Menjabarkan Trilogi Pembangunan Jemaat
MTPJ GMIM: “Penatalayanan yang Profesional”
Gereja berada di dunia untuk menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah di tengah zaman yang terus berubah. Itulah sebabnya gereja dituntut
MTPJ 25 – 31 Agustus 2019
TEMA BULANAN : Peran Gereja Dalam Menghadirkan Tanda-tanda Kerajaan Allah”
TEMA MINGGUAN : “Penatalayanan yang Profesional”
BACAAN ALKITAB: 1 Tawarikh 6:31-53
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Gereja berada di dunia untuk menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah di tengah zaman yang terus berubah. Itulah sebabnya gereja dituntut untuk dapat menyikapi dengan bijaksana realitas tersebut sambil terus menata pola dan bentuk pelayanannya sehingga dapat menjawab kebutuhan warganya.

Sekalipun penatalayanan menjadi tanggungjawab yang besar dari pemimpin-pemimpin atau pelayan khusus namun juga bersama anggota jemaat untuk menata panggilan gereja yaitu bersekutu, bersaksi dan melayani. Ada harapan bahwa dengan penatalayanan yang profesional dan keikutsertaan yang aktif dari seluruh anggota jemaat akan menjadikan gereja semakin dewasa imannya.
Memang disadari bahwa perkembangan dan perubahan dunia yang semakin cepat membawa pengaruh yang cukup besar dalam perjalanan gereja.
Karena itu penatalayanan adalah segala kebijakan dan tindakan seseorang percaya dalam mengelola kepercayaan yang diberikan oleh pemberi wewenang. Penatalayanan dalam Kristen berarti pekerjaaan menatalayani yang berhubungan dengan mengelola, mengurus, mengatur dan menyelenggarakan.
Penatalayanan ialah segala kebijakan dan tindakan orang percaya dalam mengelola dengan baik talenta yang Tuhan berikan seperti waktu, tenaga, pikiran, uang dan harta benda. Sedangkan kata professional yang berarti memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankan palayanan sesuai dengan peraturan atau melaksanakan tugas sesuai petunjuk pelaksanaan dalam bidang yang dijalananinya sehingga tema minggu ini adalah “Penatalayanan yang Profesional”.
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Nama kitab ini dalam tradisi Yahudi adalah dibre hayyamin yang berarti kitab-kitab sejarah sedangkan dalam Septuaginta kitab ini disebut dengan Paraleipomenon yang berarti hal-hal dari yang telah berlaku dalam sejarah.
Dengan arti ini penulis Tawarikh hendak mengajak pembaca untuk melihat sejarah yang berlaku demi kehidupan selanjutnya. Dengan kata lain untuk membangun kehidupan dimasa kini dan masa yang akan datang perlu melihat kehidupan dimasa yang lampau.
1 Tawarikh 6:31-53 sesungguhnya adalah kelanjutan dari pasal 6:1-30 tentang keturunan Lewi dan merupakan satu kesatuan dalam pasal 6:1-81 tentang keberadaan suku Lewi tersebut. Suku Lewi merupakan salah satu suku orang Israel yang dikhususkan untuk melakukan pekerjaan di Kemah Pertemuan dan selanjutnya di Bait Allah.
Ayat 31-32. Daud mempersiapkan orang-orang dari suku Lewi ini untuk menjadi pemimpin nyanyian dan penyanyi di kemah pertemuan. Orang-orang yang ditugaskan ini menjalankannya sejak tabut perjanjian berada di Kemah Pertemuan sampai Salomo mendirikan Bait Allah di Yerusalem. Dan tugas pelayanan ini berlangsung terus di Bait Allah. Hal ini hendak menegaskan bahwa tugas keturunan Lewi ini mendapat pengesahan dari Raja Daud. Ketutunan Lewi diberi tugas untuk menyembah Allah melalui nyanyian yang merupakan suatu bentuk pelayanan kepada Dia. Nyanyian sebagai persembahkan diri kepada-Nya di dalam iman dan kasih.
Ayat 33-38 menerangkan tentang keturunan Kehat anak Lewi ini yang menyanyi di Kemah Suci, Bani Kehat diwakili oleh Heman. Kemudian mereka yang berdiri di sebelah kanan adalah dari keturunan Gerson yang diwakili oleh Asaf yang dicatat dalam ayat 39-43. Kelompok lain dari Bani Merari yang diwakili oleh Etan dan berdiri di sebelah kiri. Itu berarti ketiga anak Lewi dan keturunan mereka menjadi orang-orang yang melakukan pekerjaaan di Kemah Pertemuan. Mereka semua dikhususkan menjadi penyanyi koor di Kemah Pertemuan. Dengan demikian oleh Daud, semua keturunan Lewi yang mengambil bagian di Kemah Pertemuan. Kehidupan mereka ada dalam penataan dan pengaturan Tuhan. Secara khusus, suku Lewi yang di atur dan ditata pekerjaan dan pelayanannya di Kemah Pertemuan supaya kehidupan umat Tuhan senantiasa terhubung dengan Allah yang adalah Pemilik umat itu sendiri. Pembagian tugas oleh Daud kepada suku Lewi menunjukan keteraturan dan penatalayanan yang baik adalah sebuah ungkapan iman yang menghayati dan menyadari akan kekudusan.
Ayat 49-53. Harun yang adalah keturunan Lewi, bersama anak-anaknya berkewajiban untuk membakar korban bakaran, ukupan dan melakukan segala pekerjaan di tempat Maha Kudus serta mengadakan perdamaian bagi Israel. Hal ini hendak menegaskan bahwa Harun dan keturunannya dikhususkan untuk pelaksanaan ibadah-ibadah Israel sampai ke dalam ruang Maha Kudus, bagian yang sangat kudus dalam kemah Pertemuan atau Bait Allah.
Inilah pembagian sekaligus tugas bagi suku Lewi yang menempatkan peran Daud dalam mempersiapkan pekerjaaan dan pelayanan suku Lewi dengan maksud supaya mendapat legitimasi dari raja Daud.
Dalam Bilangan 3:1-4:49 disebutkan tentang Lewi dan bagaimana suku ini mengemban pekerjaan khususnya di Kemah Pertemuan yang merupakan simbol kehadiran Allah di tengah kehidupan umat Tuhan dan di situlah umat datang menjumpai-Nya.