Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

News

Dipercayakan Jokowi Jadi Wamen Agraria dan Tata Ruang, Surya Tjandra: Saya Tak Gampang Dibohongi

Kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengaku tidak memiliki cita-cita khusus. Salah satu targetnya adalah menangani konflik agraria

Kolase Tribunkaltim.co/PSI.id
Kader PSI Surya Tjandra jadi Wamen Agraria, Presiden Jokowi Minta Setahun Ada Hasil Lebih Baik 

Apa ya. Kalau bisnis, itu bisnis orang tua. Saya bantuin. Dan memang saya ini anak keenam dari tujuh bersaudara. Orang tua saya itu melarang untuk ikut bantuin. Walaupun waktu kecil saya senang, karena dapat uang tambahan. Kenapa, karena memang mereka ingin ada yang lain.

Yang lainnya itu apa, saya memilih di dunia LSM, sambil ngajar. Kalau LSM kan gajinya tidak tetap, tapi kalau ngajar lumayan lah buat bulanan ada duit.  Cita-cita ya, jadi dosen saya senang, jadi wamen saya senang, tapi besok suruh jadi dosen pun saya siap. Jadi rilex saja, lakukan yang terbaik di semua kesempatan.

Membayangkan bisa bekerja di sini (sebagai wakil menteri) dan membantu proses sekitar 18 ribu ASN, plus 19.000 yang tidak tetap, 500 kantor se-Indonesia, itu sudah di luar bayangan saya. Jadi kalau saya bisa lewatin ini, saya jadi direktur apaan saja juga bisa he-he.

Ini kan' kayak portofolio yang lumayan. Yang penting sudah pernah 3 bulan jadi wamen, asal tidak dipecat karena korupsi saja. Aman. Buat saya pribadi, cukup lah. Saya sudah merasa cukup.

Tinggal sekarang bagaimana kalau ada kesempatan, tugas khusus saya kan bisa kasih lahan kepada orang yang tidak punya lahan. Yang tidak tahu kapan lagi bisa datang. Yang lain tidak terlalu penting. Membayangkan itu bisa terjadi, ya sudah fokus saja bekerja.

Ngomong-ngomong, konflik agraria itu, paling banyak di mana?

Jawa. Karena lahan terbatas, orangnya banyak, juga terorganisir relatif. Konflik ini terjadi karena terorganisir. Dan bagi saya, ya bagus. Bagi saya konflik itu adalah petunjuk awal, untuk kita perlu masuk. Tapi yang namanya redistribusi ini, bukan hanya yang konflik.

Ini kan prinsipnya adalah memberikan hak atas tanah kepada yang tidak punya hak atas tanah. Supaya dia bisa punya sumber ekonomi baru yang bisa dia manfaatkan untuk kembangkan hidupnya jadi lebih baik.

Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Surya Tjandra saat wawancara khusus dengan tribunnews.com, di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Surya Tjandra saat wawancara khusus dengan tribunnews.com, di Jakarta, Kamis (14/11/2019). (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Nah ini yang mestinya ada konflik atau tidak, kita masuk. Dan saya mau masuk. Tapi memang harus mulai dari konflik dulu yang sudah jelas. Dan kenapa penting ada organisasi, karena kami berharap setelah kita kasih itu benar-benar punya dampak pada komunitas. Bukan lagi individu-individu saja. Jadi dia punya hak begitu tapi komunitas yang saling bersinergi, saling berkolaborasi menguatkan, bersama-sama negara untuk hadir.

Saya berencana untuk ke Kementerian PDTT, karena mereka punya program seperti itu juga. Kementerian Pertanian sudah datang Menterinya ke sini.  Tapi saya mulai dari yang paling mungkin dulu. Jadi lintas sektor ini sudahlah kita beresin, biar ada hasilnya. Saya kan tidak ada beban. Mungkin kalau menteri terlalu banyak ribetnya, protokolnya.

Saya kan wamen, statusnya juga tidak jelas, dalam struktur. Ini ruangan juga tidak ada tadinya, eh tiba-tiba ada he-he. Untung ada ruangan, yang lain, kementerian lain mungkin belum ada ruangannya he-he.

Carilah Makanan Pengganti Asupan yang Tepat untuk Penyakit Diabetes

Anda ini, biasa berkonflik atau biasa menyelesaikan konflik?
Kalau buat saya konflik itu adalah awal kreativitas. Kalau tidak ada konflik kita tidak punya tawaran yang baru, tidak ada terobosan. Istilahnya niscaya, tidak akan tidak ada. Memangnya dunia ini mulus terus.

Tapi itu sumber kreativitas. Saya tidak merasa keberatan. Saya peluk lah paling ditonjokin, dihina-hina, ya paling dihina-hina doang. Saya tidak hilang, identitas saya begini-gini aja. Saya tetap saya, orang melihat si Surya sudah menjadi wamen.

