Catatan Willy Kumurur
PSG vs Bayern Muenchen, Panggung Sastra Bola
Di barisan penyerang PSG ada kombinasi puisi dan prosa dalam diri Neymar dan Kylian Mbappe.
Oleh: Willy Kumurur
Penikmat bola
ANDAI lapangan permadani hijau di Estadio Da Luz, Lisbon, adalah panggung kesusasteraan; maka pasukan Paris Saint-Germain (PSG) dan Bayern Muenchen adalah para sasterawan.
"Konflik, kontradiksi dan penyelesaian masalah adalah hal-hal yang dapat ditemukan pada panggung drama, kesusasteraan dan sepakbola," kata penulis tenar Swedia, Henning Mankell.
"Penulis dan pemain sepakbola melakukan hal yang sama; tak ada orang yang mau membaca karya tulis dan tak seorang pun mau menonton permainan bola, jika karya tulis dan permainan bola tidak menarik," lanjut Mankell.
Lalu, karya sastera manakah yang nanti akan dipentaskan di final Liga Champions Senin (24/8/2020) dini hari nanti?
• Dinas Pariwisata Minahasa, Tinjau Lokasi Wisata Menara Pandang Danau Tondano pada New Normal
“Tergantung siapa yang memakai sepatu bola,” kata filsuf dan penyair Italia, Pier Paolo Pasolini.
“Di kaki pemain Amerika Latin, bola adalah puisi, dan puisi akan menjelma menjadi prosa di kaki pemain Eropa.”
Neymar, Thiago Emiliano da Silva, Marcos Aoás Corrêa (Marquinhos) dan Angel di Maria adalah deretan pemain Amerika Latin (Brasil dan Argentina) yang menjadi puisi PSG.
Sedangkan Bayern Muenchen memiliki prosa lirik dalam diri Manuel Neuer; Joshua Kimmich, Jerome Boateng, David Alaba, Alphonso Davies; Goretzka, Thiago Alcantara; Ivan Perisic, Thomas Muller, Serge Gnabry dan Robert Lewandowski.
Di barisan penyerang PSG ada kombinasi puisi dan prosa dalam diri Neymar dan Kylian Mbappe.
Situs Spanyol, marca.com menyebut keduanya sebagai penyerang eksplosif Les Parisiens yang siap 'meledakkan' barisan pertahanan The Bavarian – Bayern Muenchen.
"Kami harus memperbaiki masalah di barisan pertahanan. PSG adalah tim yang bagus, mereka berjuang keras lolos ke semifinal dan mencapai final," ujar pelatih Muenchen Hans Dieter-Flick atau yang lebih dikenal dengan nama Hansi.
• Wabup Support Kontingen Bolsel di MTQ Tingkat Provinsi Sulut, Deddy : Saya Yakin Bisa Juara
Arsitek PSG, Thomas Tuchel, menyatakan kebahagiaannya mengantar PSG ke final.
“Keberhasilan ini saya persembahkan untuk para pendukung. Kami melakukan semua ini bersama-sama. Kami benar-benar dapat merasakan bahwa mereka bersama kami dan bahwa mereka memiliki kepercayaan pada kami.”
PSG, Angel Di Maria, amat bahagia bisa mengantarkan timnya ke final.
Keberhasilan itu semakin spesial karena merupakan yang pertama untuk PSG sejak pertama kali berdiri 50 tahun lalu.
Penulis besar Rusia, Leo Tolstoy, menulis, “Orang-orang bahagia tak memiliki sejarah.”
Namun, Angel di Maria ingin membuat sejarah dengan mengantar PSG merengkuh trofi juara Liga Champions.
“Kami sangat bahagia. Ini yang pertama bagi klub. Kami bekerja keras dan memainkan permainan yang hebat. Kami ingin mencetak sejarah.”
Dua tahun yang lalu Bayern Muenchen berusaha 'meminang' Thomas Tuchel untuk melatih Muenchen dengan bayaran tinggi.
• Penampakan dari Udara Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung RI, Lihat Dalam Video
Terlambat. Tuchel telah menerima pinangan PSG. Ujarnya kepada tabloid Britania Raya, The Sun, “Uang tak dapat membeli cintaku kepada PSG.”
Rasa cintanya inilah yang menuntunnya untuk menangani PSG dengan hati, dan itu berarti panggung kesusasteraan di Estadio da Luz akan diisi oleh permainan ofensif dan atraktif.
Different people find the zone in different ways (orang yang berbeda menemukan jalannya dengan cara yang berbeda), demikianlah Ken Robinson dalam bukunya The Element.
Seolah merespons Tuchel, Hansi Flick bertutur, “Kami tahu bahwa kekuatan terbesar kami adalah membuat lawan berada dalam tekanan."
Sang Final itu sudah datang. Ia telah tiba di sebuah panggung kesusasteraan di Portugal.
Sang Final itu hanya menyapa dan menjemput dua tim untuk memainkan laga akhir: PSG dan Bayern Muenchen.
Di rerumputan hijau itu, akan terjadi 'pengadilan': dalam mana Sang Final akan memberi kesempatan kepada masing-masing tim untuk menyampaikan 'pledoinya' sebelum ia menjatuhkan keputusannya atas siapa dari antara kedua tim yang sejatinya boleh masuk ke dalam kebahagiaan puncak; sebuah situasi psikologis yang akan mewarnai historikal Estadio da Luz.****
Penulis adalah penikmat bola, tinggal di Manado.
Catatan: Tulisan di atas telah dimuat di koran Tribun Manado edisi cetak Sabtu, 22 Agustus 2020.