Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu

dr Ardiansa Tucunan: Pola Makan sebagai Entitas dalam Tradisi Pengucapan Syukur

Orang Minahasa atau biasa disebut ‘orang gunung’ cenderung memiliki tradisi ‘pengucapan syukur’ setiap tahunnya.

Editor: Fransiska_Noel
Kolase Tribun Manado/Foto dari berbagai sumber
Ilustrasi Pengucapan Syukur 

Oleh:
dr Ardiansa Tucunan M.Kes
* Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Unsrat Manado

TRIBUNMANADO.CO.ID - Orang Minahasa atau biasa disebut ‘orang gunung’ cenderung memiliki tradisi ‘pengucapan syukur’ setiap tahunnya dengan caranya masing-masing.

Tapi satu hal yang pasti adalah pola makan saat tradisi pengucapan syukur itu dengan menghidangkan begitu banyak makanan yang disajikan di atas meja.

Tradisi makan di pengucapan syukur yang mengundang begitu banyak orang luar untuk berkunjung, adalah tradisi yang tidak hanya terkait dengan kekeluargaan, kebersamaan, rasa sosial dan kultur yang kuat, tetapi juga berimplikasi kepada status ekonomi dan secara khusus kesehatan masyarakat itu sendiri.

Saya mencoba menelaah tradisi pengucapan syukur ini dari perspektif kesehatan, khususnya, karena ini terkait dengan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang perlu untuk dijaga aspek kesehatannya.

Secara umum, tradisi pengucapan syukur adalah sebuah kelaziman dan biasa-biasa saja, di mana masyarakat menghormati Sang Pencipta yang sudah memberikan banyak rexeki kepada mereka, sehingga mereka bisa hidup dan menikmati berkat-Nya.

Dulu kebiasaan pengucapan syukur itu sangat sakral dibuat, karena benar-benar bersentuhan dengan wilayah spiritual yang sangat kuat.

Tapi dalam banyak tahun belakangan ini, tradisi pengucapan syukur hanya identik dengan kegiatan seremonial dan pesta pora.

Bagaimana tidak, masyarakat yang merayakan pengucapan syukur fokusnya diarahkan kepada hal-hal lahiriah saja untuk menyenangkan tubuh jasmani saja.

Daya tarik terbesar dalam pengucapan syukur itu adalah tradisi ‘makan besar’ dengan banyaknya menu yang diterapkan di rumah-rumah masyarakat yang merayakannya.

Dari sudut pandang tradisi atau budaya, ini bukan sebuah kesalahan, tapi menjadi persoalan jika masyarakat melakukan ini hanya untuk mempertahankan status sosialnya dan juga gengsi di tengah masyarakat lain.

Dampaknya adalah masyarakat yang secara ekonomi pas-pasan, tapi harus memaksakan diri untuk menjalankan tradisi ini dengan berutang, sehingga menjerat dia pada beban ekonomi walaupun itu tidak terlalu besar.

Aspek kesehatan yang perlu diseriusi dari hal ini adalah, terganggunya kesehatan publik akibat pola makan yang tidak terkendali.

Pola makan masyarakat Minahasa, khususnya selama pengucapan syukur dan dilakukan selama bertahun-tahun, menjadi ancaman nyata bagi penyakit degeneratif sekaligus penyakit katastrofik yang memukul telak status kesehatan masyarakat ini, karena akibat kelebihan makanan.

Secara umum, Sulawesi Utara yang diwakili oleh etnis Minahasa kebanyakan, memiliki level penyakit degeneratif yang cukup tinggil di level nasional seperti penyakit gula, darah tinggi, kegemukan, jantung dan masih banyak yang lain.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved