Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Webinar

Catatan Webinar: Turis, Tidak Tergantung Maengket

Melihat situasi itu, Pemerintah pusat di bawah Presiden Joko Widodo memberi julukan Sulut sebagai “The Rising Star” (Bintang Menyingsing) bidang wisat

Editor: Aldi Ponge
Fendry Panombon
Maengket di Manado tahun 2014. Foto oleh sarjana Filsafat Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Fendry Panombon 

Penulis J Osdar, Wartawan Senior

TRIBUNMANADO.CO.ID - Ribuan turis atau wisata berduyun-duyun masuk Sulawesi Uatara antara 2015 sampai akhir 2019, bukan karena  seribu festival, seminar atau webinar maengket atau sejenisnya.

Arus deras turis masuk Sulut, karena pemerintahan Provinsi Sulut, Gubernur Olly Dondokambey dan Wakil Gubernur Steven Kandouw (OD-SK) membuka dan menambah penerbangan langsung dari Manado ke berbagai tempat di luar negeri dan Tanah Air.

Meningkatnya arus wisata dalam dan luar negeri ke Sulut membuat ekonomi, terutama bidang kuliner dan perhotelan, di negeri kopra, pala dan cengkeh ini tumbuh signifikan.

Maengket di Manado, Sulut tahun 2014
Maengket di Manado, Sulut tahun 2014 (ISTIMEWA/Fendry Panombon)

Melihat situasi itu, Pemerintah pusat di bawah Presiden Joko Widodo memberi julukan Sulut sebagai “The Rising Star” (Bintang Menyingsing) bidang wisata.

Kabinet Jokowi memasukan Sulut sebagai kelompok prioritas pembangunan in frastruktur dan tujuan wisata Indonesia.

Ketika turis masuk ke Sulut yang diburu pertama adalah tempat-tempat penginapan/ hotel-hotel dan makanan atau kuliner. Menu tradisional Minahasa dan Sulut menjadi buruan. Ini membuat warung-warung, rumah makan, cafe-cafe kewalahan melayani turis.

Namun pemburuan kuliner Minahasa ini membuat pertanian rakyat Sulut juga hidup bergairah (hingga saat ini di masa pandemi covid-19).

Karena kuliner tradisional Sulut berkaitan dengan pertanian rakyat provinsi ini. Ekonomi Sulut hingga kini mencapai 4,2 persen, di atas pertumbuhan nasional di masa covid-19 ini.

Dalam konteks inilah maka masyarakat Sulut mengharapkan pemerintah pusat di masa pandemi ini menunda dulu adanya pajak pertanian, raw  material (pajak untuk bahan baku) ditunda dulu.

“Sistem pajak satu persen untuk hasil panen yang masih merupakan bahan baku itu merugikan para petani Sulut. Maka petani rakyat baru cabut pohon singkong atau ubi, bawang atau rica atau cabe sudah dikenai pajak satu persen,” ujar pengamat ekonomi Sulut.

Beberapa pengamat politik perekonomian Sulut melihat sistem pajak satu persen di masa arus turis terhenti karena covid-19 ini, terasa seperti sistem pajak masa pemerintahan perusahaan VOC atau pemerintahan penjajahan Belanda dengan sistem tanam paksa.

Sulut juga mengharapkan pemerintah pusat jangan memberi ijin kapal Cina Hua Xiang (nama asli) yang berbendera Indonesia masuk ke Pelabuhan Amurang, Minahasa Selatan).

“Ini juga bikin rugi dan ekonomi rakyat Sulut di masa pandemi ini. Kapal Cina dengan segala maksud dan tujuannya itu bisa membunuh budaya Sulut, termasuk maengketnya,” ujar para pengamat politik ekonomi rakyat Sulut.

Maengket di Manado, Sulut, 2014. Foto diambil oleh Fendry Panombon, Sarjana Filaafat dari Univeristas Gajah Mada Yogyakarta
Maengket di Manado, Sulut, 2014. Foto diambil oleh Fendry Panombon, Sarjana Filaafat dari Univeristas Gajah Mada Yogyakarta (ISTIMEWA/Fendry Panombon)

Selamat empat tahun terakhir ini, bila sedang berada di Sulut saya menginap yang hampir sertus persen tiap hari dihuni turis. Tiap pagi dan sore saya bergaul dengan mereka.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved