Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu Tribun Manado

"Normal Baru" dan Absurditas Kehidupan

Andaikan vaksin belum ditemukan sementara pandemi Covid-19 masih belum terkendali, maka mungkin kampanye "Normal Baru” adalah pilihan rasional.

Freepik.com
Ilustrasi - Pola hidup baru (new normal) di tempat kerja 

Oleh:
Stefi Rengkuan
Anggota Presidium ISKA

DALAM hukum yang rigid dan keras hendak dinyatakan dan ditegaskan sebuah prinsip utama yang hendak dituju dan dilindunginya. Karena itu sebuah hukum selalu lekat dengan kata “keteraturan”, yang tak tak terpisahkan dari peraturan dan pengaturan dan segala anteseden dan kesimpulan serta konsekuensi lanjutnya.

Dalam penerapan bahkan sejak pembakuannya oleh manusia pembuatnya, hukum itu sendiri sudah memperhitungkan perkecualian menghadapi kasus tertentu yang tidak lazim alias tidak normal. Bahkan dalam hukum alam, ada saja penyimpangan yang bisa disebut perkecualian atau bersifat kasuistik. Mungkin saja Covid-19 ini adalah bagian dari penyimpangan di dalam alam, atau karena alam sedang terganggu keteraturannya sehingga menghasilkan virus yang membuat kehidupan masyarakat manusia menjadi tidak normal.

Dalam legenda bahkan agama kuno Romawi dikenal nama “Terminus”, dewa perbatasan dalam arti spasial, tapi bisa juga menyingkap sebuah batas dan keterbatasan dari semua yang hidup dan ada dalam ruang yang mewaktu itu, tanpa terkecuali termasuk hukum buatan manusia itu.

Ya, dalam mitologi kuno, semua adalah tentang subyek yang bernama manusia, yang selalu membuat para dewa kerepotan dan berbagi tugas supaya dunia tetap berlangsung teratur. Karena manusialah yang membuat dan membutuhkan cerita untuk membuat pemaknaan hidupnya di tengah dunia yang penuh tantangan dan misteri.

Manusia modern sejak mulai meninggalkan mitologi dan mengembangkan filsafat dan iptek, tak lepas dari pemuliaan dan pemusatan terhadap kemampuan sang manusia. Salah satu penegasan rasional manusia modern adalah bahwa konsep kemanusiaan itu bersifat universal karena bukan saja bersifat kodrati tapi karena menguat dan diperkuat secara hukum sosial dalam banyak level dan variannya di setiap lokasi dan zaman.

Arab Saudi Siap Memasuki Kehidupan New Normal, Jemaah Diizinkan Shalat Lagi di Masjid

Dua hari lalu dalam sebuah channel televisi berjudul Wise Crack dibahas tinjauan tentang film fenomenal yang bertahan lama ditonton oleh banyak pemirsa setianya. The Walking Dead. Kisah film serial ini dibahas karena dinilai memperlihatkan fenomena kemanusiaan dan absurditas nilai dan kehidupan yang menjadi pergumulan justru pada saat ilmu dan teknologi sudah sedemikian tingginya mempermudah dan menyamankan kehidupan manusia dalam interaksinya dengan sesama dan lingkungannya.

Apakah yang membuat manusia itu manusia, terkait dengan sifat dan tata batin serta tata sikap dan laku perbuatan yang kelihatan.

Para pemikir sudah membantu kita merumuskannya, dari masa ke masa. Misalnya, Artistoteles menyebut manusia disebut manusia karena aktivitas berpikir dan aktivitas bicaranya. Animale rationale, hewan yang berpikir. Tanpa kemampuan itu, manusia sama saja dengan binatang.

Apakah batasan dari sebuah pikiran dan bahasa komunikasi yang rasional yang menjadi ciri kemanusiaan dari manusia?

4 Provinsi Bersiap Menuju Penerapan New Normal, Presiden Joko Widodo: Akan Diperluas jika Efektif

Masih diceritakan kisah Romawi kuno tentang seorang senator yang bernama “Connecticus”. Senator ini dikenal dengan pikiran dan bahasanya yang tegas, bahkan tindakan yang keras sehingga disebut sebagai diktator. Kata diktator konon dilekatkan pertama kali pada sang senator itu.

Tapi diktator dalam konteks semasa senator di zaman Before Christ itu lain maknanya, paling tidak dari perspektif korban, dengan istilah yang misalnya disematkan kepada Hitler dengan partai NAZI (1920-1945) yang menumpas jutaan manusia ras lain atau Pol Pot dengan pasukan Khmer Merah yang membantai sesama anak bangsanya sendiri.

Connecticus justru diperlukan oleh para senator dan masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang mengancam eksistensi dan keselamatan kota Roma. Bahkan sampai dua kali dia dimintai tolong dan berhasil menyelamatkan Roma.

