Berita Terkini
Prabowo Gabung Pemerintah Demi Kepentingan Capres 2024, Pengamat: Megawati Sulit Menolak
Pengamat Politik Jerry Massie memandang kuota jatah kursi tersebut bisa diperoleh Gerindra, bisa juga tidak.
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
Sejarah mencatat bagaimana hubungan PDI Perjuangan dan Partai Gerindra sejak tahun 2004 keduanya pernah bersanding di pelaminan politik.
Saat Mega menjadikan Prabowo pasangannya di pilpres kala itu.
"Saya menilai antara PDI-P dan Gerindra masih ada hubungan emosional jika benang merah ditarik kembali," ujar Pengamat Politik Jerry Massie saat berbincang dengan Tribunnews, Senin(29/7/2019).
Karena sejarah yang manis itulah diprediksi kemungkinan besar partai Gerindra akan masuk ke koalisi Jokowi-Maruf Amin.
"Ada indikasi kuat gabung bagi saya Megawati sulit menolak," kata Jerry.
Baca: Tak hanya Ancaman Gempa Megathrust, Krisis Air Diprediksi Landa Jawa 2040
Baca: Coba Tips Ini Agar Roti Tawar Bisa Tahan Lebih Lama
Baca: Mafia Properti Raup Rp 214 Miliar dalam 4 Bulan, Hasilnya untuk Beli Jam Tangan hingga Mobil Mewah
Baca: Isu Olly Masuk Bursa Menteri BUMN Bukan Isapan Jempol: Begini Analisanya
Baca: Keluar Keringat saat Demam Patokan Akan Sembuh? Ini yang Sebenarnya Terjadi
Baca: Ini Manfaat Semangka bagi Tubuh, Tak Sekadar Manis dan Menyegarkan
Pendukung Prabowo Bakal Kecewa
Pengamat politik dari UIN Jakarta Adi Prayitno menilai, pendukung Prabowo Subianto akan kecewa jika Partai Gerindra memutuskan untuk mendukung pemerintahan Joko Widodo lima tahun ke depan.
Pendukung pun akan beranggapan politik hanyalah bagi-bagi kekuasaan.
"Pendukung yang kecewa akan apatis terhadap Gerindra karena menganggap pilpres hanya dagelan politik yang tak lebih dari sekadar bagi-bagi kekuasaan," ujar Adi kepada Kompas.com, Senin (29/7/2019).
Hal itu dikatakan Adi menyusul muncul pro dan kontra terkait perbedaan pendapat arah politik di internal Gerindra pascpilpres 2019.
Menurut Adi, kekecewaan pendukung berpotensi terjadi lantaran Prabowo dan Gerindra adalah simbol oposisi selama ini.
Tak pelak, jika Prabowo memutuskan bergabung ke pemerintahan, hal itu dianggap tidak elok bagi pendukung Gerindra.
"Karena memang DNA Gerindra sejak awal ya oposisi, model bisnisnya adalah lawan tanding pemerintah, bukan partner," paparnya kemudian.
Kekecewaan pendukung dan kader Gerindra yang memilih sebagai oposisi, lanjutnya, jika tidak segera diatasi Prabowo, maka akan berdampak pada elektabilitas partai.
Buktinya, tutur Adi, pertemuan antara Prabowo dan Jokowi di Moda Raya Terpadu (MRT) pada 13 Juli 2019 lalu saja sudah memancing reaksi negatif.