Sosok
Mengenal Alexander Andries Maramis, Pendiri Bangsa dan Perumus Dasar Negara Indonesia
Nama Alexander Andries Maramis atau yang akrab dengan sebutan AA Maramis sangat populer di Sulawesi Utara.
Mengenal Alexander Andries Maramis, Pendiri Bangsa dan Perumus Dasar Negara Indonesia
TRIBUNMANADO.CO.ID - Nama Alexander Andries Maramis atau yang akrab dengan sebutan AA Maramis sangat populer di Sulawesi Utara.
AA Maramis menjadi nama jalan di Kecamatan Mapanget yang mengarah ke Bandara Sam Ratulangi.
Jasa AA Maramis tak perlu diragukan, perannnya sangat besar di awal kemerdekaan Indonesia.
Pria kelahiran Manado 20 Juni 1879 ini merupakan pendiri bangsa bersama-sama Bung Karno dan Bung Hatta dalam merumuskan dasar negara termasuk merumuskan nilai-nilai Pancasila.
Keponakan Pahlawan Nasional Maria Walanda Maramis ini pernah menjabat jadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai Soekarno.
• Dijuluki Hantu Selat Malaka, Berikut Profil Pahlawan Nasional Jahja Daniel Dharma Atau John Lie
• Profil Bung Tomo, Pahlawan Pembangkit Semangat Rakyat Indonesia pada Pertempuran 10 November 1945
Di awal kemerdekaan, AA Maramis menjabat anggota KNIP.
Dia bahkan menjabat sebagai Menteri keuangan dan orang pertama yang menandatangani Oeang Republik Indonesia (ORI).
AA Maramis bahkan disebut-sebut pernah mendapatkan mandat Soekarno-Hatta untuk membentuk pemerintahan darurat di India.
• Ahok dan Antasari Jadi Dewan Pengawas KPK? Pengamat Ingatkan Hal Ini
Jika Sjafruddin Prawiranegara tak dapat membentuk pemerintahan darurat di Sumatera.
Besar jasanya bagi negara, hingga namanya diabadikan jadi nama jalan di Manado. Namun, hingga kini AA Maramis belum juga diangkat jadi pahlawan nasional.
Di Manado, monumen AA Maramis dibangun di Paniki Bawah, Jalan Raya menuju Bandara Sam Ratulagi.
Monumen setengah badan, seisi monumen itu berwarna hijau ini diresmikan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan pada 15 November 1985.
Keponakan sekaligus ahli waris AA Marami Lody Rudy Pandean, mengunjungi monumen ini pada Agustus tahun 2018.

Saat itu Lody Rudy Pandean, mengaku kesal melihat monumen AA Maramis tak dipasang bendera merah putih.
Dia lantas membeli sendiri bendera merah putih dan memasangnya di monumen.
Lody tinggal di rumah dinas AA Maramis di Jalan Merdeka Timur, tepatnya Stasiun Gambir.
Lahan dari monumen AA Maramis ini adalah milik keluarga yang dihibahkan.
Lody merupakan ponakan AA Maramis, Ibunya, SK Pandean dan AA Maramis adalah anak bersaudara.
SK Pandean juga adalah pejuang yang masuk dalam pimpinan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi.
Menurut Lody, saat pembangunan monumen ini pemerintah turut membantu dalam pembiayaan.
• Dulu Pengkritik Keras, Ahmad Dhani Kini jadi Pendukung Jokowi: Sudah Selesai, Kita dari Nol Lagi
Saat ini AA Maramis belum masuk dalam jajaran pahlawan nasional RI.
Keluarga terus mengupayakan, sebab semua persyaratan sudah dipenuhi pihak keluarga.
Saat ini pemerintah masih mengkaji semua dokumen pendukung dari AA Maramis ini.
Sebab kata Lody, kualifikasi pahlawan nasional itu begitu tinggi.
Lody saat itu menceritakan bagaimana sulitnya proses untuk menjadikan AA Maramis sebagai pahlawan nasional.
Terutama untuk melakukan seminar sebagai salah satu syarat penting. Keluarga kesulitan dana untuk menggelar seminar ini, sementara dukungan dari pemerintah daerah sangat-sangat minim.
• Cabang Pohon yang Tumbang Berhasil di Pindahkan, Akses Jalan AA Maramis Kembali Normal
Dengan susah payah akhirnya pada tahun 2014, seminar soal AA Maramis digelar di Kota Manado.
Lody menyesalkan, sejak kematian AA Maramis tahun 1977 lalu, tak ada upaya dari pemerintah yang berarti untuk memperjuangkan AA Maramis menjadi pahlawan nasional. Padahal dia adalah founding father atau salah seorang pendiri bangsa.
Dulu waktu aturan tiap provinsi bisa mengusulkan lebih dari satu nama tiap tahun, tak ada nama AA Maramis dari Sulawesi Utara. Hingga aturan baru yang hanya memperbolehkan satu pahlawan tiap tahun dari tiap provinsi.
Padahal di Konferensi New Delhi, AA Maramis adalah pimpinan delegasi Indonesia, yang berhasil memperjuangkan pengakuan dunia internasional atas kedaulatan Republik Indonesia ini.
“Baru setelah konferensi itu, AA Maramis bersama LN Palar sama-sama ke PBB untuk menyampaikan hasil konferensi itu. LN Palar waktu itu jubir Indonesia di PBB,” kata Lody saat itu.
Mengenal Sosok AA Maramis
AA Maramis, putra asli Minahasa, kelahiran 20 Juni 1897 di Desa Paniki Bawah.
Dulunya desa ini masih masuk daerah administratif Minahasa, sebelum otonomi daerah dan menjadi bagian dari Kota Manado.
Catatan sejarah, 20 prestasi menonjol AA Maramis yakni menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Menteri Negara dan Wakil Menteri Keuangan, 19 Agustus 1945 - 25 September 1945 Menteri Keuangan, Menteri Keuangan ke-1 (presidentil), Menteri Keuangan Kabinet A Syarifudin ke-1, Menteri Keuangan Kabinet A Syarifudin ke-2, Menteri Keuangan Kabinet Presidentil ke-11 (Moh Hatta).
Wakil Ketua PMI Januari 1947, Pimpinan Delegasi Indonesia ke Konferensi Asia di New Delhi (20-23 Januari 1949), Pendiri Pemerintahan RI dalam pengasingan (in exile) di India, Menlu Pemerintahan Darutat RI, Dubes Istimewa pengawas semua semua perwakilan RI d luar negeri, Penasehat Konferensi Meja Bundar di Belanda, Dubes Jerman Barat, Kepala Direktorat Asia Pasifik Deparlu, Dubes di Moskow dan Finlandia, Anggota Panitia 5 Kesatuan Tafsir Pancasila saat usia 78 tahun.
• Kisah Perjuangan LN Palar Tertuang dalam Buku Diplomat Legendaris Indonesia
AA Maramis menamatkan pendidikan dasarnya pada tahun 1911 di sebuah sekolah elit Belanda di Manado, yakni Europeesche Lagere School (ELS). Sekolah tersebut terletak di pusat Kota Manado, yang sekarang menjadi SD N 4 Manado.
Selesai menamatkan pendidikan dasarnya, keluarga berembuk untuk menyekolahkan AA Maramis ke pendidikan sekolah yang lebih tinggi di Batavia yakni Hogere Burger School (HBS) , mengingat saat itu Manado hanya salah satu wilayah keresidenen Ternate.
Pada tahun 1918 keluarga lalu mengirim AA Maramis ke HBS di Jalan Matraman.
Sejak bersekolah di Batavia, Maramis bertemu dengan teman-teman sebangsanya dari daerah berbeda. Di antanya Achmad Soebardjo dan Datuk Natsir Pamuntjak.
Ketiganya yang dari Sulawesi, Jawa dan Sumatera lalu melanjutkan sekolah di Universitas Leiden Belanda.
