Jokowi Perintahkan Tes Covid-19 Massal: WHO Minta Eropa Bertindak 'Berani'
Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar segera dilaksanakan rapid test virus Corona ( Covid-19) massal di Indonesia.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar segera dilaksanakan rapid test virus Corona ( Covid-19) massal di Indonesia. "Segera lakukan rapid test dengan cakupan lebih besar," ujar Presiden Jokowi dalam rapat terbatas melalui telekonferensi video dari Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/3/2020).
"Agar deteksi dini indikasi awal seseorang terpapar Covid-19 bisa dilakukan," lanjut dia.
• Jangan Disepelekan, Hal Ini Bisa Jadi Tanda Awal Terinfeksi Virus Corona Menurut Penelitian
Agar rapid test Covid-19 berjalan lancar, Jokowi meminta agar Kementerian Kesehatan segera memperbanyak alat tes sekaligus tempat tes. Tidak hanya Kemenkes, Jokowi juga meminta pelibatan sejumlah unsur, mulai dari rumah sakit pemerintah, BUMN, TNI-Polri, hingga swasta demi kelancaran rapid test massal itu.
Bahkan, Presiden Jokowi juga membuka peluang bagi lembaga riset dan perguruan tinggi untuk juga bisa terlibat. "Lembaga riset dan pendidikan tinggi yang mendapatkan rekomendasi dari Kemenkes," kata dia.
Seiring dengan akan berjalannya rapid test Covid-19, Presiden sekaligus meminta jajarannya menyiapkan protokol kesehatan yang jelas dan mudah dipahami masyarakat.
"Ini penting sekali terkait dengan hasil rapid test ini, apakah dengan karantina mandiri, self isolation, ataupun memerlukan layanan RS," kata dia.
Angka pasien positif Covid-19 di Indonesia hingga Kamis kemarin mencapai 309 kasus dengan 25 kematian dan 15 pasien sembuh. Jumlah tersebut mengejutkan masyarakat, apalagi Indonesia disebut sebagai negara dengan presentase kematian cukup tinggi yaitu mencapai 8,09 persen.
Melihat presentase kematian seperti itu, Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dr Panji Hadisoemarto MPH, tidak terkejut.
Menurut dia, permasalahan utamanya adalah besar kemungkinan Indonesia mengalami under-diagnosis. Bila lebih banyak kasus bergejala ringan ditemukan, tentu presentase kematian akan menurun.
• Penjelasan Dirut BPJS Terkait Pembiayaan Masyarakat Pasien Virus Corona
"Jadi, ada kasus infeksi Covid-19 yang tidak terdeteksi atau terdiagnosis. Mungkin karena sakitnya ringan, mungkin karena RS atau dokternya belum aware kalau itu kemungkinan Covid-19, dan sebab lain. Sebagian di antara yang tidak terdiagnosis ini juga mungkin meninggal," kata Panji.
Oleh sebab itu, menjadi besar kemungkinan angka dipenyebut atau jumlah kasus terlalu kecil, sehingga presentase kematian dengan jumlah kasus menjadi tinggi angkanya.
"Jadi proporsi yang meninggal saya rasa enggak setinggi itu. Dengan kata lain, angka kematian tinggi mungkin bukan karena virusnya lebih ganas, tapi kitanya yang kurang "ganas" mencari orang-orang yang sakit Covid-19," ujarnya.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mendesak Eropa untuk segera melakukan tindakan 'berani' dalam menangani wabah virus corona. Organisasi itu bahkan menyebut Cina sebagai contoh tepat untuk ditiru. Pada Selasa (17/03/2020) total kasus infeksi Corona sedunia mencapai angka 185 ribu kasus berdasarkan data Universitas Johns Hopkins dengan angka kematian mencapai 7.330 jiwa.
Kini, Eropa telah menjadi pusat epidemi virus bernama resmi Covid-19 dengan sepertiga kasus secara global berada di sana. Italia dicatat sebagai salah satu negara Eropa yang paling tinggi angka kasus infeksi virusnya yakni sebesar 28 ribu kasus. Dan angka kematiannya mencapai 2.158 jiwa.
• Cuaca Besok Jumat 20 Maret 2020, Prakiraan BMKG
Direktur WHO untuk Eropa, Hans Kluge mengatakan pada Selasa bahwa negara-negara Eropa harus meningkatkan tiga kali lipat upaya mereka dalam mencegah penyebaran virus. Dia mengatakan, tidak boleh ada pengecualian dalam melakukan tindakan. "Terdapat hal sederhana, suatu kenyataan baru," ungkap Kluge dalam Live Broadcast melalui Facebook dari kantor WHO di Copenhagen, Denmark.
"Setiap negara, tanpa kecuali, harus melakukan tindakan berani yang mampu menghentikan atau memperlambat ancaman virus. Tindakan berani tersebut harus termasuk aksi komunitas: adanya pikiran 'ini bukan tentang saya' bukanlah pilihan lagi. Social distancing saja tidak cukup." Virus corona alias Covid-19 pertama kali merebak di Wuhan pada Desember 2019 lalu.