Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

3 Kesalahan Mallaby dalam Pertempuran Surabaya yang Menyebabkannya Terbunuh

isah terbunuhnya Brigjen AWS Mallaby dalam Pertempuran Surabaya, 30 Oktober 1945

Editor: Aldi Ponge
dan Sekutu Kalah 

Malamnya, melalui radio, Presiden Soekarno berseru kepada rakyat Surabaya agai mereka menghentikan pertempuran. Esoknya, 30 Oktober, sebuah persetujuan berhasil dirumuskan oleh Presiden Soekarno bersama Jenderal Hawthorn dari tentara Inggris.

Isi terpenting persetujuan antara lain, pihak Inggris mengakui TKR dan membatalkan isi surat selebaran mereka. Di samping itu tentara Inggris akan ditarik dari sejumlah posisi dan dipusatkan di kamp tawanan Jl. Darmo dan Tanjung Perak.

Dibentuk Kontak Biro

Sebagai pengawas gencatan senjata dibentuklah Kontak Biro. Dari pihak Indonesia anggotanya antara lain: Residen Soedirman, Doel Arnowo (Ketua Komite Nasional Indonesia), Roeslan Abdulgani (Sekretaris KNI), Mohammad (TKR), Sungkono (TKR) dan T.D. Kundan (penerjemah).

Sedang dari pihak Inggris anggotanya antara lain: Brigjen Mallaby, Kolonel L.H.O. Pugh dan Kapten H. Shaw.

Karena sulitnya komunikasi, pelaksanaan gencatan senjata belum merata. Di beberapa bagian kota tembak-menembak masih terjadi. Setelah persetujuan ditandatangani dan rombongan presiden kembali ke Jakarta, anggota Kontak Biro melanjutkan rapat.

Pada akhir rapat diputuskan, para anggota Kontak Biro akan bersama-sama meninjau ke lokasi yang masih terjadi pertempuran.

Sekitar pukul 17.00 rombongan Kontak Biro yang terdiri atas delapan mobil bergerak ke Gedung Lindeteves dan kemudian ke Gedung Internatio. Dalam perjalanan ini, di samping Kapten Shaw, Brigjen Mallaby didampingi oleh dua orang perwira muda. Kapten R C. Smith dan Kapten T.L. Laughland.

Gedung Internatio adalah sebuah bank, yang waktu itu diduduki oleh kesatuan Inggris Kompi Mahrattas 6 pimpinan Mayor K. Venu Gopal. Gedung itu dikepung oleh sekitar lima ratus pemuda Indonesia bersenjata.

Ketika rombongan Kontak Biro tiba di halaman gedung tersebut, massa pemuda segera mengerumuni mobil para anggota Kontak Biro.

Doel Arnowo, tokoh pergerakan yang berpengaruh di Surabaya, segera berdiri di atas kap mobil, untuk membujuk para pemuda agar menghentikan pertempuran.

Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan. Baru sekitar 90 m mobil mereka bergerak, mereka telah dihentikan lagi oleh kerumunan massa pemuda yang lain, kira-kira 18 m dari Jembatan Kali Mas (Jembatan Merah).

Berbeda dengan kelompok pemuda sebelumnya, massa pemuda tersebut tampak garang. Roeslan Abdulgani dalam bukunya, 100 Hari di Surabaya, melukiskan sekelompok pemuda itu sebagai sekelompok orang yang histeris.

Mereka membawa bendera Merah Putih yang warnanya mereka banggakan berasal dari darah tentara Inggris.

Dalam kesaksiannya, Kapten Smith melukiskan ketegangan tersebut sebagai berikut: "Situasi semakin cepat berubah. Para pemimpin pemuda mulai menghasut anggotanya, sementara para anggota Kontak Biro Indonesia berangsur-angsur kehilangan kontrol. Massa yang semula nampak jujur dan ramah  berubah menjadi pengancam; pedang terhunus diacungkan dan pistol ditodongkan ke arah kami, perwira Inggris."

Halaman
1234
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved