Kontroversi RUU KUHP
Profesor Ini Sebut Manado Daerah yang Bolehkan Kumpul Kebo: Saya Pernah Jaksa di Sana
Andi Hamzah melanjutkan, menurut Profesor Hazairin ada tiga daerah di Indonesia yang menolerir kumpul kebo. Salah satunya yakni Manado, Minahasa
Penulis: Finneke Wolajan | Editor: Finneke Wolajan
TRIBUNMANADO.CO.ID - Indonesia Lawyers Club membahas soal Kontroversi RKUHP: Dari Pasal Kumpul Kebo Sampai Penghinaan Presiden, yang tayang di televisi, Selasa 24 September 2019.
Dalam ILC ini menghadirkan berbagai pihak terkait seperti mahasiswa dan para ahli.
Salah seorang yang hadir dalam ILC ini adalah pakar hukum pidana Prof Dr Andi Hamzah.
Salah satu pasal kontroversi yang ditanggapi Andi Hamzah adalah soal kumpul kebo.
Andi Hamzah mengatakan hukum mengenai kumpul kebo di Indonesia masalah paling sulit.
Apalagi Indonesia terdiri dari ratusan suku, berbeda budaya, agama hingga hukum adat.
Baca: Inilah Pasal-pasal Aneh RUU KUHP 2019: Hasut Hewan Penjara 6 Bulan Atau Denda Rp 10 Juta
Baca: Presiden Jokowi Minta Tunda RUU KUHP, Minta Masukan dari Kalangan Masyarakat
Baca: Menkum HAM Ungkap Bahwa RUU KUHP Akan Jalan Terus, Yasonna: Selesai di Raker Dibawah Ke Paripurna
"Jadi kalau kumpul kebo ini dihukum ini, kelompok Islam bilang Alhamdullilah, bagus sekali. Bahkan kalau di Arab Saudi dirajam itu," katanya seperti dilansir tayangan youtube ILC, Rabu (25/9/2019)
Ia lalu mencontohkan mengenai putri kerajaan di Arab Saudi yang dirajam karena berzinah dengan pacarnya.
Putri tersebut kuliah di luar Arab, masih muda dan cantik.
"Ada vidionya itu, kasian dirajam di Arab Saudi," katanya.
Andi Hamzah melanjutkan, menurut Profesor Hazairin ada tiga daerah di Indonesia yang menolerir kumpul kebo.
"Bukan dibolehkan, tapi pura-pura tidak lihat, pura-pura tidak tahu." katanya.
Salah satu daerah yang dia sebut yakni Minahasa, Manado.
"Saya pernah jaksa di sana. Memang betul banyak sekali yang kumpul kebo di sana. Jaksa juga kumpul kebo. Tapi bukan saya ya," katanya.
Ia kemudian mengatakan alasan kenapa daerah ini menolerir kumpul kebo.
"Karena mereka Kristen tidak boleh kawin dua. Kalau institusi tak berfungsi mau ke mana dia. Kalau Islam kawin siri. Kalau dia, kumpul kebo lah," katanya.
Sebelumnya Andi Hamzah juga pernah mengatakan tentang tiga daerah yang menolerir kumpul kebo.
Tiga daerah di Indonesia dikatakan mentoleransi keberadaan pasangan yang melakukan hubungan layaknya suami istri diluar nikah alias kumpul kebo.
Baca: TERKINI: Ricuh Aksi Demo Mahasiswa di DPRD Sulut dan Jatim, Lemparan Batu hingga Panjat Pagar Gedung
Baca: Bantah Demo Mahasiswa Ditunggangi, Ketua BEM UI: Peduli Apa Elit Politik Terhadap Rakyat
Baca: Jokowi Pernah Minta Didemo Mahasiswa: Saya Kangen Sebetulnya Didemo
Ketiga daerah itu Manado, Bali, dan Bakupiara.
"Saya pernah berbicara dengan mantan Jaksa Agung, Muladi, beberapa tahun lalu. Ternyata ada tiga daerah dimana kumpul kebo tidak dilarang dan tidak diperbolehkan juga. Kalau pun harus ketahuan, akan ditoleransi," kata pakar hukum pidana Andi Hamzah di Jakarta, Sabtu (23/3/2013), seperti dilansir dari makassar.tribunnews.com dengan judul Ada 3 Daerah di Indonesia Bolehkan Kumpul Kebo.
Selama ini, kata Andi, memerkarakan kasus kumpul kebo itu bukanlah hal mudah.
Hal itu dikarenakan kumpul kebo termasuk ke dalam ranah delik aduan, bukan delik pidana.
Sementara itu, saat ini, Pasal 485 RUU KUHP menyebutkan, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami-istri di luar perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana paling banyak Rp 30 juta.
"Selama tidak ada yang mengadu, dan tidak merasa ada yang menjadi korban yang melaporkan kasus itu ke polisi, maka tidak akan terungkap itu kasus kumpul kebo," katanya.
Andi mencontohkan sebuah kasus soal sepasang pria dan wanita yang telah lama melakukan hubungan suami-istri.
Si wanita mau melakukan hubungan itu lantaran diiming-imingi akan dinikahi oleh si pria.
"Tetapi kenyataan yang terjadi, si pria ini justru tidak jadi menikahi wanita itu. Baru kemudian wanita yang merasa telah menjadi korban itu melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian dengan sangkaan kasus perzinahan," katanya.
Tonton Videonya:
Dalam RKUHP, Pasangan Kumpul Kebo Bisa Dipidana atas Aduan Kepala Desa
Pasal 419 yang mengatur hidup bersama tanpa status pernikahan atau kumpul kebo pada rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP), menjadi sorotan.
Pada draf awal, pasal itu mengatur bahwa pasangan kumpul kebo dapat dipidana apabila ada aduan dari suami, istri, orangtua dan anak.
Namun, pasal itu akhirnya direvisi dan hasil revisi disahkan dalam rapat kerja Komisi III serta pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Pasal 419 Ayat (1) menyatakan, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Kemudian Ayat (2) tertulis bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak dapat dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua atau anaknya.
Baca: Sisi Lain Demo Mahasiswa: Dukungan Dana Masyarakat Capai 100 Juta, Pedagang Buah Gratiskan Dagangan
Baca: Tak Ada Tuntutan Untuk Lengserkan Jokowi, Demo Mahasiswa Menuntut Dibatalkannya RKHUP dan UU KPK
Baca: Suasana Demo Mahasiswa di Depan Gedung DPR/MPR RI Memanas, Massa Mulai masuki Tol Dalam Kota
Tak berhenti sampai situ, ada penambahan Ayat (3) yang menyatakan, pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dapat juga diajukan kepala desa atau dengan sebutan lainnya, sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, orang tua atau anaknya.
Perubahan pasal tersebut pun menuai banyak kritik.
Pasal hasil revisi dinilai akan memperburuk penegakan hukum sekaligus menimbulkan potensi kesewenang-wenangan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan kepada negara asing, Yasonna tak ingin aturan ini disalahartikan bahwa Indonesia berniat memenjarakan setiap orang asing yang datang ke Indonesia.
"Itu yang kita tidak mau dipersepsikan salah, seolah negara kita ini akan menangkapi orang seenak udel sampai jutaan orang masuk penjara hanya karena kohabitasi, kan itu delik aduan," ujar Yasonna.
"Jadi kalau orang asing dituduh kohabitasi nanti di Bali, misalnya, harus datang orang tuanya harus datang anaknya mengadukan. Jadi jangan di-twist seolah dunia akan kiamat karena kita tangkapi semua orang," sambung Yasonna. (kompas.com)