Mendikbud Larang Siswa Ikut Demo: BEM Unjuk Rasa Bertepatan Pelantikan DPR
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy melarang pelajar turun ke jalan, berunjuk rasa.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy melarang pelajar turun ke jalan, berunjuk rasa. Menteri menerbitkan surat edaran nomor 9 tentang pencegahan keterlibatan peserta didik dalam aksi unjuk rasa yang berpotensi kekerasan, sekaligus mencegah terulangnya demo pelajar SMK yang diwarnai bentrok melawan polisi, Rabu (25/9) silam.
Baca: Tak Ada Pembahasan Referendum dalam Sidang Umum PBB, Indonesia Peringatkan Vanuatu
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait larangan kepada siswa/i untuk ikut demo atau unjuk rasa. Surat Edaran tersebut tertuju kepada gubernur, bupati/wali kota serta kepada dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
"Meminta agar para pelajar tidak mudah terpengaruh dan terprovokasi terhadap informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan menyesatkan. Juga melarang siapa pun untuk melibatkan peserta didik dalam kegiatan unjuk rasa yang berpotensi pada tindakan kekerasan, kekacauan, dan perusakan," demikian surat edaran Mendikbud.
Surat edaran ditandatangani Mendikbud pada 27 September 2019 itu memuat larangan pelibatan peserta didik dalam kegiatan unjuk rasa yang berpotensi pada tindakan kekerasan, kekacauan, dan perusakan.
Mendikbud mengeluarkan SE tersebut terkait adanya isu demo besar pada Senin (30/9), dan sekaligus bertujuan agar menghindari terulangnya kejadian demo seperti pada Rabu (25/9) yang melibatkan pelajar.
Mendikbud ingin pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru untuk memantau dan mengawasi serta menjaga keamanan dan keselamatan peserta didik di dalam dan di luar lingkungan sekolah.
Mendikbud meminta agar pihak sekolah menjalin kerja sama dan membangun komunikasi yang harmonis dengan orang tua/wali untuk memastikan putera/puterinya mengikuti proses pembelajaran sesuai ketentuan.
Baca: Polisi Tangkap Seorang Perempuan di SPBU, Kedapatan Mengisi BBM di Jerigen, Sita Mobil Warna Merah
Demo DPR
Adapun mahasiswa berencana menggelar unjuk rasa pada pelantikan anggota DPR RI hasil Pemilu 2019, Senin (30/9) hingga Selasa (1/10). Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) akan kembali turun ke jalan.
Sebelumnya, Presiden Mahasiswa Trisakti, Dinno Ardiansyah mengatakan, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia akan melanjutkan aksi demo di depan Gedung DPR pada Senin (30/9).
"Memang, ini lagi proses konsolidasi untuk kawan-kawan BEM aliansi mahasiswa seluruh Indonesia kita lagi proses konsolidasi untuk tanggal 30 akan seperti apa, apakah turun aksi ke DPR atau ada cara lainnya," kata Dinno saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (28/9).
Dinno mengatakan, aksi demo tersebut bertepatan dengan rapat paripurna terakhir anggota DPR periode ini. Untuk itu, pihaknya akan mengawal dan tetap menyampaikan penolakan terhadap RKHUP dan UU KPK.
"Tuntutan kami sama kayak kemarin iya, kita menolak RUU bermasalah dan kita tetap menolak UU KPK yang telah disahkan," ujarnya.
Terpisah, Koordinator Media BEM SI dari Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI (STEI SEBI) Ghoziy Basir Amirulloh mengatakan, akan melakukan aksi pada Selasa (1/10). Demo tersebut akan bertepatan dengan hari pelantikan Anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024.
"BEM SI turun tanggal 1 Oktober 2019," ujar Ghoziy dikutip Tribunnews.com.
Untuk mengantisipasi demo di sekitaran kompleks Parlemen DPR/MPR RI, polisi telah memasang beton serta kawat berduri di sekitar jalan menuju Gedung DPR. Pantauan wartawan Tribunnews.com, beton dan kawat duri di pasang dipasang dua lapis di sekitar jalan Gatot Subroto sampai ke gedung DPR/MPR RI.
"Beton dan kawat akan terus di pasang sampai ada instruksi dari atasan untuk dibongkar" ujar seorang pekerja yang memasang beton.
Untuk mengantisipasi adanya demonstrasi di depan Gedung DPR, , Senin (30/9), beton dan kawat duri pembatas sudah dipasang kembali di sekitar jalan menuju Gedung DPR. Rekayasa arus lalu lintas juga disiapkan pihak kepolisian, yakni dengan mengalihkan lalu lintas di Jalan gatot Subroto menuju Jalan Gerbang Pemuda, Senayan. Selain itu, banyak petugas kepolisian yang berjaga di sejumlah titik.
Beton dan kawat duri di pasang dipasang dua lapis di sekitar jalan Gatot Subroto sampai ke gedung DPR/MPR RI, arus lalu lintas yang mengarah ke Slipi akan dialihkan menuju jalan Gerbang Pemuda.
Petugas Ditlantas Polda Metro Jaya pun telah melakukan rekayasa lalu lintas. Petugas menginformasikan, pengguna jalan bisa melalui jalan-jalan alternatif sesuai dengan arahan petugas.
"Dari arah barat bisa lewat lapangan tembak tembus patal senayan, keluar pejompongan" ujar petugas Ditlantas Polda Metro Jaya yang sedang bertugas saat itu.
Polisi tidak bisa memastikan kapan jalan Gatot Subroto dibuka dan dapat kembali dilalui kendaraan. "Kalau kapan dibuka, nanti kita menunggu instruksi dari pimpinan," ujarnya.
Aksi Mujahid 212
Baca: Ramalan Zodiak Untuk Senin 30 September 2019, Scorpio Peluangmu Dalam Pekerjaan Ini Belum Pasti.
Massa aksi Mujahid 212 berencana bergabung dengan mahasiswa untuk mengikuti aksi di depan DPR RI pada Senin (30/9). Hal tersebut disampaikan orator aksi dari atas mobil komando yang terparkir di depan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jalan Medan Merdeka Barat, Sabtu (28/9).
"Saudara-saudara siap untuk mengikuti aksi 30 September lusa bergabung bersama adik-adik mahasiswa?" tanya orator. "Siaaap," jawab massa aksi Mujahid 212 serempak.
Peserta dalam aksi damai ini beragam mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Mereka mengenakan pakaian muslim dan membawa atribut spanduk serta bendera tauhid. Aksi damai berlangsung tertib. Perwakilan massa aksi juga rutin berkeliling lokasi sambil membawa kantung sampah untuk memastikan tidak ada sampah yang berserakan di lokasi aksi.
Sejumlah peserta Aksi Mujahid 212 Selamatkan NKRI, menanggapi komentar tentang aksi tersebut yang dinilai mengambil momentum aksi mahasiswa sebelumnya. Seperti diketahui, pada 23 dan 24 September 2019, ada demo besar-besaran mahasiswa di sekitar gedung DPR MPR Jakarta. Bahkan satu hari setelahnya, tanggal 25 September 2019, ada aksi pelajar yang juga menyedot perhatian masyarakat.
Perppu KPK Jangan Menyesatkan
Indriyanto Seno Adji, Mantan pelaksana tugas pimpinan KPK/Ahli Hukum mengatakan Presiden Joko Widodo saya minta menahan diri untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atas Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK).
Menurut saya, syarat penerbitan Perppu tidak dapat dilakukan secara serampangan, tetapi harus memenuhi syarat konstitusional sesuai Pasal 22 UUD 45 dan syarat Yudisial dalam Putusan MK No138/PUU-VII/2009.
Penerbitan Perppu sebagaimana saran sejumlah tokoh, jangan sampai menyesatkan presiden dan masyarakat. Presiden hanya bisa menerbitkan Perppu apabila ada kegentingan yang memaksa.
Artinya, Perppu dikeluarkan apabila terjadi keadaan atau kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
Selain itu, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.
Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Menurut saya, dalam pemahaman dan persyaratan konstitusional, tidak ada kegentingan yang memaksa yang mengharuskan Presiden Jokowi menerbitkan Perppu atas revisi UU KPK.
Jadi dalam kaitan revisi UU KPK, presiden bukan dan tidak dalam kapasitas menerbitkan Perppu, sehingga Presiden diharapkan tidak terjebak melanggar konstitusi dan hukum untuk menerbitkan Perppu terhadap revisi UU KPK.
Dengan demikian, saran menerbitkan Perppu adalah solusi menyesatkan dan memosisikan Presiden dalam jebakan dan penerbitan Perppu yang secara substansial melanggar konstitusi dan hukum.
Ada rekayasa politik yang menghendaki Presiden memasuki lubang hitam pelanggaran konstitusi dengan tujuan akhir legally impeachment. Pola menyesatkan ini sebagai modus yang tidak bijak.
Jalan terbaik bagi polemik revisi UU KPK sesuai hukum dan konstitusional, menurut Indriyanto dengan memberikan media solusi hukum melalui permohonan uji materil ke MK yang konstitusional.
Atau presiden dapat menunggu putusan MK terhadap uji materil revisi UU KPK yang diajukan sejumlah komponen masyarakat, sidang perdananya akan digelar Senin (30/9) mendatang. (Tribun Network/thf/idu/kps)