Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tak Ada Pembahasan Referendum dalam Sidang Umum PBB, Indonesia Peringatkan Vanuatu

JK mengingatkan bahwa Papua bergabung dengan Indonesia merupakan hasil resolusi PBB.

Editor:
TRIBUN TIMUR/AS KAMBIE
Wapres RI, Jusuf Kalla atau JK di Markas Besar PBB, Manhattan, New York, AS, Senin (23/9/2019). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla memastikan, tidak ada agenda pembahasan tentang referendum Papua selama berlangsungnya Sidang Umum PBB 2019.

JK membantah info yang menyebut adanya penolakan dari PBB terhadap usulan negara-negara Asia Pasifik terkait referendum Papua.

"Tidak ada. Tidak ada agenda itu. Negara-negara Pasifik beberapa sudah berbicara. Ada Palau, Fiji, Kiribati, dan Tonga, dan tetap tidak ada agenda.

"Kami juga tidak menganggap tuntutan yang sangat besar untuk kita bicara di sidang umum ini," kata wapres kepada wartawan di New York.

JK mengingatkan bahwa Papua bergabung dengan Indonesia merupakan hasil resolusi PBB.

"Jangan lupa bahwa Papua itu hasil dari resolusi PBB. Jangan lupa itu. Jadi justru Papua itu diketok di sini. Itu penting untuk diketahui."

"Berbeda dengan Timor Timur, itu tidak diketok di PBB. (Sedangkan Papua) ini diketok di Resolusi," tambah JK menegaskan.

Sementara itu salah seorang anggota delegasi Indonesia, dalam Sidang Umum PBB, memaparkan tanggapannya atas pernyataan Vanuatu, yang kembali mengungkit isu Papua di hadapan Majelis Umum PBB.

Dalam pernyataannya, Indonesia menyampaikan bahwa Papua akan selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Papua adalah, telah, dan akan selalu menjadi bagian dari Indonesia," kata diplomat Indonesia.

Indonesia memperingatkan kepada Vanuatu untuk memahami fakta hukum dan sejarah dari Papua hingga menjadi bagian Indonesia.

Papua yang juga merupakan salah satu wilayah bekas jajahan Belanda, telah menjadi bagian dari Indonesia melalui sebuah kesepakatan yang dicapai dalam Resolusi PBB 2504 pada 1 Oktober 1962.

Indonesia pun balik menuding Vanuatu telah menjalankan politik luar negeri yang mendukung gerakan separatisme, yang pada akhirnya justru memicu terjadi konflik, yang merugikan warga Papua.

"Vanuatu ingin menunjukkan kepada dunia kepeduliaan terhadap isu hak asasi manusia, sementara motif sesungguhnya adalah untuk mendukung agenda separatisme.

"Vanuatu terus melaukukan tekanan provokatif... yang tidak disadari Vanuatu adalah bahwa provokasinya telah menciptakan harapan kosong dan bahkan memicu konflik.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved