Pimpinan MPR Sambangi Markas Tribun: Ini Isu yang Dibicarakan Bamsoet
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo bersama Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dan Jazilul Fawaid
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo bersama Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dan Jazilul Fawaid menyambangi 'markas besar' Tribun Network di Palmerah Barat, Jakarta Barat, Rabu (18/12).
Para pimpinan MPR disambut oleh tim Tribun Network yang dipimpin Regional Newspaper Director, Febby Mahendra Putra. Ketiga pimpinan MPR berdiskusi mengenai persoalan kebangsaan.
• Wiranto Bantah Jual Hanura Rp 200 M
Mereka menerima masukan dari media. "Tugas kami adalah menampung dan mengkajinya," kata Bambang Soesatyo alias Bamsoet.
Pada pertemuan itu Bamsoet menjelaskan perihal rencana kerja MPR sampai dengan 2024. Sejumlah hal yang kerusial mengenai amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) atau UUD 1945 terbatas.
Berikut petikan penjelasan para pimpinan MPR mengenai fokus MPR lima tahun ke depan:
Bamsoet:
Sepanjang tahun 2019 memang banyak sekali isu-isu yang hangat apalagi di penghujung ini. Yang terakhir Pak Jokowi berkomentar soal periode presiden. Saya juga tidak tahu dari mana sumbernya. Tapi kita memang tidak bisa membunuh ataupun menghakimi setiap aspirasi yang masuk ke kami untuk kita singkirkan.
Tugas kami adalah menampung kemudian mengkajinya, kemudian nanti menyampaikan kepada publik, kami mengharapkan publik menyampaikan feedback melalui wakil-wakilnya di partai politik ataupun di parlemen.
Itu kan sistem demokrasi yang kita jalankan. Selama dua setengah bulan, kami memimpin MPR, memang menarik terutama soal bagaimana presiden maupun sistem pemilihannya seperti apa.
Kami berpandangan selama ini bahwa sistem yang ada sekarang masih penting dipertahankan yaitu dipilih langsung oleh rakyat. Dan maksimum dua periode. Itu dari kami. Entah nanti kalau ada aspirasi berkembang dari masyarakat, itu soal lain. Kan penyalurannya ada melalui wakil-wakilnya.
Yang kita masih tunggu adalah sebenarnya ada juga yang usul tiga periode. Bahkan ada yang minta satu periode tapi delapan tahun. Yang kita belum dapat itu usulan ada presiden siang dan presiden malam ha-ha.
• Berada di Tengah Laut Pasific, KKM Kapal Ikan Terima Kabar Dapat Undian Mobil
Itu belum ada usulannya. Bisa jadi ada yang mengusulkan penting juga presiden dua periode atau tiga periode tapi siang dan malam. Kalaupun ada wajib kita tampung. Kita masih memiliki waktu yang cukup panjang.
Kami sampai 2024 tapi setidaknya kami bisa selesaikan pada 2023. Kita masih memiliki golden time sampai 2023. Sehingga kami belum melakukan apa kecuali menerima masukan-masukan dari publik.
Karena untuk mengubah Undang-Undang Dasar dan amandemen itu bukan persoalan mudah. Tapi sudah banyak orang yang sudah phobia, sudah was-was, padahal yang mengusulkan saja belum ada.
Karena mengusulkan pun ada aturannya minimal diusulkan oleh 2/3 anggota MPR dari 711. Pengambilan keputusan harus kuorum. Jadi tidak sembarangan dan dalam hal penyampaian harus jelas pasal-pasal apa yang diubah.

