Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Menguak Lika-liku Pembajakan Hak Cipta Lagu (1): Manajer Kafe Kaget Wajib Bayar Royalti

Suasana di sebuah kafe jaringan internasional di sebuah pusat perbelanjaan di Kota Tangerang Selatan, Banten, Minggu (17/2) sore ramai

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
kontan.co.id
Mata uang rupiah 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Suasana di sebuah kafe jaringan internasional di sebuah pusat perbelanjaan di Kota Tangerang Selatan, Banten, Minggu (17/2) sore ramai oleh tamu. Lagu Laskar Pelangi yang dinyanyikan dan dipopulerkan oleh grup band Nidji terdengar jelas dari speaker. Menyusul adalah suara Ari Lasso yang membawakan lagu Mengejar Matahari. Lagu tersebut diputar menggunakan aplikasi pemutar lagu yang terhubung internet.

Liverpool vs West Ham: Lima Laga Menuju Juara

YN (inisial, red) adalah manajer yang bertugas di kafe tersebut. Dia terkejut saat Tribun Network memberitahu kafenya harus membayar royalti karena memutar lagu tersebut. Peraturan ini tercantum dalam Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta. Sebagai tempat kegiatan usaha jasa kuliner bermusik, maka kafe tempat YN bekerja menjadi subjek royalti.

"Saya tidak tahu soal aturan itu, baik lagu Indonesia maupun lagu luar negeri. Pihak mal juga tidak pernah menegur," ungkap YN kepada Tribun Network.

Dia mengaku saat bekerja di cabang kafenya di mal lain, dia pernah ditegur oleh pihak pengelola mal. Saat itu dia diperingatkan untuk tidak memutar lagu-lagu Indonesia saat jam operasional kafe. Namun demikian, pihak mal tersebut memberikan lampu hijau kepada kafe tempat YN bekerja jika memutar lagu-lagu luar negeri.

"Dari pusat kami juga tidak pernah memberikan instruksi apa pun. Saya bahkan tidak tahu kalau memutar lagu barat berarti juga harus bayar royalti," kata YN.

Hal senada diutarakan oleh AG, seorang pengusaha kafe di kawasan perumahan di Jakarta Timur. Kafenya terhitung kecil, sekadar memanfaatkan teras di rumahnya. Kafenya tergolong ramai. AG selalu memutar lagu untuk memperkuat atmosfer di kafe yang berdiri sejak 2011 tersebut.

"Saya tidak tahu pasti, hanya pernah dengar aturan soal memutar lagu di tempat komersial. Setahu saya ini hanya untuk performer lokal," kata AG kepada Tribun Network, Senin (17/2).

Dia mengaku tidak tahu soal status kafenya sebagai subjek pembayar royalti. Belakangan dia memutar lagu menggunakan aplikasi dan berlangganan. Sama seperti YN, AG tidak tahu langganan tersebut sebatas konsumsi pribadi, bukan untuk diputar di kafe.

"Mungkin lebih baik misalnya ada aplikasi streaming untuk komersial. Enak di satu portal," ujar AG memberikan solusi mengumpulkan royalti.

Performing rights  termasuk hak ekonomi seorang pencipta lagu. Performing rights adalah hak eksklusif untuk menyiarkan, menampilkan, menayangkan, memutarkan karya lagu kepada khalayak luas.

Gol Messi dan Ronaldo di Liga Sejak Musim 2018-2019, Berikut Statistik

Dalam beberapa kasus, sudah ada musisi dan pencipta lagu yang berani melaporkan kasus pelanggaran hak cipta lagu. Misalnya Band Radja melaporkan pelanggaran hak cipta yang dilakukan perusahaan karaoke yang menggunakan lagu milik mereka tanpa sepengetahuan dan izin Radja Band ke Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat 3 Januari 1, 2014 lalu. Hingga kini kasus tersebut masih menggelinding di pengadilan.

Kemudian Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menggelar perkara pelanggaran Hak Cipta dan Karya Intelektual terkait lagu Lagi Syantik yang dipopulerkan Siti Badriah, Rabu 19 Februari 2, 2020. Di sidang itu, label rekaman Nagaswara sebagai penggugat dan keluarga Gen Halilintar tergugat. Nagaswara menggugat keluarga Gen Halilintar dengan total kerugian Rp 9,5 miliar.

Sebetulnya, sudah ada mekanisme pengumpulan royalti untuk kepentingan pencipta lagu. Pengumpulan hak ekonomi dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Lembaga yang berada di bawah payung Kementerian Hukum dan HAM ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Lembaga ini adalah lembaga berbentuk badan hukum nirlaba yang diberikan kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait pengelolaan hak ekonomi sebuah karya. Mereka diberikan kuasa untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.

LMKN bertugas menarik bayaran royalti di tempat-tempat umum yang menggunakan musik. Di antaranya kafe, karaoke, dan pentas seni. Dari LMKN, bayaran yang dikumpulkan kemudian disalurkan ke Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Dari LMK bayaran tersebut kemudian didistribusikan ke penulis-penulis lagu yang menjadi anggota mereka.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved