Olly Pilih Maurits dan Franky: MEP dan SAS Cari Pasangan
Satu per satu pasangan calon kepala daerah dari PDIP direkomendasi. Ketua DPD PDIP Sulawesi Utara, Olly Dondokambey kembali mengirim
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Nasdem memiliki 5 kursi DPRD Manado, jumlah ini belum cukup mengusung calon. Harus berkoalisi dengan partai lain, minimal punya 3 kursi lagi.
Taufik Tumbelaka, pengamat politik, jika lihat sekilas, memang dua figur Mor dan JPAR akan head to head di Pilkada Manado. Nasdem harus mencari partner koalisi dan demokrat pun demikian. Andai bisa memenuhi syarat mengusung calon, dua figur ini bisa jadi lawan. Meski begitu tak menutup kemungkinan, malah Mor dan JPAR diduetkan. ''Tinggal dibicarakan siapa papan 1 dan siapa papan 2," ungkapnya.
Pasalnya, jika Mor dan JPAR jadi saingan maka kekuatan GSVL-Mor bakal pecah (kongsi). Di kondisi itu, Nasdem dan Demokrat juga harus menghadapi poros kekuatan lain yang sudah terbukti memenangi Pileg 2019, PDIP. Para elite tentu menimbang langkah apa yang akan diambil. Pilihannya jadi kawan atau lawan.

Politik ‘Mapalus’
Taufik Tumbelaka, pengamat politik mengatakan, Pilkada Serentak 2020 momok bagi sejumlah kekuatan politik. Hal ini terkait figur peserta pilkada yang belum dapat dukungan resmi partai. Menjadi momok bagi sejumlah kekuatan politik yang sebenarnya mendominasi peta politik secara umum.
Dikarenakan ada kebiasaan positif yang saling menunjang dalam suatu kontestasi pilkada atau semacam politik ‘mapalus’. Sehingga, menguntungkan satu atau dua kekuatan politik yang relatif kuat dan mendominasi peta kekuatan politik.
Namun, yang terjadi menjadi berbeda jika pada pilkada serentak, khususnya di Sulut jarang ada satu kekuatan politik yang mempunyai kapasitas organisasi yang sangat kuat.
Yaitu yang dapat mendistribusikan energi dan fokus guna mengatur kekuatannya dalam momentum pilkada. Fenomena politik di Sulut, selalu kekuatan politik tertentu yang dianggap dominan akan gagal mendominasi.
Keterbatasan pengorganisasian, kekuatan fokus dan energi menyebabkan selalu terjadi keterpaksaan untuk melepas beberapa pilkada. Dengan tujuan mengamankan peluang yang telah di tangan karena jika dipaksakan maka berpeluang akan kecolongan di beberapa pilkada dengan jumlah yang lebih besar.
Dalam mengantisipasi bobol atau lolosnya kemenangan di pilkada.
Maka, beberapa kekuatan politik mengambil langkah sangat berhati-hati untuk menentukan figur atau dalam menentukan koalisi.
Kehati-hatian beberapa kekuatan politik menyebabkan sampai saat ini terlihat sejumlah figur potensial atau memiliki pamor politik kuat belum dapat kepastian diakomodir sebagai bakal kandidat.
Kehati-hatian beberapa kekuatan politik dalam melakukan kalkuasi politik adalah wajar karena selain terjadi persaingan relatif ketat. Selain itu, masing-masing dapat tergelincir jika tidak tepat mengusung bakal kandidat, juga terkait pentingnya meraih kemenangan di Pilkada Serentak 2020.
Karena hal itu berguna sebagai pijakan awal dalam meringankan pilkada 2024. Adanya beberapa figur yang sudah resmi diusung via jalur parpol dan juga jalur independen setidaknya sudah mempermudah kekuatan politik yang belum menentukan bakal calon yang akan diusung oleh parpol.
Sementara itu, di sisi lain beberapa figur yang sudah resmi diusung secara logika politik belum tentu lebih potensial daripada beberapa figur yang belum mendapat 'kendaraan politik'. Dalam artian figur yang belum terakomodir kalau nantinya dapat 'ticket bertanding' tetap mempunyai peluang yang sama dalam meraih kemenangan meskipun tidak terlepas dari ketatnya persaingan dalam kontestasi Pilkada Serentak 2020. (ryo/fer/dru/ang)