Sehingga kalau di luar itu maka tidak bisa dibahas, kalau sekarang kita sepakat hanya GBHN ya itu saja tidak boleh ada yang lainnya. Ada yang mengatakan kalau buka kotak pandura, kan tergantung usulan awal kalau paripurnanya hanya GBHN ya seputar itu saja.
Kecuali ada pemikiran lain soal sistem politik. Pasal 2 ayat 3 yang sebetulnya bertentangan dengan Pancasila. Kita ingin sistem kita adalah Pancasila. PR kita ini selain direkomendasikan periode kemarin soal GBHN melalui amandemen terbatas juga harus ada penguatan PPD, penataan kembali sistem presidential.
Kemudian penguatan DPD. Kemudian kekuasaan kamtibman, itu rekomendasi yang masuk dari dalam rencana amandemen terbatas.
Berikutnya apakah ini masih relevan dengan teknologi dan perkembangan zaman masih mengacu pada Pasal 33. Sebenarnya Pasal 33 hanya menyebut tanah, bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya, kan sekarang sudah termasuk langit. Itu belum diatur.
• Komisi I, Sorot Penyusunan RPJMDes
Kita tahu bahwa presiden menyatakan kalau begitu tidak perlu amandemen. Tapi kan semua itu akan berpulang pada nanti keputusan parlemen bersama dengan pemerintah dan partai politik. Bagaimana nanti bentuknya kita lihat dinamika politik yang terjadi dan berkembang di masa yang akan datang.
Kebijakan awalnya adalah rekomendasi MPR sebelumnya itu pun juga ada cabangnya. Karena untuk GBHN menurut Golkar, PKS, dan Demokrat cukup Undang-Undang tidak perlu TAP MPR.
Sementara tujuh partai lain harus melalui TAP MPR atau amandemen. Sementara kita ingin segala yang ada di MPR harus kita ambil secara musyawarah mufakat supaya tidak ada pro kontra di tengah masyarakat.
Tugas kita di MPR bicara langit saja. Mengatur cuaca supaya tidak hujan lebat, mengatur panasnya agar tidak kepanasan semua kita mengatur suhu politik sejuk. Sementara lalu lintasnya urusan di DPR. Jadi urusan kita langit saja ha-ha.
Hidayat Nur Wahid:
Jadi pada periode di bawah kepemimpinan pak Bambang Soesatyo memang ingin bukan hanya menindaklanjuti rekomendasi tapi mengkokohkan sistem kemusyawaratan. Karena ketika pemilihan MPR supaya kita musyawarah mufakat.

Sekarang kita bertemu dengan bapak di Tribun, sebelumnya Kompas, NU, Muhammadiyah, partai-partai politik, ini cara kami untuk membumikan musyawarah secara jemput bola.
Jadi kami datang ke stakeholder.
Untuk mendengarkan aspirasi, masukan, saran dengan beragam hal yang menjadi kewenangan MPR yang kita laksanakan sekarang. Gaya kepemimpinan baru di bawah pak Bambang. Karenanya kami datang kemari sangat siap kalau rekan-rekan datang ke MPR untuk menyampaikan aspirasinya.
Jazilul:
Saya hanya nambahin sedikit bahwa di dalam demokrasi Indonesia kita mengalami pasang surut. Dan terakhir kita sebut era reformasi yang ditandai amandemen ini. Mengamandemen sampai empat kali.
Setelah 2002 ini sampai hari ini apakah tidak perlu reformasi? Dan era ini menurut saya momentum karena pimpinan MPR ini yang terbesar sepanjang sejarah ada 10.
Ditandai kekuatan fraksi dan DPD.
Gampang saja kalau semua bersepakat terjadilah amandemen. Karena di depan duduk semua. Justru menurut saya wacana amandemen itu lahir dari dua periode masa kepemimpinan MPR yang tidak melakukan amandemen sehingga diamanatkan ke 10 orang yang ada. Menurut saya ini momentum untuk melakukan reformasi jilid II untuk mengoreksi kembali yang ada.
Atau melanjutkan kalau perlu karena banyaknya masukan. Sampai sekarang bingung kita mulai dari mana amandemen. Muncul GBHN, jabatan tiga periode, Indonesia terlalu luas, kemarin diskusi sepertinya wakil presiden tidak cukup satu.

Setelah kami lihat di Iran wakil presiden ada tujuh. Sekarang kita mau apakah amandemen ada korelasi dengan perbaikan keadaan Indonesia kalau tidak, tidak usah. Karena itu kita perlu masukan perlu perbaikan atau tidak.
Bisa dimulai amandemen atau tidak. Kalau tidak berarti dari 2002 sampai hari ini kita lakukan saja yang ada. Sampai presiden ganti.
Tapi maksud saya ini yang kemudian penting silaturahmi kebangsaan yang digagas pak Bambang itu menghimpun kekuatan supaya kita tidak jalan di tempat.
Supaya ada langkah-langkah tambah hari kita tidak terlalu menjanjikan dengan konstitusi yang ada. Bahkan ada narasi yang lain, kita kembali saja yang lama. (tribun network/denis/deni)