KPU Sulut Data Pemilih Orang Gila: Sakit Jiwa Punya Hak Ikut Pemilu
Kali pertama dalam sejarah demokrasi Indonesia, penderita gangguan jiwa mendapatkan hak politik.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Kali pertama dalam sejarah demokrasi Indonesia, penderita gangguan jiwa mendapatkan hak politik. Orang gila bisa memilih pada pesta demokrasi, Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019.
Kebijakan yang diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 11 tahun 2018 ini memunculkan kekhawatiran orang gila akan dimobilisasi untuk politik kelompok tertentu.
Masyarakat di Kota Manado pun kaget dengan orang tak waras bisa nyoblos termasuk para petugas di Dinas Sosial Manado. Seisi kantor pun terhentak. "Wah, kok bisa gitu ya," kata Joni, seorang pegawai kepada tribunmanado.co.id, di kantor Dinsos Manado, Kamis (22/11).
Joni yang merupakan koordinator razia gelandangan dan orang gila Dinsos menunjukkan sebuah foto dengan objek seorang pria gila yang sementara dikerumuni massa. "Ia ini bahkan tak tahu siapa dirinya," kata dia menjelaskan sosok pria di foto itu.
Dari pengalamannya, orang gila biasanya memiliki pandangan yang absurd terhadap realita. Mereka bisa salah mengira terhadap sesuatu kemudian bertindak agresif. "Ini yang ditakutkan jangan-jangan mereka bikin kacau di Tempat Pemungutan Suara (TPS), " kata dia.
Merry, staf yang mengurus panti menduga orang gila yang bisa nyoblos adalah orang yang kegilaannya masih bisa diobati. Namun ia ragu bila mereka punya persepsi politik. "Yang bahaya mereka bisa dimanfaatkan, " katanya.
Di Manado, sebanyak 32 orang gila terjaring razia Dinsos selang Januari hingga Oktober 2018. Kadis Sosial Manado, Sammy Kaawoan melalui Kabid Olga Krisen menyatakan, para orang gila terjaring di jalanan serta pusat keramaian. "Mereka sudah meresahkan warga, " kata dia.
Umumnya mereka bukan penduduk Manado. Ada orang gila dari Jawa. "Ada dari Minahasa, Minahasa Utara, bahkan ada dari Jakarta serta Jayapura," kata dia. Dikatakan Olga, ada sejumlah orang gila yang dirazia, namun pada akhirnya diambil keluarga.
"Mereka ada tiga orang," beber dia. Ungkap dia, para orang gila yang kena razia lantas dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Ratumbuysang. Menurut dia, tahun lalu ada sekira 37 orang gila yang kena razia di tempat keramaian di Manado.
Komisioner KPU Sulut, Lanny Ointoe menyatakan, pihaknya sementara mendata jumlah penderita disabilitas gila di Sulut. Langkah itu dilakukan menyusul putusan KPU bahwa orang disabilitas gila punya hak untuk memilih. "Kita sementara data orang disabilitas gila di rumah sakit jiwa serta penampungan," kata dia kepada tribunmanado.co.id via What’sApp, Kamis (22/11/2018) siang.
Ia mengaku agak kesulitan mendata penderita disabilitas gila yang tersebar di masyarakat. Menurut Lanny, tak sembarang penderita disabilitas gila yang bisa nyoblos.
Mereka yang nyoblos adalah yang mendapat keterangan dari dokter.
"Mereka bisa mencoblos dengan keterangan dokter bahwa secara medis bisa mencoblos, " kata dia.
Dibeber Lanny, saat pencoblosan nanti, para penderita gila ini akan didampingi oleh ahli atau anggota keluarga.
Penderita disabilitas mental bisa memilih menyusul putusan MK nomor 135/PUU - XIII/2015 yang menyebut penderita disabilitas mental bisa turut memilih dalam pemilu.
Ointoe menambahkan, pihaknya sudah menerima surat edaran dari KPU terkait hal itu. "Sudah ada edarannya,
UU No 7 tahun 2018 tentang hak pilih menyatakan semua warga yang masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) berhak untuk memilih. Hal itu juga merupakan roh dari PKPU Pasal 4 ayat 2 dan penjelasannya pada ayat 3," kata dia.
Ungkap Lanny, pihaknya sementara mendata para penderita penderita disabilitas mental.
Sejauh ini, ada 28 penderita disabilitas mental yang terdata dari seluruh Sulut. "Itu baru dari warga, dengan rumah sakit jiwa Ratumbuysang dan Dinas Sosial sementara dalam proses pendataan, " kata dia. "Tergantung dokter, jika dokter kasih surat berarti bisa, jika tidak ya tidak, " kata dia.
Sebut Lanny, gangguan jiwa bervariasi. Ada yang benar hilang ingatan, ada pula yang hanya stress hingga bisa disembuhkan. Syarat lainnya, beber dia, adalah penderita disabilitas mental harus memiliki KTP elektronik serta musti berusia di atas 17 tahun.