Ketiganya mendapat beasiswa dari pemerintah Hindia Belanda sekana enam tahun. Mereka yang studi di Ilmu Hukum harus menguasai bahasa Yunani dan Latin.
Pada Juni 1924 AA Maramis berhasil menyelesaikan studi dan mendapat gelar Meester in de Rechten atau ahli hukum.
• Ini Kemiripan Jenderal Wiranto dan Presiden Soekarno, Jadi Sasaran Penembakan, Ini yang Bikin Lolos
Zaman itu tak banyak orang yang mendapat gelar tersebut. AA Maramis kembali ke tanah air pada Juli 1924.
Ia mendapat tawaran pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi pegawai mereka, namun AA Maramis menolaknya. AA Maramis memilih menjadi pengacara bagi rakyat Indonesia yang kurang mampu.
Dari sinilah perjuangan AA Maramis bagi bangsa dan negara dimulai.
AA Maramis termasuk dalam perumusan UUD 1945 dan satu-satunya wakil dari kaum minoritas Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu.
Dia merupakan wakil daerah Kalimantan dan Indonesia Timur di Panitia 9 BPUPKI, bersama Johannes Latuharhary dari Ambon.
Ia satu-satunya orang Kristen dari 8 orang lain yang nasionalis-Islam yakni Abikusno, Agus Salim, Kahar Muzakkir, dan Wahid Hasyim maupun nasionalis-sekuler yakni Hatta, Sukarno, Soebardjo, dan Yamin.
Kiprah AA Maramis di dunia internasional di antaranya konferensi New Delhi 20-23 Januari 1949. Ia yang saat itu sebagai Menteri Luar Negeri memimpin delegasi dari Indonesia.
Perjuangan delegasi Indonesia di konferensi ini menjadi catatan penting bagi sejarah Indonesia. Karena menyangkut pengakuan dunia internasional terhadap kedaulatan negara Republik Indonesia. Hal ini yang menjadi harapan berjuta-juta rakyat Indonesia saat itu.
• Iwan Bule Ungkap Bahwa Seumur Hidupnya, Baru Presiden Jokowi yang Mengeluarkan Inpres soal Sepakbola
Setelah Konferensi New Delhi usai, AA Maramis langsung menuju PBB bersama Lambertus Nicodemus Palar yang ditunjuk sebagai juru bicara delegasi Indonesia di PBB bersama Sudarpo, Sudjadmiko dan Sumitro.
Sebagai juru bicara, LN Palar melaporkan secara resmi tentang pengakuan kedaulatan Indonesia dan hasil Konferensi New Delhi 1949 yang diperjuangkan AA Maramis.
Satu tahun kemudian membuahkan hasil, pada 28 September 1950 Indonesia diakui sebagai negara yang berdaulat dan menjadi anggota resmi Perserikatan Bangsa-bangsa ke-60 dengan status anggota penuh.
Setelah hampir 20 tahun tinggal di luar Indonesia, AA Maramis menyatakan keinginannya untuk kembali ke Indonesia. Pemerintah Indonesia mengatur agar ia bisa kembali dan pada tanggal 27 Juni 1976 ia tiba di Jakarta.
Pada bulan Mei 1977, ia dirawat di rumah sakit setelah mengalami perdarahan. AA Maramis meninggal dunia pada tanggal 31 Juli 1977 di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto, hanya 13 bulan setelah ia kembali ke Indonesia.
Maramis menikah dengan Elizabeth Marie Diena Veldhoedt. Ayah Elizabeth adalah orang Belanda sedangkan ibunya berasal dari Bali.
Perkawinan Maramis dan Veldhoedt tidak menghasilkan anak, tetapi Veldhoedt memiliki seorang putra dari pernikahan sebelumnya. Anak itu diterima dengan baik oleh Maramis bahkan ia diberi name Lexy Maramis.
• Peristiwa G 30 S/PKI, Berikut 10 Nama Pahlawan Nasional yang Tewas Pertahankan Ideologi Pancasila