Ali Mochtar Ngabalin Kesal Disuruh Sahadat Ulang karena Dukung Jokowi, Begini Ceritanya
Pemilihan presiden (pilpres) 2019 sudah selesai. Sengketa pilpres putusannya sudah final, namun rekonsiliasi dibutuhkan
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pemilihan presiden (pilpres) 2019 sudah selesai. Sengketa pilpres putusannya sudah final, namun rekonsiliasi dibutuhkan untuk meneduhkan kedua kubu yang bersaing.
Tenaga Ahli Kedeputian IV KSP, Ali Mochtar Ngabalin mengaku dituding kafir dan disuruh bersahadat ulang gara-gara mendukung Joko Widodo.

Dalam perbincangan awalnya Ngabalin membahas soal istilah 'kriminalisasi' yang masih santer mencuat di obrolan publik.
Ngabalin menuturkan, tidak ada kriminalisasi kepada siapapun.
Terlebih kepada tokoh-tokoh yang kencang suaranya dalam mengkritik pemerintah.
Karena menurut Ngabalin, kebebasan untuk menyampaikan pendapat sudah diatur dalam konstitusi.
Termasuk pula tata cara untuk menyampaikan pendapat, konstitusi juga sudah mengatur hal tersebut.
Namun jika ada pihak yang melakukan ujaran kebencian dan menyebarkan berita bohong, menurut Ngabalin harus ada tindakan tegas sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Hal ini disampaikan oleh Ngabalin dalam acara Sapa Indonesia Malam Kompas TV bersama Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono yang dipandu oleh Aiman Witjaksono. Selasa (9/7/2019) malam.
"Kalau di republik ini orang bebas mencacai maki, menghujat, menuduh orang PKI, menyebarkan berita bohong, menjatuhkan martabat orang, ada UU ITE nya," kata Ngabalin.
"Berkali-kali kita bilang UUD memberikan jaminan tentang kebebasan berpendapat."
"Tapi ada UU turunannya tentang tata cara menyampaikan pendapat."
"Kalau ada orang mencaci maki saya, saya merasa terganggu, saya laporkan kepada kepolisian dan polisi mengambil tindakan, itu dimana kriminalisasinya?," imbuh Ngabalin.
Selanjutnya, Ngabalin juga angkat bicara soal polarisasi yang terjadi karena salah satunya disebabkan oleh politisasi agama.
Agama dijadikan alat untuk menjatuhkan orang lain atau lawan politiknya.