KPU Sulut Mulai Data Orang Gila di RSJ Ratumbuysang, Lanny: Datanya Fluktuatif
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulut mulai melakukan pendataan orang mengamati gangguan kejiwaan untuk masuk ke daftar pemilih di Pemilu 2019.
Penulis: Ryo_Noor | Editor: Indry Panigoro
Laporan Wartawan Tribun Manado Ryo Noor
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulut mulai melakukan pendataan orang mengamati gangguan kejiwaan untuk masuk ke daftar pemilih di Pemilu 2019.
Komisioner KPU Sulut, Lanny Ointoe mengatakan, KPU berkoordinasi dengan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Ratumbuysang.
"Sementra masih dlm proses koordinasi dgn pihak terkait, khusus RSJ yang ada di Sulut," kata dia kepada tribunmanado.co.id, Selasa (27/11/2018).
Baca: KPU Minut Juga Mendata Orang Gila Laiknya Pemilih Umum
Lanny menyampaikan, belum ada jumlah pasti orang pasien sakit kejiwaan di RSJ Ratumbuysang
"Kita kasih informasi kalau sudah ada jumlah pasti, karena ternyata RSJ juga fluktuatif pasiennya, ada yang datang dan pergi," kata dia.
Baca: KPU Sulut Data Pemilih Orang Gila: Sakit Jiwa Punya Hak Ikut Pemilu
Harusnya KPU juga akan melakukan penyortiran di rumah-rumah, tapi itu bisa efektif andai keluarga melaporkan agar anggota keluarga yang alami gangguan kejiwaan bisa terdata sebagai pemilih.
Lanny mengungkapkan , ini merupakan kendala dihadapi, karena keluarga belum tentu mau menyampaikan informasi tersebut.

Sebab itu, sebagai langkah awal pendataan dilakukan di RSJ Ratumbuysang.
Pasien yang didata tak serta merta jadi pemilih, menurut Lanny, mesti ada surat keterangan dari dokter ahli menyatakan pasien dimaksud layak untuk menyalurkan hak pilihnya
KPU melakukan pendataan, karena tak ingi menghilangkan hak pilih Warga Negara Indonesia.
Baca: Orang Gila Nyoblos, Petugas Dinsos Terkejut, Awas Mereka Dimanfaatkan
Ferry Liando, Pengamat Politik Sulut menilai keputusan orang dengan gangguan jiwa akan difasilitasi menyalurkan hak suara di Pemilu 2019 membuat pertentangan dari dua asas pemilu.
Satu asas pemilu yakni demokratis adalah jaminan memilih bagi seluruh warga negara yang telah berhak memilih.

"Orang gila itu adalah bagian dari warga negara yang oleh UU tidak dicabut hak-hal politiknya," ujar Ferry kepada tribunmanado.co.id.
Di satu sisi jika orang gila diberikan kesempatan untuk memilih maka akan mengabaikan asas pemilu lainnya.
Baca: 32 Orang Terjaring Razia Orang Gila Dinsos, Sebagian Besar Dari Luar Daerah
"Satu asas pemilu lainya adalah bebas. Orang gila itu tidak mungkin akan bebas dalam memilih. Orang gila tidak tahu bagaimana cara untuk memilih. Sehingga dipastikan soal siapa pilihannya akan sangat kuat dipengaruhi oleh siapa pihak yang menuntunnya dalam memilih," kata Ferry.
Orang gila tidak mungkin akan memilih berdasarkan akal seha, sedangkan orang waras saja agak sulit menjadi pemilih rasional bagi akan dengan orang yang tidak waras.
Apapun sikap KPU menjamin hak politik orang gila untuk memilih wajib diapresiasi terutama dalam menjaga komitmen menjamin hak konstitusi setiap warga negara
Dasar KPU menjamin hak pilih bagi orang gila sepertinya mengacu pada Putusan MK No. 135/2015 (gugatan atas UU 8/2015 Pasal 57 ayat (3) huruf a) yg menegaskan soal perlindungan hak pilih bagi WNI penyandang gangguan jiwa/ingatan tdk permanen
Baca: Orang Gila Bisa Memilih di Pemilu 2019, Ferry Liando Ungkap Pertentangan Asas Pemilu
Penjelasan di PKPU No 11 tahun 2018 tentang penyusunan daftar pemilih di dalam negeri dalam penyelenggaraan pemilu, pasal 4 ayat 2 poin B menjelaskan bahwa pemilih yang dapat menggunakan hak pilihnya, adalah orang yang sedang tidak terganggu jiwa atau ingatannya. Para pengidap gangguan kejiwaan tidak boleh memilih.
Namun, menurut sejumlah ahli ternyata pengidap gangguan jiwa ini masih memiliki kesempatan untuk menggunakan hak pilihnya, jika memenuhi kriteria bahwa pemilih yang sedang terganggu ingatan atau jiwanya tidak memenuhi syarat, sehingga harus dibuktikan menggunakan surat keterangan dokter. (ryo)