Tajuk Tamu Tribun Manado
Pentingnya Kurasi Budaya Tak Benda
Fokus utama kurator budaya menjadi semakin vital karena apapun yang dikurasi menyangkut budaya, justru menyebabkan budaya itu berkembang.
Oleh:
Ambrosius M Loho M.Fil
Pegiat Filsafat
DIALOG Budaya Nasional yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sulawesi Utara bekerja sama dengan Fakultas Ushuludin Adab & Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado, mengupas salah satu topik tentang pentingnya kurasi sebuah warisan budaya tak benda.
Mikke Susanto sebagai presentator mewakili BPNB Daerah Istimewa Yogyakarta memaparkan sebuah fakta bahwa membicarakan budaya dalam konteks nasional adalah sebuah keniscayaan. Kebudayaan bisa merupakan kebutuhan yang primer karena di setiap ruang, pada setiap harinya, dipenuhi dengan agenda budaya. (Susanto 2019: 1).
Dari primernya sebuah kebudayaan, kita tentu membutuhkan sebuah pengolahan dan pengaturan yang bukan hanya sebatas pendataan. Kebudayaan secara khusus warisan budaya tak benda perlu dikurasi. Dan yang mengurasi adalah kurator.
Melampaui itu, apa sebetulnya kurator dan bagaimana kegiatan kekuratoran dalam kebudayaan? Bahkan akan banyak pertanyaan lain lagi yang bertalian dengan itu, akan muncul. Bagaimana pun pertanyaannya, paling tidak kita memahami bahwa kurator sering dianggap sebagai peran yang tidak begitu penting, juga karena belum paham-nya mereka tentang itu.
Kendati demikian, pada prinsipnya kurator adalah tugas penting. Kurator adalah tugas yang sangat vital dalam setiap kerja seni, juga budaya.
Dalam sebuah penelusuran penulis dari berbagai sumber, termasuk karya Mikke Susanto, penulis menemukan bahwa telah dikenal umum terutama dalam dunia seni rupa, kegiatan kurasi sebagai ‘aksi’ merencanakan, menata, merancang, mengatur, merekayasa, menyusun berbagai unsur yang ada dalam kegiatan kesenian termasuk seni rupa, adalah seperangkat tindakan atau sistem representasi untuk mengupayakan, mewujudkan dan menggagas sebuah kegiatan juga pameran yang berfungsi untuk mendekatkan penonton memasuki wilayah kreatif perupa atau karya dengan pertimbangan praktis, ekonomis, estetis. (Bdk. Mike Susanto. 2004:9). Pendek kata, kurasi merupakan tindakan merencanakan.
Berkaitan dengan kebudayaan, seorang kurator memang layaknya seorang pegiat budaya. Hal itu tentu butuh pembuktian apakah benar demikian. Namun melihat fakta yang ada, seorang pegiat budaya adalah pegiat atau praktisi di bidang budaya, yang tentu saja memiliki berbagai perspektif ketika melihat sebuah fenomena budaya.
Baca: Pikat Warga Berlin, Rumah Budaya Indonesia Sajikan Kesenian dan Menu Khas Nusantara
Baca: SMPN 10 Manado Sambut Siswa Baru dengan Tarian Kabasaran dan Maengket
Dalam arti tertentu, pegiat budaya adalah juga kurator tentang fenomena budaya yang amat sangat luas itu. Dan seperti seorang kurator, pegiat budaya juga berperan dalam menentukan apa saja yang perlu dikurasi dari sebuah fenomena yang ada.
Fokus utama kurator budaya menjadi semakin vital karena apapun yang dikurasi menyangkut budaya, justru menyebabkan budaya itu berkembang dalam hal dikenal ke segala generasi.
Dengan demikian benarlah apa yang dikatakan oleh Susanto bahwa: Tujuan pengurasian sebuah warisan budaya adalah untuk mengidentifikasi, mengkaji, mengadaptasi hingga melakukan sosialisasi tentang warisan budaya tak benda. (ibid)
Di sisi lain, ide untuk melakukan pelestarian perlu didukung dengan kerja kreatif yang cerdas, efektif dan efisien. Pelestarian bisa dengan cara mengurasi sebuah warisan budaya bahkan warisan budaya tak benda.
Dengan pengurasian warisan budaya, warisan budaya tak benda itu serta merta diidentifikasi pula. Maka dengan adanya identifikasi ini, generasi ke depan bisa menjadikannya sebagai sebuah ilmu pengetahuan dan selanjutnya bisa dijadikan objek penelitian, terutama untuk pengembangan dan pelestarian.
Sejalan dengan dengan pengurasian budaya, kita juga turut membuka semua kemungkinan untuk merefleksikan hakikat dan nilai filosofis setiap warisan budaya. Dan sebuah proses pengungkapan hakikat dan nilai filosofis ini dinilai mendesak di era digital kini, karena tanpa kita kurasi, bukan tidak mungkin kita tidak akan pernah menyentuh kedalaman sebuah warisan budaya yang begitu bernilai.
BERITA POPULER:
Baca: Massa Pendemo Rusuh, Merusak Kendaraan Water Canon Milik Polisi
Baca: 9 Artis Ini Ternyata Punya Kembaran, Rina Nose hingga Kak Seto Mulyadi
Baca: Sosok Ketua BEM UI yang Viral Sebut Dewan Pengkhianat Rakyat di Hadapan Anggota DPR
Praktisnya, implikasi positif dari pengurasian budaya, sekurang-kurangnya dapat dikatakan demikian, bahwa warisan budaya baik yang benda maupun yang tak benda perlu dikurasi supaya generasi penerus bisa mengetahui dan tentu saja melestarikannya.