Pilkada Tidak Langsung Setelah Tahun 2020
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mempertanyakan apakah Pilkada langsung masih relevan saat ini.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
"Dinamika politik itu suatu yang dinamis, dimana bisa saja tesis pada demokrasi hari ini bisa menjadi antitesis. Oleh karena itu bagaimana bisa mencari sintesis yang baik," katanya.
• Ketua KPK Terpilih Jadi Komjen: Promosi Istimewa bagi Firli
Basarah mengatakan usulan Menteri Dalam Negeri Tito karnavian yang ingin mengevaluasi Pilkada langsung harus benar-benar dikaji. Bukan hanya oleh DPR melainkan juga oleh seluruh elemen masyarakat.
"Mulai dari perguruan tinggi dan dunia pers memberikan tanggapan, dan masukan untuk sampai pada kesimpulan mana cara memilih pemimpin daerah yang terbaik. apakah melalui sistem perwakilan di DPRD atau secara langsung seperti ini," kata Basarah.
Atau bahkan menurut Politikus PDIP itu, Pilkada langsung dengan model selektif atau cluster. Daerah daerah yang dari segi struktur sosial dan pendidikannya baik, maka Pilkadanya secara langsung. Sebaliknya daerah yang belum layak, Pilkadanya dilakukan secara tidak langsung atau melalui perwakilan DPRD.
"Daerah-daerah yang masih tingkat kemiskinannya tinggi, masyarakat belum berproses secara demokrasi dengan baik itu dilakukan dengan cara perwakilan. itu bisa saja dilakukan tidak seluruh kepala daerah di tingkat kabupaten dan provinsi dipilih secara langsung," katanya.
Oleh karena itu menurut Basarah perlu dilakukan kajian secara mendalam mengenai Pilkada langsung sekarang ini. Apalagi usulan dilontarkan oleh Menteri Dalam Negeri yang merupakan mantan Kapolri, yang telah melihat perjalanan pesta demokrasi di Indonesia sekarang ini.
"Lontaran pandangan menteri dalam negeri adalah satu refleksi, baik dalam perjalanan beliau sebagai mantan Kapolri yang mengalami berbagai macam dinamika akibat dari pelaksanaan Pilkada langsung serentak itu, ataupun dalam kapasitas pak Tito sebagai menteri dalam negeri yang memang bertanggung jawab langsung kepada sistem pemerintah dan politik Indonesia sendiri," katanya.
Basarah menambahkan evaluasi Pilkada langsung tidaklah terlalu rumit. Pilkada langsung hanya diatur dalam Undang-undang Pemilu. Hanya saja menurut Basarah evaluasi pilkada langsung tidak bisa dilakukan terburu-buru apalagi diterapkan pada Pilkada tahun depan. Evaluasi Pilkada langsung harus dengan kajian dan meminta pertimbangan banyak pihak.
"Saya kira sekali lagi pandangan pak Tito harus kita letakkan pada semangat untuk mengajak dikursus bangsa ini mencari jalan terbaik dalam memlih pemimpin di daerah," pungkas Basarah.
Sementara itu Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mendukung usulan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengevaluasi sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. Menurut dia, tujuan penyelenggaraan pilkada serentak tersebut tidak seperti apa yang diharapkan pada awalnya.
"Pilkada itu esensinya adalah rakyat memegang kedaulatan tertinggi, demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun dalam perspektif ini ketika demokrasi akhirnya dikuasai mereka-mereka memegang kapital," kata Hasto.
Untuk itu, kata dia, semua pihak harus melihat substansi dari demokrasi langsung yang telah dilaksanakan selama lebih dari 20 tahun ini. "Evaluasi diperlukan karena ketika bangsa dibangun dengan dasar-dasar Indonesia merdeka kita sudah menyepakati demokrasi Pancasila untuk kita wujudkan. Kami menyambut positif gagasan dari bapak Tito, mendagri untuk melakukan evaluasi sistem pemilu," ujarnya.
Sejauh ini, dia menilai, ada daerah sudah siap untuk menyelenggarakan demokrasi secara langsung. Namun, kata dia, ada daerah yang belum siap.
Terpisah, Sekretaris Fraksi Partai Nasdem di DPR, Saan Mustopa menilai, evaluasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau pilkada secara langsung memang penting.
Namun demikian, ia menegaskan evaluasi pilkada langsung jangan sampai membawa kemunduran. Saan menanggapi pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menginginkan Pilkada langsung dievaluasi.