Aspri Menpora Imam Nahrawi Ditahan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat kejutan bersamaan rencana DPR bersama pemerintah merevisi Undang-undang
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat kejutan bersamaan rencana DPR bersama pemerintah merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Rabu (11/9) malam, penyidik KPK menahan asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum.
Baca: Romahurmuziy Didakwa Bersama Menag Terima Suap
Pantaun awak Tribun, Ulum keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada pukul 20.32 WIB, dengan telah mengenakan rompi tahanan warna oranye dan tangan terborgol. Ia digiring petugas KPK menuju mobil tahanan yang terparkir disiapkan untuk membawanya ke rumah tahanan.
Tak banyak tangapan disampaikan oleh Ulum soal penahanannya. Namun, ia mengakui dirinya telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka sebelum dilakukan penahanan oleh pihak KPK. "Saya ini penanganannya sudah ke penyidikan," ujar singkat Ulum sebelum menumpangi mobil tahanan.
Sebelumnya, pihak KPK belum mengumumkan penetapan tersangka terhadap Miftahul Ulum maupun rincian perkara yang menjeratnya.
Namun, juru bicara KPK, Febri Diansyah membenarkan pihaknya melakukan penahanan asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi ini. Namun, ia memastikan pihaknya telah lebih dulu menetapkan Miftahul Ulum sebagai tersangka.
"Perkara lengkap akan kami umumkan melalui konferensi pers secara resmi. Masih ada kegiatan penyidikan awal yang perlu dilakukan," ujar Febri.
Febri mengatakan pihaknya menahan Miftahul Ulum selama 20 hari pertama di Rutan K4 KPK.
Nama asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi merupakan salah seorang pihak yang tengah berperkara di KPK. Peran Miftahul Ulum terungkap dalam sejumlah persidangan kasus dugaan suap dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tahun 2018.
Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy telah divonis 2 tahun 8 bulan dan Bendahara Umum KONI Johny E Awuy divonis 1 tahun dan 8 bulan. Keduanya dinyatakan terbukti bersalah memberikan suap kepada Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto.
Baca: Nawawi Sebut Kinerja KPK Sempoyongan: Begini Kata Komisioner KPK
Untuk Mulyana, Ending dan Johny memberikan satu unit mobil Fortuner, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 (sekira Rp900 juta). Untuk Adhi Purnomo dan Eko Triyanta diberi Rp 215 juta; dan untuk asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum dan staf protokoler Arif Saputra, diberikan Ending uang dengan total mencapai Rp 11,5 miliar.
Tujuan pemberian hadiah tersebut adalah agar Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora tahun 2019.
Pemberian pertama adalah terkait proposal hibah tugas pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi Olahraga Nasional pada "multi event" Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 dengan usulan dana dari KONI sebesar Rp51,529 miliar yang diajukan Tono Suratman selaku Ketua Umum KONI Pusat.
Pemberian kedua adalah terkait proposal dukungan KONI dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018 dengan usulan sejumlah Rp27,506 miliar, namun yang disetujui adalah Rp17,971 miliar.
Tiga anak buah Menpora Imam Nahrawi yang diduga sebagai penerima suap, yakni Mulyana, Adhi Purnomo dan Eko Triyanto, telah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Adhi Purnomo dan Eko Triyanta, dituntut lima tahun penjara. Sementara, Mulyana dituntut hukuman penjara selama tujuh tahun.
Baca: Jokowi Pelajari Pasal demi Pasal UU KPK
Jaksa mengatakan dalam fakta persidangan terungkap peran Miftahul agar dana hibah untuk KONI dapat dicairkan dengan syarat ada imbalan uang yang telah disepakati antara Miftahul dengan Hamidy, yaitu 15 sampai 19 persen dari anggaran hibah KONI yang dicairkan.
"Sebagian realisasi besaran commitment fee terdakwa (Hamidy) dengan Johnny secara bertahap memberikan sejumlah uang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar yang diberikan terdakwa dan Johny kepada saksi Miftahul Ulum selaku aspri Menpora atau pun melalui Arif Susanto selaku orang suruhan Miftahul Ulum," kata jaksa saat membacakan surat tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, 15 Agutustus 2019. (tribun network/ilh/gle/coz)