serangan terorisme.
Pergerakan jaringan terorisme di masa pandemi ini tidak pernah berhenti.
Sebagian jaringan teror memanfaatkan situasi pandemi untuk melancarkan aksi mereka, mulai dari menyebarkan narasi-narasi provokatif untuk mendelegitmasi kinerja pemerintah melawan Covid-19, merekrut anggota baru dan mendoktrin mereka dengan ideologi jihadnya, sampai melancarkan aksi seperti terjadi baru-baru ini menyebabkan gugurnya satu anggota Polri dan melukai satu Polisi lainnya.
Sementara sang pelaku teror tewas diterjang timah panas petugas.
Peristiwa penyerangan Kantor Polsek Daha Selatan ini seolah membuktikan kekhawatiran pemerintah terhadap ancaman terorisme di masa pandemi Covid-19.
Sejak awal ketika wabah Covid-19 mulai menyebar di Indonesia, pemerintah telah mencium gelagat jaringan teror di sejumlah daerah.
Pandemi Covid-19 Mengurangi Intensitas Radikalisme & Terorisme Atau Sebaliknya?
Kepanikan dan kecemasan publik akibat pandemi dimanfaatkan betul oleh kelompok teroris untuk mempengaruhi publik dengan paham-paham radikal keagamaan.
Salah satu strategi awalnya ialah dengan berupaya meruntuhkan kepercayaan publik pada pemerintah melalui penyebaran berita palsu.
Di sisi lain, jaringan teroris di Indonesia juga memanfaatkan kelengahan pemerintah yang saat ini tengah sibuk melawan Covid-19.
Harus diakui, seluruh kekuatan negara saat ini dikerahkan untuk melawan pandemi dan mengatasi dampak-dampaknya termasuk aparat Polri dan TNI.
Situasi ini dimanfaatkan betul oleh anggota teroris untuk melancarkan aksinya.
Kita tentu tidak bisa menyebut peristiwa teror di Kantor Polsek Daha Selatan itu sebagai kelalaian atau kelengahan aparat keamanan.
Namun, kita juga tidak bisa menutup mata bahwa situasi pandemi ini telah mengalihkan perhatian kita pada isu radikalisme dan terorisme.
Meski demikian, patut digarisbawahi bahwa kekuatan mereka di masa pandemi ini tampaknya mulai melemah.
Terlihat dari pola serangan yang hanya mengandalkan senjata tajam, alih-alih bom sebagaimana menjadi senjata andalan kelompok teroris radikal.
Meski demikian, terorisme adalah ancaman nyata yang harus diwaspadai.
Apa pun strategi dan senjata yang digunakan untuk melancarkan aksinya, terorisme adalah kejahatan kemanusiaan yang layak dijadikan sebagai musuh bersama.
Di saat yang sama, masyarakat juga perlu melawan narasi negatif dan provokatif yang disebar para eksponen teroris radikal atau simpatisannya di media sosial.
Narasi kaum radikal teroris harus ditandingi dengan narasi yang mampu menyuntikkan rasa optimis dan sikap positif.
Sinergi pemerintah dan masyarakat ini sangat kita butuhkan untuk menutup ruang gerak jaringan teroris, terlebih di masa pandemi Covid-19 ini.
Terorisme cenderung menggunakan propaganda dan publikasi kekerasan bersenjata, bom dan aksi teror yang mereka lalukan.
Pemerintah Indonesia tak menyadari bahwa publikasi tindakan terorisme yang masif dan penyiaran langsung oleh media massa dan elektronik, serta media online dewasa ini telah memberikan andil terhadap tumbuhnya terorisme, dan sebagai media konsolidasi sel-sel terorisme dan radikalisme.
Apalagi aktor yang dipublikasi oleh media massa adalah misalnya badan Kepolisian dan khususnya Densus 88 AT Polri, yang tentu saja langsung atau tidak telah membentuk common enemy oleh kaum radikal/teroris untuk menjadikan aparat negara sebagai near enemy.