Perasaan siapa yang berubah, saya tidak berubah. Mereka berubah melihat saya. Tinggal saya manfaatkan itu, untuk sesuatu yang lebih baik. Kalau tidak berguna ya tidak usah. Saya bukan orang yang gampang dibohongin loh. Saya ini punya lah skill-skill menilai seseorang. 2-3 menit sudah tahu orang ini seperti apa. Tapi saya melihat mereka orang-orang yang pekerja keras. Punya niat yang sama kayak kita, ingin memperbaiki keadaan.

Tapi rupanya mereka tidak bisa bekerja sendirian, jadi kepala kantor pertanahan misalnya. Dia ingin jujur banget, tapi belum tentu dia didukung oleh orang sekitarnya. Atau dengan lembaga yang lain, kepolisian, kejaksaan. Ini mulai ada keluhan. Kapolri bilang jangan sampai Kapolres meres-meres.

BPN juga menjadi sasaran. Jadi memang kami tidak bekerja sendirian dalam realitas. Istilahnya kepala kantor tidak cukup punya, inderanya tidak cukup 5, harus ada 6, saya sudah 8 mas he-he. Yang mungkin bagi saya niat baik saja. Ketulusan saja.

Dan saya dengan bersikap tulus, saya tahu tidak semua orang punya ketulusan. Tapi setidaknya saya tulus. Dan mudah-mudahan dengan begitu, dia agak malu-malu dikit jadi lebih baik atau jadi ikut-ikut tulus kayak saya. Ya alhamdulillah itu yang kita harapkan.

Saya tahu juga, saya bukan orang yang bebas dari dosa. Siapa sih yang tidak punya dosa. Mungkin penerimaan itu, yang membuat saya lebih optimis bisa. Karena dilepas dari persepsi publik, banyak hal baik, bisa dilihat orang-orang bekerja keras. Kalau di sini ada yang namanya Bulok, Bujang Lokal. Jadi kerjanya di mana, istri atau suaminya di mana, anaknya di mana.

Karena rotasi, mutasinya cepat. 2-3 tahun pindah. Dan banyak doktor yang sekolah, sama yang mondok di kantor juga banyak. Karena ketika kerja ya kadang-kadang diundang rapat, rapat. Di sini kan vertikal. Perintah atasan tidak boleh membantah. Mungkin saya saja yang rada selebor dikit. Masih bisa bercanda-canda dan saya coba 'acak-acak' sedikit.

Tapi memang hierarki penting mengingat begitu banyak karyawan, begitu banyak kantor. Kalau tidak ada hierarki yang jelas bisa chaos. Jadi mudah-mudahan dengan hadirnya saya, Pak Sofyan. Pak Sofyan ini salah satu menteri terbaik yang kita punya hari ini. Dan saya pribadi percaya banget sama beliau.

Saya ini ibaratnya lagi disuruh sekolah lah sama Jokowi di sini. Ya saya kan murid yang baik. Saya pintar belajar. Percaya lah setahun, dua tahun sudah beda. Dua Minggu saja sudah beda kan he-he. Apalagi setahun. Tapi kalau lulus ya, kan setiap 3 bulan dievaluasi. Cocok tidak jadi wamen, kalau tidak dipecat. 6 bulan dievaluasi.

Kalau belajar selain dari kementerian sendiri, apa belajar juga dari pihak luar?

Oh iya dong. Kan saya punya banyak teman. Saya baru tahu di kementerian keuangan ada Pushaka, pusat harmonisasi analisis dan kebijakan. Ini suatu biro di sana. Kepalanya eselon II, stafnya 70 orang. Dia 24 jam jadi agenda setting menteri, periksa surat. Dan yang paling penting, jadi analisis.

Artinya apa, dia selalu memberikan second opinion untuk menteri. Nah belajar dari situ saya ajak teman-teman di sini, ke sana belajar. Dan kita lagi mempertimbangkan buat Pushaka di sini. Mungkin itu salah satu warisan saya. Kalau jadi.

UPDATE Terbaru Gempa 7,1 SR di Laut Malut, Terasa hingga Sulteng, Mekanisme Pergerakan Naik

Pesan untuk anak muda atua kalangan milenial?

Yang penting niat baik. Yang lain bisa kita pelajari. Apa saja. Saya product knowledge-nya nol dua Minggu lalu. Tapi sekarang penjelasan saya meyakinkan tidak soal agraria? Haha. Itu. Artinya yang penting niat baik, sisanya kita bisa belajar apapun.

Tidak ada batas. Di zaman disrupsi ini, kalau tidak punya kreativitas, kemampuan seperti itu tidak survive. Saya kira anak-anak muda Indonesia ya, ini lah momennya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Subcribe Youtube Tribun Manado Official

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved