Baru 83 Persen Anak di Indonesia Punya Akte Kelahiran, Ini Kendala dan Hambatannya
Baru 83, 25 persen anak di Indonesia yang memiliki Akte Kelahiran. Pemerintah Indonesia menargetkan, rasio anak memiliki Akte Kelahiran 85 persen
Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Rizali Posumah
TRIBUNMANADO.CO.ID - Baru 83, 25 persen anak di Indonesia yang memiliki Akte Kelahiran. Pemerintah Indonesia menargetkan, rasio anak memiliki Akte Kelahiran 85 persen tahun ini.
"Jumlah anak di Indonesia sepertiga dari total penduduk atau sekitar 80 jutaan," kata Lies Rosdianty MM, Asisten Deputi Hak Sipil, Informasi dan Partisipasi Anak Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI dalam Advokasi Percepatan Kepemilikan Akte Kelahiran di Aryaduta Manado, Senin (05/08/2019).
Katanya, definisi anak ialah yang usianya 0-18 tahun kurang sehari.
"Jadi janin yang masih dalam kandungan itu juga anak dan dia sudah memiliki hak," kata Lies.
Katanya, Akte Kelahiran wajib demi menjamin hak-hak anak. Baik hak identitas, akses terhadap pendidikan maupun bantuan.
"Termasuk juga hak waris. Dengan adanya Akte Kelahiran, akan melindungi anak dari eksploitasi seperti pekerja anak dan pemalsuan umur," kata Lies.
Semua anak--apapun kondisinya harus memiliki Akte Kelahiran. Termasuk mereka yang lahir tak diinginkan orangtuanya ataupun dalam status pernikahan.
"Ada anak-anak yang lahir karena korban perkosaan juga berhak. Mereka tak pernah minta dilahirkan dengan kondisi seperti itu," jelasnya.
Baca: Tes Urine Narkoba Jajaran Kejati Sulut, Kajati Minta Tak Ada yang Boleh Keluar Aula
Baca: Wabup Minahasa Robby Dondokambey Menghadiri Konsultasi Regional Pulau Sulawesi
Baca: Sehan Sebut Muluskan DAK Daerah Harus Berikan Sesajen Ke Pusat
Begitu juga anak-anak yang ada di panti sosial, korban perang, bencana alam sehingga dalam pengungsian.
Lies bilang, ada sejumlah hambatan sehingga kepemilikan Akte Kelahiran belum 100 persen.
Mulai dari kurangnya pemahaman orangtua. Masih banyak yang berpikir mengurus Akte Kelahiran itu harus bayar dan syaraynya berat.
Ada juga di beberapa daerah karena adat istiadat. Misalnya di Papua, ada orangtua yang tidak punya Akte Nikah karena hanya dijodohkan (kawin adat).
"Anak-anak yang di panti asuhan maupun Lembaga Pembinaan Anak relatif sulit karena mereka ada yang keluarganya tak jelas. Itu butuh Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak," katanya.
Begitu juga faktor geografis. Di mana banyak keluarga yang tinggal jauh dari pusat layanan publik pemerintah.
Daerah yang belum sesuai target alias belum capai 85 persen ialah Papua, Papua Barat, Maluku, Malut, NTT, Sulteng, dan Sumbar.
Berita Populer
Baca: Daftar 16 Ponsel dengan Tingkat Radiasi Paling Tinggi, HP Kamu Masuk Urutan Berapa?
Baca: PROFESI Ahok Sekarang Terbongkar, Diluar Dugaan!
Baca: Pintu Jokowi Tertutup, Sosok Ini Bisa jadi Utusan PDIP di Pilpres 2024, Ahok?
"Target kita di 2030 Idola, Indonesia Layak Anak," jelasnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulut, Ir Mieke Pangkong MSi menambahkan cakupan Akte Kelahiran menjadi salah satu indikator bagi Kota/Kabupaten Layak Anak
"Khusus Sulut sendiri mencapai 95, 8 persen," kata Mieke yang didampingi Kabid Perlindungan Khusus dan Pemenuhan Hak Anak, Everdien Kalesaran
Ia jelaskan, ada 24 indikator Kota/Kabupaten Layak Anak.
"Target itu bisa dipenuhi ketika ada integrasi program lintas instansi serta pemahaman yang baik di masyarakat.
Ia memberi contoh hal kecil indikator Kota/Kabupaten Layak Anak.
"Misalnya di sekolah ada WC khusus anak laki-laki dan perempuan. Sekolah bebas aksi kekerasan, bullying dan lain-lain," katanya.(ndo)
Berita Daerah
Baca: Kotamobagu Masukkan Rencana Pembangunan Perguruan Tinggi Negeri dalam RPJMN
Baca: Ada Penanda Lokasi Baru Ibukota Negara? Tanda Silang Warna Oranye Ditemukan di Pemukiman Warga
Baca: Tes Urine Narkoba Jajaran Kejati Sulut, Kajati Minta Tak Ada yang Boleh Keluar Aula