Reputasi Detasemen Khusus/Densus 88 sudah santer terdengar di dunia internasional.
Dibentuk tahun 2003 setelah peristiwa Bom Bali, tak terhitung berapa teroris yang sudah diamankan pasukan elit polisi berlogo burung hantu ini.
Dalam masa pandemi saja sejak Juni hingga Agustus 2020, Densus 88 sudah menangkap 72 tersangka teroris di banyak provinsi.
Antara lain di Jakarta, Jawa Barat, Sumatra Barat, Sulawesi Tengah dan Riau.
Mereka tahu jaringan-jaringan radikal dan memiliki informan-informan yang bagus, Kemampuannya tidak tertandingi dalam hal memahami sumber-sumber kemungkinan ancaman.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Boy Rafli Amar menyatakan, berdasarkan deteksi jajaran penegak hukum, upaya penyebaran paham terorisme tak berhenti, meskipun dimasa pandemi Covid-19.
Kampanye dan propaganda perekrutan oleh ja ringan kelompok radikal masih terus berlangsung.
Kampanye dan propaganda itu dilakukan baik secara offline maupun online.
"Proses rekrutmen melalui jagat maya menjadi pilihan ke lompok dengan paham radikalisme dan terorisme karena banyak orang berada di rumah, tetapi masih tetap bisa online," ujar Boy Rafli Amar.
Kepala BNPT juga menegaskan, di masa pandemi saat ini BNPT lebih memfokuskan pada upaya pencegahan terorisme dalam jaringan (daring) alias online.
Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan kontra radikalisme, yakni melawan informasi bertebaran di medsos yang bertentangan dengan nilai dasar falsafah bangsa, yakni Pancasila.
Apalagi, medsos menjadi sarana paling efektif karena saat ini adalah era digital.
Ditambah lagi, kelompok-kelompok radikalis-te roris semakin lama semakin meninggalkan metode face to face atau bertemu langsung untuk menyebarkan paham tersebut.
Kita melihat penyalahgunaan dunia maya cukup tinggi dengan penyebarluasan paham terorisme, intoleran,dan radikalisme.
Ini sangat menghiasi ruang publik dunia maya. Ini adalah tugas BNPT bagaimana melakukan kontra radikalisme.
Sel-sel terorisme masih aktif bergerak di Tanah Air. Jika sebelumnya pentolan teroris menyebarkan doktrin jihadis melalui forum pengajian tertutup, kini mereka aktif merekrut calon-calon "pengantin bom" melalui berbagai platform media sosial.
Peranan Polri untuk pemberantasan tindak pidana terorisme tersebut adalah mengutamakan keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi (Salus Populi Suprema Lex Esto) dan juga tidak terlepasdari 3 (tiga) fungsi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dimana Polri harus melindungi masyarakat dari tindakan-tindakan yang mengancam jiwa warga negara Indonesia Polri bersinergi dengan instansi pemerintah dan masyarakat secara berkelanjutan dengan semaksimal mungkin merefresh kembali wawasan bangsa Indonesia, nilai-nilai luhur bangsa serta 4 pilar kebangsaan sebagai benteng diri dari paparan paham radikalisme yang menyesatkan.
Polri sebagai garda terdepan dalam penanganan aksi terorisme dengan melakukan tindakan mulai dari soft approach hingga hard approach. (*)
Baca juga: Cara Ubah Data yang Salah di BPKB dan STNK, Segera Diurus Secepatnya, Prosesnya Tak Lama
Baca juga: CHORD GITAR Embuh - Hendra Kumbara Kunci Gitar dari D, Lirik Arep Ngomong Aku Tresno Kowe
Baca juga: Shin Tae-yong Program Latihan di Kroasia Sia-sia, Pemain Timnas U-19 Tak Berkompetisi Liga 1 & 2