Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Refleksi Perjalanan Ziarah GMIM: Antara Yakobus, Yohanes dan Wenas

Ziarah sekaligus dapat digunakan sebagai upaya kita memohon pertolongan Tuhan untuk masalah-masalah yang sedang kita alami

Editor: Aldi Ponge
ISTIMEWA
Pdt Lucky Irwan Rumopa 

Yesus menunjukan dari dalam Yohanes bukan sisi karakteristik seperti kakanya Yakobus, tetapi pertimbangan pengalaman tidak menjadi ukuran dalam perekrutan sebagai nominator kerasulan Yesus.

Artinya intelektualitas sesorang tidak diukur pada pengalaman dan factor usia melainkan dari dalam “kepolosan” hati Yohanes memiliki kwalitas yang tidak dimiliki oleh murid murid yang lain.

Sebagai salah satu tim-work kerasulan, aspek keseimbangan yang ditampilkan Yohanes dalam kepribadiannya sangat signifikan untuk membawa berita kesalamatan sepanjang zaman dalam arak arakan gereja menghadapi tantangan dunia.

Setelah pulang dari pembuangan di pulau Patmos, Yohanes melayani dan memimpin jemaat -sampai masa tua dan meninggal- di Efesus.

Tradisi mengata-kan bahwa ia mati dibunuh pada masa pemerintahan kaisar Traianus, pada awal abad II Masehi. Tuhan Yesus merubah Yohanes menjadi Rasul Kasih. Ia menunjukkan manifestasi kasih Tuhan Yesus dengan tepat.

Ia mengenal kasih Yesus dengan sesungguhnya. Dalam semua tulisan atau surat-suratnya -Injil Yohanes, 1, 2, 3 Yohanes, Wahyu- Yohanes memakai ungkapan Kasih sebanyak 80 kali.

Yohanes menunjukkan pengalaman Kasih Tuhan Yesus tersebut melalui karya-karyanya yang tentu menjadi kunci strategis gereja dalam pelayanan dari satu masa ke periode yang akan datang.

Wenas

Dia tidak lain adalah Pendeta GMIM pribumi pertama. Terlahir di Tombatu pada tanggal 28 Oktober 1897 dari pasangan Lodewijk Wenas dan Saartje Rambi dan diberi nama Albertus Zacharias Runturambi Wenas adalah seorang turunan dari penguasa Tomohon (Mayoor) pada masa Belanda berkuasa di Minahasa. Ayahnya Lodewijk Wenas, adalah Kepala Onderdistrik (Kumarua, Hukum Kedua atau kini Camat) Kakaskasen tahun 1895—1902. Kemudian dipindahkan ke Tombatu sebagai Hukum Kedua Tombatu.

AZR Wenas disekolahkan di H.I.S di Manado, ketekunannya maka ia diangkat menjadi juru tulis Ds. De Koning yang saat itu menjabat Direktur STOVIL ( School Tot Opleiding Voor Inlands Leraar) di Tomohon.

Kesabaran A.Z.R. Wenas selama menjadi juru tulis Ds. De Koning akhirnya membuahkan hasil pada tahun 1921, A.Z.R. Wenas dikirim ke Belanda dengan bantuan Ds. De Koning untuk sekolah pendeta di Oegstgeest Nederland.

Sekembalinya dari sekolah pendeta pada tahun 1926, beliau ditempatkan sebagai pendeta di Kumelambuai-Tomohon dengan menyandang gelar Dominus (Latin) atau pemimpin jemaat.

AZR Wenas mempunyai cita-cita dalam membentuk suatu badan gereja otonom yang lengkap, cita-cita ini terealisasi pada tanggal 30 September 1934 dengan berdirinya Gereja Masehi Injili di Minahasa yang diumumkan di Gereja Sion oleh Gubernur Jenderal Mr De Jonge dalam kunjungannya di Minahasa. Tahun 1942 sampai 1945 saat pendudukan Jepang dan ketika terjadi pemboman dari pesawat - pesawat sekutu terhadap kota Manado dan Minahasa Ds. A.Z.R. Wenas tetap berada ditengah-tengah masyarakat dan menolong serta membantu apa yang dibutuhkan rakya

Wenas berperan besar dalam pembukaan gereja-gereja yang ditutup Jepang. Sementara juga di satu sisi yang lain Perannya sangat besar ketika pergolakan Permesta dengan menjadi mediator antara pemerintah dengan para tokoh Permesta.

Putra Hukum Kedua Tombatu Lodewijk Wenas yang jadi pendeta sejak tanggal 25 Desember 1921 ini seusai pergolakan Permesta, oleh Presiden Soekarno ditawari menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), tapi ditolaknya, dengan alasan ia lebih diperlukan oleh masyarakat Minahasa.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Aib untuk Like

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved