Buzzer Hoaks Pilpres Bergaji Rp 100 Juta: Begini Pekerjaan Mereka
Pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden akan diselenggarakan serentak dua bulan lagi, 17 April mendatang. Semakin mendekati waktunya
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden akan diselenggarakan serentak dua bulan lagi, 17 April mendatang. Semakin mendekati waktunya, atmosfer politik nasional kian panas. Buzzer media sosial yang marak kerap dianggap sebagai penyebar berita bohong (hoaks) atau berita palsu (fake news), turut meningkatkan polemik di dunia maya. Tahukah anda sebagian buzzer dibayar mencapai ratusan juta rupiah?
"Dapat uang masing-masing Rp 100 juta minimal untuk bos-bosnya. Bisa lebih. Mereka proyekan sampai pilpres selesai," ungkap Andi, seorang buzzer profesional yang mendapat order pada pilpres 2019 saat ditemui Tribun Network di kawasan Bekasi, Jawa Barat, pertengahan Februari 2019.
Para buzzer akan mengelola akun media sosial, lalu membuat konten serta menyebar melalui akun-akun tersebut. Kata kunci dan hal terpenting bagi buzzer adalah menjalankan tugas sesuai order lalu melaporkan kepada pemesan. Jumlah akun dan seberapa luas sebaran informasi tidak sedemikian perlu. Bahkan berita bohong atau benar, bukan persoalan. "Hoaks atau tidak, mereka tidak peduli, yang penting sudah kerja," ujar Andi.
Saat ditemui, Andi mengenakan kaos dan celana panjang bahan berwarna hitam. Sembari duduk di kursi panjang, suaranya mulai pelan, badannya mulai condong ke arah jurnalis Tribun, seperti berbisik, saat mengungkap dana yang diterima para bos buzzer.
Sistem pembayaran dan besarnya upah buzzer diklasifikasi berdasarkan tingkatan. Setingkat supervisor akan dibayar Rp 7 juta per bulan, disertai fasilitas kos atau kontrakan serta uang pulsa. Kemudian, buzzer yang berada di tingkatan mandor dibayar Rp 3 juta per bulan.
"Untuk kasta terendah itu Rp 300 ribu. Kalau untuk customize, per hari Rp 100 ribu. Orang-orang ini dibayar karena rajin online. Tugasnya hanya untuk menyebar konten," kata Andi.
Andi masuk buzzer sejak tahun 2011 untuk misi mengawal calon gubernur pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2012. Ia kemudian turun gelanggang dunia medsos juga pada Pilkada Jakarta 2017, dan Pilpres 2019 ini.
Menurutnya, terdapat empat bos besar yang dia kenali dan bermain di dunia maya. Keempat orang tersebut adalah, berinisial, YP, W, NS dan P. Mereka memiliki ribuan pengikut di akun Twitter dan Facebook. "Ada yang ahli IT, ada yang orang partai juga, ada yang memang didikan Buzzer salah satu partai politik," ujar Andit.
Terkait Pilpres dan Pileg 2019, Andi menuturkan, pemain buzzer umumnya melanjutkan pekerjaan sejak Pilgub DKI Jakarta tujuh tahun silam. "Semuanya orang lama dari Pilkada Jakarta 2012. Sekarang, mereka ikut lagi dengan mendukung pasangan yang berbeda-beda," ucap Andi, pria berjenggot.
Saat ini, Andi sedang bekerja di salah satu tim pemenangan. Ia enggan menyebut capres yang didukung. Namun dia menjelaskan, akun-akun politik sering menyertakan medsosnya dalam perdebatan.
Ruli, koordinator tim Buzzer dari tim pemenangan satu calon presiden, mengaku cukup kerepotan menghadapi militansi buzzer dari salah satu partai politik pengusung pasangan calonnya. Seringkali buzzer dari parpol tersebut, tidak menempuh tabbayun atau cek dan ricek mengenai konten yang disebar. "Ya gitu. Militansi yang lebih sering merepotkan. Mereka jarang ngecek soalnya," kata Ruli.
Buzzer militan tersebut, biasanya menyebarkan konten secara sporadis yang kontennya menjelekkan kubu lawan, apapun bentuknya. Saat didebat kubu lawan, Buzzer militan itu keluar dari isu yang sebelumnya ia jabarkan. Ia pun menyadari hal tersebut dan menjadi kritik kepada tim pemenangannya karena ada tuduhan hoaks dari kubu lawan."Pokoknya jelek aja. Tapi, kalau lagi menyebarkan yang kita mau, mereka sangat membantu," ucap Ruli.
Tim pemenangan yang diikutinya menyewa Buzzer profesional untuk ikut berperang dalam Pertarungan Udara selama Pilpres 2019. "Ada. Kita sudah bayar di awal. Jadi, sekarang tidak ada bayar-bayar lagi," jelasnya.
Buzzer profesional ini diberi target untuk membuat trending topics di beberapa isu yang menarik dan cukup berat. Mereka, juga memiliki target untuk menyebarkan ribuan cuitan Twitter atau share medsos via Facebook atau instagram setiap harinya.
Seluruh akun yang terdaftar dalam tim profesional itu, akan diawasinya dan koordinator lainnya. "Kalau yang profesional ada targetnya masing-masing. Tapi, kalau dari partai politik, beda soalnya mereka juga harus menyebarkan konten yang diminta dari partai. Saya tidak terlalu terlibat kalau di sana," urainya.