G30S PKI
Kisah 2 Pimpinan Korem Dikhianati Bawahan saat G30S PKI, Jasadnya Nyaris tak Ditemukan Selamanya
Ada 10 Pewira militer tewas dibunuh oleh para pelaku pengkhianatan tersebut baik di Jakarta dan Yogyakarta.
Penulis: Aldi Ponge | Editor: Aldi Ponge
Saat bangsa Indonesia merdeka, Brigjen Katamso bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Dia ikut memimpin pasukan untuk mengusir Belanda yang melakukan agresi militer.
Bahkan melakukan penumpasan pemberontakan Batalyon 426 di Jawa Tengah.
Saat peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta, Katamso menjadi Komandan Batalyon Operasi 17 Agustus pimpinan Ahmad Yani.
Katamso dipercayakan sebagai Komandan Korem 072/Pamungkas di Yogyakarta pada 1963.
Saat itu, paham komunis mulai menyebar dilapisan masyarakat, menyasar kaum terpelajar. Dia giat membina mahasiswa untuk menghadapi PKI di Solo.
Katamso mencium gelagat itu, sehingga memberikan pelatihan militer kepada mahasiswa untuk meningkatkan kecintaan kepada negara diatas kelompok dan golongan.

Dia memperkuat posisi resimen mahasiswa. Katamso berharap suatu saat diperlukan, mahasiswa siap memimpin sebuah kompi.
Katamso selalu mendekatkan diri dengan masyarakat. Ia sering hadir dipertemuan umum, sehingga makin dikenal masyarakat.
Katamso terus berupaya membina masyarakat untuk memperbaiki kondisi yang saat itu sangat miskin karena tekanan ekonomi.
Dia menjalin hubungan erat dengan para guru, orangtua siswa dianjurkan untuk membantu para guru.
Keterbukaan dan kedekatan inilah membuat PKI tak menyukai Katamso. suasana semakin tak menentu. Bermunculan propoganda PKI melalui selebaran dan pelakat.
Sore itu, Katamso baru saja kembali dari Magelang dan Kolonel Sigiono baru kembali dari Pekalongan.
Katamso pun disodorkan surat pernyataan yang isinya mendukung dewan revolusi untuk ditandatanganinya.
Dia menolak, lalu memanggil para perwiranya untuk membahas situasi tersebut. Tak disangka, sebagian stafnya sudah dipengaruhi PKI.