Menarik bahwa sang diktator selalu kembali ke lahan pertaniannya, setelah berhasil jalankan tugas di kota, demi mengisi waktu dan ruang hidupnya sebagai seorang petani yang tenang dan damai.

Tak Berlangsung Sebentar, Erick Thohir: New Normal akan Makan Waktu 4-5 Bulan

Dalam arti ini, sang diktator selalu kembali pada hal yang lebih dari sekadar menjadi manusia berhasil dan terkenal hebat di zamannya, yakni menyingkap dan menegaskan apa artinya hidup (manusia) yang layak dan pantas dihidupi itu.

Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang meluluhlantakkan kehidupan dalam segala dimensi dan levelnya, orang mulai melihat fenomena keputusasaan dan absurditas nilai kemanusiaan bahkan kehidupan itu sendiri. Egoisme dalam segala wujudnya (kemarahan dan ketakutan, kemalasan dan kenyiyiran) merebak seperti mayat-mayat bangkit dari kuburan lama yang terbungkus kokoh dan cantiknya batu nisan oleh segala kosmetik jargon ajaran ilahi dan manusiawi, imaniah dan akaliah.

Kita kembali bertanya dan menjawab jujur dan adil, apakah yang membuat manusia itu disebut manusia dan apakah hidup yang layak dihidupi di dunia yang sedang dilanda virus yang patogen tapi disebut dengan nama indah dan menawan, Corona, karena semata tampak seperti ada garis-garis yang membentuk seolah mahkota.

Ya, mahkota itu mestinya ada di kepala sang raja, sang ratu dan semua yang dicapai dan dianggap luhur mulia itu di zaman kemewahan dan kehebatan raja dan ratu bangsa-bangsa dalam peradaban dunia.

Hadapi Era Normal Baru, Jokowi Minta Masyarakat Harus Bersiap dan Hidup Berdampingan dengan Covid-19

Corona Virus Disease yang disingkat Covid ini dilabeli dengan bilangan 19 sebagai penanda evolusi yang sudah dijalaninya dalam tahap-tahapnya.

Apakah manusia juga berevolusi? Dalam kacamata biblis, manusia sudah selesai diciptakan oleh Sang Pencipta. Sekali untuk selamanya, dan baik adanya. Bahkan disebut mahkota ciptaan, secitra Allah sendiri atau suci sesuai fitrah, asal manusia sejak diciptakan. Evolusi itu teori dari Charles Darwin yang menerapkan prinsip dasar "survival of the fittest". Hanya yang paling kuat saja yang bisa beradaptasi dan bertahan dalam proses seleksi alam. Dan itulah yang melahirkan manusia beradab, homo sapiens, secara bertahap dari sebelumnya makhluk primata yang bernama monyet, dst.

Orang zaman sekarang entah sejak kapan memakai kata "monyet" sebagai bentuk penghinaan pada manusia yang dianggap rendah dan kotor martabatnya. Maka teori evolusi ala Darwin ini bila benar maka perlu rehabilitasi nama baik monyet, walau yang dibutuhkan mereka mendesak adalah pelestarian hutan yang menjadi habitat orang utan dan yaki (endemik Indonesia) dan tentu saja lingkungan hidup secara menyeluruh.

Banyak hal yang bisa dipikirkan dan dikomunikasikan dengan “rasio” dan “iman”, tapi pada akhirnya kita pahami dan sadari bahwa semua ada batas, ada misteri yang kaya tak habis oleh akal dan iman manusia yang terbatas.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 328 Tahun 2020: Pekerja Tak Boleh Lembur Selama PSBB

Mari terus bekerja sama untuk menghadapi segala sikon yang ada. Andaikan vaksin belum ditemukan sementara pandemi Covid-19 masih belum terkendali, maka mungkin kampanye "Normal Baru” adalah pilihan rasional, asalkan dengan tetap menerapkan kebijakan PSBB atau lockdown daripada herd immunity yang seolah mengesankan membiarkan masyarakat hidup dalam prinsip alam rimba, the survival of fittest.

Ada istilah bagus “Si vis pacem para bellum, bila ingin damai siaplah berperang”. Ya, memang ini bisa seperti sikon darurat perang yang akan lama, dan perlu persiapan yang benar baik berguna.

Rakyat mungkin sudah lebih siap daripada pemerintah? Atau sebaliknya, atau keduanya antara siap dan tidak siap? Apa saja tanda dan prasyarat siap atau tidak siap itu, yang berwenang berikan jawaban kepada kita. (*)

Dua Calon Vaksin Corona Mulai Uji Klinis

Raja Kasino Makau Meninggal di Usia 98 Tahun: Ini Pesan Stanley Ho

Polisi yang Ngamuk di Check Point Langsung Dimutasi

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ketika Penegak Jadi Pemeras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved