Kaburnya Mantan Ketua DPR RI Direncanakan: Ini Penjelasan Menteri Hukum dan HAM
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut selain faktor kelalaian, lolosnya narapidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut selain faktor kelalaian, lolosnya narapidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto dari pengawalan petugas Lapas Sukamiskin usai dirawat di RS Sentosa Kota Bandung merupakan upaya pelarian diri yang direncanakan.
Hal itu dikuatkan dengan disiapkannya mobil yang membawa Novanto dari rumah sakit tersebut hingga kedapatan berada di galeri keramik di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
Hal itu disampaikan Yasonna sebelum mengikuti rapat dengan Komisi III Bidang Hukum DPR di komplek DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/6).
Baca: Begini Alasan Presiden Titip Satu Kriteria Pimpinan KPK
"Dia (petugas pengawal tahanan) merasa 'Udahlah kalau bayar bill aja nggak apa'. Rupanya kita tahu belakangan, (rupanya) sudah ada mobil menunggu (Novanto). Memang sudah direncanakan tampaknya juga," kata Yasonna.
Menurut Yasonna, sebenarnya anak buahnya yakni para petugas Lapas Sukamiskin telah menjalankan prosedur tetap (Protap) dalam mengawal pengobatan Novanto di RS Santosa. Namun, justru Novanto telah merencanakan melarikan diri dengan mengelabui dan memanfaatkan kelengahan petugas lapas yang mengawalnya.
Petugas lapas tersebut mengizinkan Novanto melakukan pembayaran tagihan biaya rumah sakit sendiri tanpa pengawalan. "Ada kelengahan, mengapa anak ini (petugas) sampai mau berbelas kasih untuk tidak mengikuti sampai bayar bill (tagihan)," ujarnya.
Kejadian itu bermula saat Novanto mengeluhkan menderita sakit di Lapas Sukamiskin pada Senin, 10 Juni 2019. Setelah diperiksa dokter lapas dan dilaksanakan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP), Novanto diusulkan dirawat di luar lapas, yakni RS Sentosa Bandung.
Novanto dirawat di lantai 8 RS Sentosa sejak 11 hingga 14 Juni 2019. Namun, saat hendak meninggalkan rumah sakit tersebut, Novanto meminta izin untuk membayar tagihan rumah sakit tanpa pengawalan yang berada di lantai 3.
Baca: Penumpang Ambil Alih Serang Sopir saat Bus Melaju: 12 Korban Meninggal dan 45 Luka-luka
"Ya dia memang sakit, memang benar sakit, hanya setelah itu dia ya mengelabui petugas kita, suruh bayar bill di bawah dan ketika ditanya 'bapak ke mana'? (Dia jawab) 'ke bawah, ya sudah kamu tunggu saja nanti saya balik', dan ternyata tidak balik,"katanya.
Karena Novanto tidak kembali, petugas tersebut menghubungi petugas piket Lapas Sukamiskin, lalu ditembuskan ke Kalapas. Selanjutnya, Kalapas berkoordinasi dengan Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat untuk menindaklanjutinya.
Namun, bersamaan hal itu, ternyata telah beredar foto Novanto tengah berada di sebuah galeri keramik di Padalarang, bersama istrinya, Deisti Astriani Tagor, dan dua pria.
"Kakanwil mencoba melacak, kemudian sudah ada media gambar beliau, diambil tindakan oleh kakanwil," katanya.
Yasonna menambahkan, selain rapat bersama Komisi III DPR, pihaknya juga melakukan evaluasi di internal Kemenkumham atas kejadian 'Ulah Novanto' ini. "Saya barusan rapat sebelum datang ke Baleg, dengan Dirjen, Sekjen, beberapa direktur di Ditjenpas, kalapas Sukamiskin, kemudian Karutan Gunung Sindur kita rapat. Karena menganalisis peristiwa ini dengan peristiwa lainnya," katanya.
Direktur Pembinaan Napi dan Latihan Kerja Produksi Ditjen Pas Kemenkumham, Yunaedi, mengatakan, dari hasil pemeriksaan, diketahui Novanto pamit kepada pengawal untuk menyelesaikan pembayaran administrasi biaya perawatan rumah sakit di lantai 3.
Saat itu, ada anggota keluarga yang menemani Novanto. Diduga anggota keluarga tersebut adalah istri Novanto, Deisti. "Beliau ada di kursi roda, didampingi keluarganya," ujar Yunaedi.
Namun, setelah ditunggu beberapa menit, ternyata Novanto tidak kembali dan menghilang dari rumah sakit. "Ternyata pada pukul 17.43, Pak Setnov kembali ke RS Santosa. Atas kembalinya beliau itu dilaporkan kembali oleh pengawal," kata dia.
Kemenkumham Jawa Barat menyatakan upaya pelarian diri Setya Novanto selaku narapidana adalah pelanggaran dengan kategori berat. Oleh karena itu, dia langsung dipindahkan ke rutan dengan pengamanan super ketat, di Rutan Gunung Sindur Bogor, untuk sementara.
Selain itu, Ditjen Pemasyarakatan juga akan melakukan penilaian atau assesment untuk memutuskan sanksi yang akan diberikan untuk Npvanto. "Nanti ditentukan sanksi. Sanksi apa ke Setnov, sesuai pelanggaran apa, masuk assessment, kemudian disidangkan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP), baru kemudian intervensi program apa," tukasnya.
Baca: Perbaikan Jalan Lingkar Danau, Pemprov Tangani Ruas Depan Benteng Moraya
Meski telah tiga hari pelarian Novanto ini terungkap, hingga saat ini pihak Kemenkumham belum membeberkan motif dan tujuan Setya Novanto berada di galeri keramik di Padalarang tersebut. Selain itu, belum diungkapkan juga pihak-pihak yang membantu pelarian Novanto itu.
Enggan Copot Kalapas
Sejumlah pihak meminta agar Kalapas Sukamiskin Bandung, Tejo Herwanto, untuk dicopot menyusul kasus kaburnya Setya Novanto dari pengawalan petugas lapas ini. Bahkan, sebagian meminta Menkumham Yasonna Laoly untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pertanggungjawaban.
Namun, menurut Yasonna, Tejo Herwanto merupakan kalapas terbaik yang dimiliki kementeriannya pada saat ini. Apalagi, tidak mudah menjadi Kalapas Sukamiskin mengingat banyaknya tekanan.
Yasonna menyebut saat ini Tejo Herwanto selaku Kalapas Sukamiskin sudah sampai pada tahap stres gara-gara ulah Novanto ini. "Ini Kalapas Sukamiskin ini sudah sampai tahap stres, dari antara semua, Kalapas Sukamiskin ini yang terbaik, bertahan selama 11 bulan, dan betul-betul orangnya keras tegas dingin, bahkan dimusuhi oleh orang-orang di dalam," kata Yasonna.
Menurutnya, kejadian ini adalah murni upaya Novanto yang memanfaatkan kelengahan petugas lapas. Dan hal serupa pernah dilakukan Novanto saat bersama pengacara dan dokter Bimanesh merekayasa sakit agar bisa dirawat di RS Permata Hijau Jakarta dan terhindar dari proses hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"(Saat itu) dia korbankan orang lain lagi, dulu dokter korban lagi kan. Jadi, maunya jangan begitulah, kita sebagai orang-orang yang sudah punya pendidikan punya ini, lihat juga jangan sampai kita mengorbankan orang lain, ini si anak kan jadi korban," katanya.
Sementara itu, Yasonna menanggapi santai perihal desakan agar dirinya mengundurkan diri dari jabatan. "Boleh saja, siapa saja boleh melakukan itu," ucapnya. (tribun network/fik/kcm/coz)