Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu

Pnt Ivan Rinaldi Luntungan: Pikiran Sesat soal Kumpul Kebo

Siapa yang tidak kenal dengan perempuan Minahasa yang cantik-cantik dan berwawasan luas, pintar dan selalu menjaga penampilanya?

Editor: Fransiska_Noel
ISTIMEWA
Pnt Ivan Rinaldi Luntungan SE MM Bendahara Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia 

* Orang Minahasa dan Kekristenan

Kekristenan masuk ke Minahasa pada tahun 1563 oleh Pastor Diego de Magelhaens dan Pedro de Mascarenhas. Dari Total jumlah penduduk Sulut 2,2 juta jiwa, 63,4 persen beragama Kristen Protestan dan 4 persen adalah Katolik.

Dan dari Minahasa banyak melahirkan pendeta-pendeta di Indonesia serta tokoh Gereja besar, misalnya Pdt Wilhelm Johannis Rumambi yang pernah menjadi menteri dua kali periode pada pemerintahan Presiden Soekarno dan juga pernah menjabat Sekretaris DGI.

Agama Kristen yang banyak dianut oleh sebagian besar orang Minahasa adalah agama yang melarang perzinahan dalam bentuk apapun, termasuk dengan istilah ‘kumpul kebo’ jika hal itu dilakukan tanpa dasar kesetiaan dan sakral karena pernikahan di dalam Kristen adalah sesuatu yang sakral.

Oleh karenanya, salah satu sakramen dalam liturgi gereja adalah pemberkatan nikah di hadapan Tuhan (Gereja) melalui tata cara Gereja.

Di dalam Alkitab sendiri ayat tentang perzinahan dapat dilihat di Matius 5:28, "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, ia sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya".

‘Kumpul kebo’ dalam bahasa Belandanya disebut ‘Samenleven’ dan dalam bahasa trendinya adalah ‘Living together’. Saya kemudian mencari tahu dari mana istilah ‘kumpul kebo’, ternyata istilah itu berasal dari masyarakat Jawa tradisional (generasi tua).

Secara gamblangnya pasangan yang belum menikah, tapi sudah tinggal di bawah satu atap, perilakunya itu dianggap sama seperti hewan kerbau (kebo).

Banyak pula kehidupan pasangan di belahan dunia Barat sana yang menganggap living together adalah sesuatu yang wajar.

Lihat saja pemain sepak bola dari klub Juventus, Italia, Cristiano Ronaldo yang telah hidup bersama pasangannya bahkan memiliki keturunan.

Bahwa betul di wilayah yang terbuka bagi budaya asing banyak terdapat pasangan “kumpul kebo”, tapi kemudian hal itu bukanlah sebuah representasi budaya apalagi agama.

Jadi, menurut saya, siapapun yang mengeneralisasi persoalan ‘kumpul kebo’ dengan suku dan agama, apalagi kemudian menjadi polemik karena salah persepsi, merupakan sesuatu yang bodoh dan sangat jahat yang dapat mengakibatkan ketersinggungan bahkan berpotensi perpecahan jika hal itu disampaikan terlebih di depan khalayak ramai. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ketika Penegak Jadi Pemeras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved