Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kamu Termasuk Pelit? Hati-hati, Ternyata Ini Dampaknya Bagi Kesehatan!

Pelit atau kikir, termasuk salah satu sifat negatif yang dibenci lingkungan sosial karena susah untuk berbagi.

Editor:
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pelit atau kikir, termasuk salah satu sifat negatif yang dibenci lingkungan sosial karena susah untuk berbagi.

Sifat ini mendorong seseorang untuk menumpuk harta tanpa pernah mau memerhatikan nasib saudaranya. Dia tidak peduli dengan kondisi orang lain, yang penting dia sendiri bahagia, syukur-syukur bisa kaya.

Pelit berbeda dengan hemat. Dengan berhemat, kita bisa membiasakan diri untuk hidup sederhana dan berusaha mengendalikan nafsu, pasalnya dengan didasari rasa hemat maka tak segala keinginan akan dengan mudah dipenuhi, pemborosan akan menjadi satu alasan dalam mempertimbangkan segala hal.

Namun orang yang berhemat masih sudi berbagi, terutama bila ada rezeki atau memang sudah menyisihkan sebagian apa yang diperolehnya untuk berbagi kepada orang lain.

Sebaliknya, seperti telah disebutkan di atas, pelit atau kikir, adalah kesukaan seseorang menumpuk harta tanpa mau berbagi.

Mungkin banyak yang mengira sifat pelit hanya masalah pribadi seseorang.

Dampaknya hanya juga dirasakan oleh orang yang bersangkutan.

Padahal tidak. Sifat pelit membawa bahaya besar bukan hanya pada kehidupan pribadi. Masyarakat juga bisa terkena dampak sifat kikir seseorang.

Dikutip dari dream co, dampak luas itu terjadi karena sifat kikir bisa menjerumuskan orang untuk melakukan segala cara demi mendapatkan harta. Sekalipun cara yang dijalankan tergolong tidak bermoral.

Pelit juga cenderung memutuskan silaturahim, relasi dengan orang lain karena orang pelit tidak peduli dengan kehidupan orang lain dan lebih mementingkan diri sendiri.

Bahayanya buat kesehatan, sifat pelit dan kikir itu juga menyebabkan penyakit stres.

Sejumlah responden dikumpulkan dalam satu penelitian yang dilakukan oleh tim Queensland University of Technology (QUT) Australia.

Selanjutnya melalui simulasi tawar-menawar transaksi keuangan, para responden tersebut dijadikan sample guna mengukur respons fisiologis.       

 Dari sampling tersebut diperoleh keterangan bahwa mereka yang membuat penawaran relatif rendah justru menjadi sosok yang mengidap lebih banyak stres dibanding dengan sosok yang melakukan penawaran lebih tinggi.

Dari penelitian yang ada, para ahli melakukan pengukuran terhadap detak jatung pada saat terjadinya transaksi.    

Sumber: Nakita
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved