Jokowi Persilakan KPK Periksa Puan-Pram: Presiden Tanggapi ‘Nyanyian’ Setnov
Bola panas kasus Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) terus bergelinding.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Kamis (22/3) lalu, Novanto, memberikan keterangan mengejutkan dalam persidangan.
Novanto menyebut Puan Maharani dan Pramono Anung menerima dana e-KTP masing-masing 500 ribu dolar Amerika.
"Waktu itu ada pertemuan di rumah saya yang dihadiri Oka dan Irvanto. (Uang) diberikan ke Puan 500 ribu dolar Amerika dan Pramono Anung 500 ribu dolar Amerika" kata Novanto.
Di hari yang sama keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo juga membantah pernyataan pamannya yang menyebut pemberian sejumlah uang kepada sejumlah anggota DPR.
Irvanto mengaku hanya ingat bahwa Andi Narogong pernah menjanjikan paket pekerjaan terkait eKTP yang menurutnya tak pernah terealisasi.
"Yang saya ingat, saya tidak mendapatkan pekerjaannya. Kalau yang dibilang Andi meminta saya serahkan uang ke anggota dewan juga tidak pernah ada," kata Irvanto.
Bencana bagi Puan
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny Januar Ali, menilai pernyataan Novanto berdampak bagi Puan Maharani dan Pramono Anung. Meski sampai saat ini, apa yang diungkapkan Novanto belum terbukti kebenaran.
Walaupun Puan terbukti tidak terlibat di korupsi e-KTP, namun dipastikan ada efek penyebutan namanya.
"Pengadilan politik mempunyai dunia berbeda dengan pengadilan hukum. Walau belum tentu bersalah, ini bencana bagi Puan Maharani, karena kasus terjadi di tahun politik, ini adalah tahun buas dan ganas," tutur Denny.
Ia mensinyalir putri dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri akan diserang lawan-lawan politik. Apalagi ini tahun politik, di mana segala hal bisa dilakukan.
Dia mengibaratkan Novanto sedang menebar umpan di laut luas.
Saat ini, berbagai ikan, seperti ikan hiu, dan ikan ganas lainnya berlomba-lomba berebut umpan itu. "Puan Maharani segera menjadi korban yang nyata, walau belum tentu bersalah," kata dia.
Ditambah lagi, saat ini zaman media sosial, di mana pengadilan di media sosial mampu menurunkan reputasi tokoh secara drastis.
Hal ini karena di media sosial jauh lebih kejam. Penuh prasangka dan bisa direkayasa. Jadi dapat dibayangkan babak belur tokoh yang menjadi korban trial by sosial media.
Sebab, di pengadilan sosial media, tidak ada editor, tidak ada SOP, dan tidak ada filter publikasi. Setiap individu dan akun anonim bebas menulis apapun.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/politisi_20180322_175323.jpg)