Perangi Covid 19: Nekat Resepsi Nikah Terancam Pidana Penjara
Polri memastikan petugas di lapangan akan membubarkan setiap kegiatan pengumpulan atau kerumunan massa menyusul adanya bencana
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Polri memastikan petugas di lapangan akan membubarkan setiap kegiatan pengumpulan atau kerumunan massa menyusul adanya bencana pandemi virus corona atau Covid-19, sebagaimana Maklumat Kapolri. Bahkan, kepolisian akan memproses hukum bagi mereka yang nekat melakukan kegiatan tersebut, termasuk gelaran resepsi pernikahan.
• Tamu Hotel Nikmati ‘Stimulus Corona’: Manado Kehilangan Rp 147,9 M
Hal itu disampaikan ungkap Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Muhammad Iqbal, dalam keterangannya di Bareskrim Polri, Senin (23/3).
Iqbal mengatakan, langkah tegas polisi ini dilakukan demi mencegah penularan virus corona yang kian hari bertambah jumlah warga terjangkit.
“Apabila ada masyarakat yang membandel, yang tidak mengindahkan perintah personel yang bertugas untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, kami akan proses hukum,” ujar Iqbal.
Iqbal memaparkan, tiga hari sejak keluarnya Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020, para personel Polri bergerak melakukan patroli untuk memberikan imbauan agar tidak berkerumum serta mensosialisasikan bahaya virus corona.
Dan dalam tiga hari terakhir, sudah banyak kegiatan kerumunan massa dilakukan pembubaran di Jakarta dan Jawa Tengah. Di antaranya di Purwokerto Jawa Tengah dan Kemanggisan Jakarta Barat, pembubaran kumpulan pemuda di sebuah cafe di Surabaya Jawa Timur.
Selain itu, polisi juga membubarkan secara persuasif kumpulan anak muda di persimpangan jalan dan taman.
• Perangi Corona: ODSK Telekonferensi Cegah Covid
"Bahkan resepsi pernikahan kami bubarkan dengan kedepankan persuasif dan humanis. Sejauh ini pembubaran kerumunan tidak ada insiden apapun. Masyarakat koperatif, paham dengan ancaman wabah ini," ujarnya.
Pembubaran kerumunan atau pengumpulan massa tersebut tertuang dalam Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona ( Covid-19).
Dalam maklumat itu, tindakan pengumpulan massa terdiri atas lima hal.
Pertama, pertemuan sosial, budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan dan kegiatan lainnya yang sejenis. Kedua, kegiatan konser musik, pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran dan resepsi keluarga.
Ketiga, kegiatan olahraga, kesenian, dan jasa hiburan.
Keempat, unjuk rasa, pawai dan karnaval. Dan kelima, kegiatan lain yang menjadikan berkumpulnya massa.
Adapun ketentuan hukum perihal sanksi hukum bagi pelanggar maklumat kapolri diatur dalam Pasal 212 KUHP.
Pasal 212 KUHP berbunyi ”Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500”.
Kemudian, Pasal 216 ayat (1) KUHP menyebutkan, “Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000”.
Lalu, Pasal 218 KUHP mengatur, “Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000”.
• Tujuh Dokter Meninggal Perangi COVID-19: Jumlah Pasien Positif 579 Orang
MA tak Bisa Tunda Persidangan Meski Ada Corona
Mahkamah Agung (MA) tak juga mengeluarkan keputusan penghentian atau penundaan proses persidangan di pengadilan kendati saat ini pandemi virus corona tengah terjadi. Namun, lembaga yang membawahi lembaga peradilan itu menyatakan tidak bisa menunda proses sidang karena berkejaran dengan waktu penahanan para terdakwa.
Hal itu disampaikan Kabiro Hukum Dan Humas MA Abduldflah saat dihubungi, Senin (23/3).
Abdullah mengatakan, masa penahanan para terdakwa akan terus berjalan meskipun sidangnya ditunda. Adapun sistem kerja dari rumah atau "work from home" tetap berdampak pada masa penahanan terdakwa.
"MA bisa saja melakukan hal dan kebijakan yang sama (WFH). Konsekuensinya, bagaimana dengan sidang perkara pidana. Masa penahanan terbatas. Ketika dinyatakan kerja di rumah, hitungan masa penahanan berjalan terus," ujar Abdullah.
"Jika ada dalam masa kerja di rumah masa penahanan habis, akibatnya terdakwa keluar tahanan demi hukum. Penuntut Umum pasti dirugikan," sambungnya.
Ia menegaskan MA tidak bisa menunda persidangan di tengah pengadilan meskipun sedang terjadi pandemi virus corona saat ini.
Abdullah mengatakan, jika masa penahanan para terdakwa dibantarkan selama sidang ditunda pun akan menimbulkan pertanyaan baru karena faktanya para terdakwa juga tetap ditahan. "Jika dibantarkan siapa yang menanggung resiko. Status dibantarkan, maka selama masa pembantaran tidak dihitung sebagai masa penahanan. Apakah masa penahanan di lembaga pemasyarakatan boleh tidak dihitung, sedangkan secara nyata terdakwa menjalaninya," ujar Abdullah.
Abdullah melanjutkan, pengajuan upaya hukum seperti banding, kasasi dan Peninjauan Kembali (PK), juga akan terpengaruh bila akhirnya MA menunda sidang ataupun menerapkan sistem kerja dari rumah atau "work from home". Apalagi, upaya hukum tersebut dibatasi syarat pengajuan selama 14 hari.
"Bagaimana menghitung waktu upaya hukum, banding, kasasi dan PK yang waktunya terbatas 14 hari? Tentunya masalah baru lagi," ujarnya.
Menurutnya, jika ada argumentasi bahwa untuk perkara perdata, perdata agama, dan PTUN boleh bekerja di rumah, maka akibatnya akan muncul ketidakadilan secara internal.
"Percayalah pimpinan (MA) sudah memikirkan dan terus monitor dan evaluasi. Saya yakin hasilnya digunakan membuat kebijakan. Sabar lah dan terus mengikuti protokol yang dibuat oleh pemerintah atau daerah," ujarnya.
Pernyataan dari MA ini disampaikan menyusul kritik dari Koalisi Pemantau Peradilan.
Pegiat peradilan tersebut mendesak agar pelaksanaan peradilan di pengadilan dapat ditunda untuk sementara waktu demi meminimalisasi potensi penyebaran virus corona yang lebih luas.
Anggota koalisi, Julius Ibrani mengatakan, Sekretaris MA sebelumnya telah mengeluarkan surat edaran guna mencegah penyebaran virus corona. Namun, surat edaran yang dikeluarkan pada 17 Maret tersebut dinilai kurang menunjukkan ketegasan MA dalam mencegah penyebaran virus coorna.
"SE Sekma ini mengatur bahwa persidangan perkara pidana, pidana militer, dan jinayat tetap dilangsungkan seperti biasa," kata Julius dalam keterangan tertulis, Senin (23/3/2020). "Persidangan yang masih berjalan seperti biasa dan menjadi tempat berkumpul banyak orang sangat berpotensi menjadi tempat penyebaran Covid-19," ujar dia.
Sejumlah pengadilan yang masih menggelar persidangan di tengah wabah virus corona di antaranya Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Sepanjang Senin kemarin, ada empat persidangan digelar di pengadilan tersebut. (tribun network/ilh/kompas.com/coz)