Suap Wakil Ketua DPR RI: Kode Satu Ton untuk Taufik Kurniawan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik korupsi yang menyeret Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik korupsi yang menyeret Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan sebagai tersangka dugaan suap pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten Kebumen yang bersumber dari APBN tahun 2016.
Oleh penyidik, Taufik yang juga Wakil Ketua Umum DPP PAN itu diduga menerima suap sebesar Rp 3,65 miliar dari Bupati nonaktif Kebumen, Yahya Fuad secara bertahap.
Dalam transaksi suap kepada Taufik, pihak-pihak yang terlibat menggunakan kode 'satu ton'. Kode tersebut merujuk pada nilai uang Rp 1 miliar. "Sandi yang digunakan yang mengacu pada nilai Rp 1 miliar adalah satu ton," ujar Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan.
Basaria menjelaskan Suap sebesar Rp 3,65 miliar yang diterima Taufik merupakan bagian dari fee sebesar 5 persen dari total anggaran yang dialokasikan untuk Kabupaten Kebumen yang direncanakan mendapat alokasi Rp 100 miliar.
"MYF (M Yahya Fuad) menyanggupi fee 5%. Pertemuan dan serah terima suap dilakukan di sejumlah hotel di Semarang dan Yogyakarta dengan menggunakan connecting door. Rencana penyerahan ketiga gagal dilakukan karena pihak terkait saat itu di-OTT KPK," ujar Basaria.
Selain menetapkan Taufik Kurniawan sebagai tersangka, KPK juga menetapkan Ketua DPRD Kabupaten Kebumen, Cipto Waluyo sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Bupati nonaktif Kebumen, M Yahya Fuad.
"CW diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan pengesahan atau pembahasan APBD Kabupaten Kebumen periode 2015-2016, pengesahan atau pembahasan APBD dan pokok pikiran DPRD Kebumen Tahun 2015-2016," ujar Basaria.
KPK menduga, jika uang ketuk atau uang aspirasi tidak diberikan, DPRD akan mempersulit pembahasan APBD tersebut. "Diduga CW selaku Ketua DPRD Kabupaten Kebumen periode 2014-2019 menerima sekurang-kurangnya Rp 50 juta," papar Basaria.
Cipto disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 hurut b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sementara Taufik Kurniawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 199c tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Taufik Kurniawan diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan perolehan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik pada perubahan APBN Tahun Anggaran 2016.
Perkara ini diawali dari Operasi Tangkap Tangan pada 15 Oktober 2016 yang melibatkan satu anggota DPRD dan satu PNS di Dinas Pariwisata Kebumen dengan barang bukti Rp 70 juta.
Dalam proses penanganan perkara ini, ditemukan sejumlah bukti yang kuat sehingga KPK memproses 9 orang lagi dari unsur Bupati Kebumen, Sekda, anggota DPRD, swasta serta menetapkan satu korporasi yang diduga terafiliasi dengan bupati daalam dugaan tindak pidana pencucian uang.
"Dalam perkara ini, kami melihat korupsi terjadi secara sistematis yaitu dugaan alokasi anggaran untuk Pemkab Kebumen melalui APBN Perubahan Tahun 2016, fee proyek yang didapatkan bupati, aliran dana pada DPRD untuk pembahasan anggaran, penggunaan bendera perusahaan tertentu dalam pelaksanaan proyek hingga pencucian uang,"kata Basaria.

Sebagai alokasi DAK untuk proyek ini diduga juga dipegang oleh PT Trada yang juga dijerat TPPU sebagai korporasi. PT Trada diduga perusahaan milik bupati yang meminjam bendera sejumlah perusahaan untuk mengerjakan proyek jalan di Kebumen.